BELAJAR MATEMATIKA SAMBIL BERMAIN
Widyaiswara LPMP Bali
A. Pendahuluan
Permainan ini bernama Game "24", penulisnya adalah Elinor Crecelius, dari Wyoming Girls School; Sheridan, Wyoming. Permainan ini didisain untuk mengajarkan fakta dasar dan urutan operasi perhitungan matematika dalam suasana yang menyenangkan, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa fakta dasar dan operasi perhitungan dalam matematika sangat membosankan bagi siswa. Apalagi jika diberikan dengan cara monoton dan menggunakan angka yang besar dan banyak, sehingga menimbulkan kebosanan bagi siswa dan siswa dapat menjadi frustasi dalam belajar matematika.
Cara melakukan permainan ini adalah murid akan menggunakan empat angka yang diperoleh dari mengocok sebuah dadu untuk membuat sebuah pernyataan matematika yang hasilnya sama dengan 24. Alat dan bahan yang digunakan adalah: empat buah dadu, kertas dan pensil. Siswa dibagi dalam sepuluh kelompok, yang setiap kelompok beranggotakan 4 – 5 orang. Karena jumlah siswa di kelas VI B itu adalah 43 orang. Permainan ini dipimpin oleh guru matematikanya langsung yaitu Bapak Made Supardi, sedangkan penulis dalam hal ini hanya mengamati jalannya permainan.
Pertama empat siswa dari kelompok satu maju ke depan dan diberi masing-masing sebuah dadu untuk dikocok, Setelah itu siswa tersebut menunjukkan dan menyebutkan angka berapa yang diperolehnya. Gurunya mencatat angka yang diperoleh oleh para siswa di papan. Setelah itu kemudian siswa kembali ke tempat masing-masing dan mulai menulis angka tersebut dan mengoperasikan keempat angka tersebut sehingga menghasilkan bilangan 24. Contoh : jika angka 6,5,6, dan 4, yang muncul setelah dikocok, satu pemecahan adalahnya :
4 x 6 / (6 - 5) = 24.
Setelah angka diperoleh, masing-masing kelompok siswa akan mengoperasikan keempat angka tersebut sehingga menghasilkan nilai 24. Operasi yang digunakan adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, serta dapat menggunakan perpangkatan jika diperlukan. Urutan operasi harus diperhatikan begitu pula penggunaan tanda kurung yang diperlukan.
Setelah selesai siswa menulis jawaban mereka di papan, dan jawaban-jawaban yang muncul sangat mungkin berbeda dari masing-masing kelompok. Penulis menantangnya untuk menemukan cara yang berbeda yang menghasilkan bilangan 24 dengan menggunakan angka yang diberikan. Bukan hanya jawaban yang tepat yang diharapkan, tetapi penggunaan operasi yang tepat juga perlu diperhatikan. Meskipun salah satu operasi yang digunakan tidak dibatasi, setiap angka harus digunakan hanya sekali saja.
C. Pelaksanaan dan Hasil Kegiatan
Ketika memasuki kelas penulis melihat wajah-wajah siswa yang biasa saja, karena pelajaran yang akan diberikan adalah matematika, tidak ada ketertarikan dari wajah mereka. Tetapi setelah penulis menawarkan sebuah permainan mereka mulai bergairah, apalagi ketika mereka dapat menjawabnya. Ketika kocokan pertama yang muncul adalah angka 6, 6, 5, 3. Banyak siswa yang mencoba menjawab, tetapi tidak satupun ada yang benar. Ketika penulis menunjukkan sebuah pernyataan yaitu :
(6 – (5 – 3)) x 6, mereka semua tercengang dan sedikit menyesal karena tidak berhasil menemukan jawabannya. Tetapi untuk kocokan berikutnya, hampir setiap kelompok dapat memberikan jawaban yang berbeda.
Gambar 1. Siswa mengocok dadu
Gambar 3. Siswa mendiskusikan jawaban bersama kelompo
Gambar 5. Kelompok lain mencermati jawaban temannya dan mencoba jawaban yang lain
D. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari hasil uci coba terlihat secara umum permainan ini sangat memotivasi siswa untuk berfikir menemukan proses pengoperasian suatu pasangan bilangan yang hasilnya sudah diketahui dari sebuah tebakan dengan mengocok sebuah dadu. Karena ada unsur permainan, bagi mereka ini sebuah tantangan baru yang sifatnya tidak rutinitas dalam belajar matematika. Dari awal sampai akhir penulis perhatikan tidak ada siswa yang menunjukkan wajah lesu atau kurang menyenangkan dalam belajar matematika. Setelah pelajaran berakhir pun mereka meminta agar permainan ini diulang lagi pada pelajaran matematika berikutnya, dan mereka juga minta kalau ada permainan model lain dalam pelajaran matematika.
Ada suatu hal yang menarik dari proses ini yaitu ketika siswa disuruh mencari cara penyelesaian dari sebuah paket bilangan di mana hasilnya sudah diketahui. Secara sepintas hal ini kelihatannya tidak berguna dalam pembelajaran matematika dan hanya bersifat permainan belaka. Karena untuk apa kita mencari alternatif proses? Tetapi kalau dicermati lebih mendalam, siswa akan berpikir bagaimana cara menemukan sebuah proses penyelesaian di mana jawabannya sudah diketahui. Ini merupakan hal yang berbeda bagi mereka karena biasanya mereka menemukan jawaban dari soal yang diberikan. Disinilah mereka akan mulai mengasah kemampuan dasarnya untuk menemukan sebuah proses di mana produk sudah diketahui. Kalau hal ini dikaitkan dengan roh dari Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), di mana siswa diharapkan dapat mengexplor kemampuan mentalnya untuk menemukan sebuah proses memang ada sedikit kesesuaian, meskipun proses matematisasi horisontalnya tidak terlihat. Karena ini hanyalah mengungkap fakta dasar urutan pengoperasian bilangan, jadi hanya proses matematisasi vertikal saja ditonjolkan.
Kalau dikaitkan dengan sebuah konsep yang sedang diterapkan dalam bidang pendidikan sekarang yaitu "Benchmarking", di mana kita melakukan evaluasi diri kemudian membandingkan diri kita dengan orang lain, maka permainan ini menjadi sesuai dengan konsep itu. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan benchmarking, yang diharapkan nantinya adalah menghasilkan produk yang unggul dan mampu bersaing secara kualitas di pasaran. Dapat juga dikatakan bahwa untuk menghasilkan sebuah produk yang unggul kita dapat melihat produk orang lain, kemudian mempelajari produk tersebut, melihat konteks dan proses pembuatannya serta membandingkan dan menganalisisnya dengan melihat kelemahan, kekuatanan dan peluang dan tantangan yang ada pada diri kita sendiri. Sudah tentu dalam dunia pendidikan yang menjadi produknya adalah mutu pendidikan di Indonesia. Sedangkan dalam permainan itu siswa diajak melihat sebuah produk atau hasil, kemudian siswa berfikir dari hasil tersebut proses apa yang dapat mereka lakukan, yang sesuai dengan kaidah yang berlaku dan mampu menunjukkan proses yang berkualitas di antara proses-proses yang lain, sehingga dapat menimbulkan semangat berkompetisi, yang menjadi salah satu karakteristik dalam benchmarking.
Referensi
Asikin, Nor bt.Salleh. 2006. Quality Assurance In Education. The presentation of Seameo Recsam in 14 & 15TH November 2006
CEC Webmaster. Mathematics Lesson Plans mailto: webmaster@col-ed.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar