PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS DALAM PENGEMBANGAN SEKOLAH DASAR DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2007 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah. Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah. Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan. Jakarta, Direktur Tenaga Kependidikan Surya Dharma, MPA, Ph.D NIP. 130 783 511
PENGANTAR
DAFTAR ISI
E. Mata Pendidikan dan Pelatihan 4
BAB II LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN STRATEGIS PENGEMBANGAN SEKOLAH 5
A. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 5
B. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan 9
BAB III MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH 13
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah 13
B. Model Perencanaan Pengembangan Sekolah 16
C. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana di Sekolah 17
D. Langkah-Langkah Perencanaan Pengembangan Sekolah 22
BAB IV VISI, MISI, DAN TUJUAN 23
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Visi, Misi, dan Tujuan 23
A. Merencanakan Telaah Diri 32
B. Langkah-Langkah Telaah Diri: Model Analisis Strategis Komprehensif 34
BAB VI PEMILIHAN PRIORITAS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN 42
BAB VII PROGRAM PENGEMBANGAN 54
A. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Program Pengembangan 54
B. Struktur Program Pengembangan 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana 15
Gambar 3.2 Proses Perencanaan Pengembangan Sekolah 22
Gambar 5.1 Model Analisis Strategis Komprehensif 35
Tabel 6.1 Tipologi Strategi Adaptif Menurut Miles dan Snow 47
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan manajemen berbasis sekolah (school based management) sebagai prinsip utama yang harus dipegang taguh dalam pengelolaan semua satuan pendidikan. Ketentuan ini kemudian dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: "Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas."
Untuk menjamin terimplementasikannya manajemen berbasis sekolah, PP nomor 19/2005 tersebut juga menetapkan bahwa proses pengambilan keputusan di tingkat satuan pendidikan juga harus sejalan dengan nafas manajemen berbasis sekolah. Pada intinya pengambilan keputusan harus dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang terwadahi dalam Komite Sekolah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Beberapa standar pengelolaan yang dikemukakan di atas mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah tersebut pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat "menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas" yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan hasil telaah diri sebagai titik awal usaha pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
Dalam pengelolaan yang demikian itu, proses perencanaan akan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Kepala sekolah adalah sosok kunci yang menentukan terwujudnya berbagai standar pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana disebutkan di atas. Kompetensi kepala sekolah di bidang perencanaan dan pengambilan berbagai keputusan strategis menjadi prasyarat keberhasilan pengembangan sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus mampu membangun kemandirian sekolah melalui penguatan kompetensinya di bidang perencanaan pengembangan sekolah. Melalui pendidikan dan pelatihan ini, para peserta, yang diproyeksikan akan mengemban tugas sebagai kepala sekolah, diharapkan akan mampu mengembangkan kompetensi yang strategis yang dibutuhkan oleh setiap kepala sekolah itu.
Kompetensi
Secara umum, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta akan memiliki kompetensi untuk melakukan perencanaan strategis pengembangan sekolah dasar.
Indikator Kompetensi
Menguasai teori perencanaan dan seluruh kebijakan pendidikan nasional sebagai landasan dalam perencanaan sekolah, baik perencanaan strategis, perencanaan operasional, perencanaan tahunan, maupun perencanaan anggaran pendapatan dan belanja sekolah;
Menyusun rencana strategis (Renstra) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan kebijakan pendidikan nasional, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan strategis yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana strategis yang baik.
Alokasi Waktu
Alokasi waktu Diklat ini adalah 3 (tiga) hari, @ 10 jam pelajaran, @ 45 menit.
Mata Pendidikan dan Pelatihan
Landasan Perencanaan Pengembangan Sekolah
Model Perencanaan Pengembangan Sekolah
Visi, Misi, dan Tujuan
Telaah Diri
Pemilihan Prioritas dan Strategi Pengembangan
Program Pengembangan
Skenario Pembelajaran
Diklat ini harus diselenggarakan dengan pendekatan andragogi, metode belajar orang dewasa (sharing experiment). Selain dijelaskan prinsip-prinsip dan kebijakan, lakukan diskusi kelompok untuk pendalaman, latihan-latihan praktek dan didorong kreativitas berinovasi kreatif. Telaahan banding dengan konsep-konsep sekolah yang berhasil perlu mendalami Renstra nasional, propinsi, kabupaten, dimana sekolah berada juga perlu juga penting untuk pengkaitan dan sinergisitas pengembangan sekolah. Presentasi masing-masing peserta dalam kelompok perlu dikembangkan.
BAB II
LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN STRATEGIS PENGEMBANGAN SEKOLAH
Sebagai pengelola satuan pendidikan, Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtida'yah (Kepala SD/MI) harus mendasarkan semua kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan di sekolah pada semua kebijakan pendidikan yang berlaku baik secara nasional, propinsi, maupun kebupaten/kota. Adalah suatu keharusan bagi setiap pemimpin satuan pendidikan untuk memahami dengan seksama setiap kebijakan yang berlaku di bidang pendidikan itu. Pemahaman ini akan sangat membantu kepala sekolah untuk memiliki wawasan dalam skala nasional maupun regional dan lokal, kemudian mewujudkannya dalam tindakan-tindakan nyata pada tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dengan demikian, setiap langkah dan kebijakan yang dilakukan di sekolah benar-benar terilhami dan didasari oleh kebijakan nasional di bidang pendidikan dan akan mengarah pada cita-cita pendidikan nasional yang dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Peraturan perundang-undangan utama yang harus dipahami antara lain: Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Para Kepala SD/MI harus terus mengikuti perkembangan kebijakan pendidikan lainnya baik dalam skala nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota. Berikut diuraikan hal-hal pokok yang diatur dalam dua peraturan perundang-undangan tersebut.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Uraian singkat berikut menyajikan hal-hal pokok yang tercantum dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang harus dipedomani oleh kepala sekolah dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah, yang meliputi visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional, sumber daya pendidikan, pengelolaan pendidikan, dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Visi Pendidikan Nasional
Visi Pendidikan Nasional adalah wujud sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi Pendidikan Nasional
Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pengelolaan Pendidikan
Berkaitan dengan sumber daya pendidikan, hal-hal yang perlu dijadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah adalah pasal-pasal dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan (pasal 39 sampai dengan pasal 44), sarana dan prasarana pendidikan (pasal 45), dan pendanaan pendidikan (pasal 46 sampai dengan pasal 49).
Pasal 51 ayat (1) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 merupakan pasal penting yang harus dijadikan pijakan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Pasal ini menentukan bahwa pengelolaan sekolah harus menerapkan manajemen berbasis sekolah, sebagaimana ditegaskan: "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah."
Peran Serta Masyarakat
Berkenaan dengan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, hal-hal penting yang harus dipahami oleh perencana pengembangan sekolah meliputi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 54, 55, dan 56. Pasal 54 mengatur bentuk dan ruang lingkup peran serta masyarakat, sebagai berikut:
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Pasal 55 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengatur prinsip-prinsip pendidikan berbasis masyarakat. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa:
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Selain hal-hal pokok yang diuraikan di atas, para perencana pengembangan sekolah juga perlu untuk mengkaji dan memahami secaha komprehensif ketentuan-kentuntuan lain yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 agar setiap keputusan yang dimbil tidak bertentangan dengan kebijakan nasional di bidang pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Sasaran minimal pengembangan sekolah yang dituangkan dalam setiap rencana pengembangan sekolah haruslah menggunakan standar penyelenggaraan pendidikan yang berlaku secara nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan ketentuan rinci mengenai standar-standar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Peraturan Pemerintah ini menetapakan arah reformasi pendidikan nasional dalam rangka mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
PP nomor 19 tahun 2005 menetapkan delapan standar yang meliputi:
- standar isi;
- standar proses;
- standar kompetensi lulusan;
- standar pendidik dan tenaga kependidikan;
- standar sarana dan prasarana;
- standar pengelolaan;
- standar pembiayaan; dan
- standar penilaian pendidikan.
Di antara standar-standar tersebut, standar pengelolaan pada tingkat satuan pendidikan merupakan standar terpenting yang harus djadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Untuk itu berikut diuraikan kententuan-ketentuan yang berkaitan dengan standar pengelolaan dan pengambilan keputusan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 49 sampai dengan pasal 58 PP nomor 19 tahun 2005
Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: "Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas." Berkaitan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005 tersebut menetapkan sejumlah standar pengelolaan yang mencakup pengambilan keputusan, pedoman pendidikan, rencana kerja, prinsip-prinsip dasar pengelolaan satuan pendidikan, pengawasan, pemantauan, supervisi, dan pelaporan. Secara ringkas standar-standar pengelolaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsip-prinsip kemandirian, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan mencakup pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Standar pengelolaan tersebut mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat "menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas" yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan hasil telaah diri sebagai titik awal usaha pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
BAB III
MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah
Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), menggerakkan atau memimpin (actuating atau leading), dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan dalam sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari keseluruhan proses manajemen tersebut. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fungsi terpenting diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam proses manajemen bermula dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: "When planning is done well, the other management functions can be done well."
Perencanaan pada intinya merupakan upaya penentuan kemana sebuah organisasi akan menuju di masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu. Dengan kata lain, perencanaan berarti pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas dan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana (plan) adalah hasil dari proses perencenaan yang berupa sebuah cetak biru (blueprint) mengenai alokasi sumber daya yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan.
Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya merupakan dua kata kunci dalam sebuah rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri dari beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada tingkat yang tertinggi disebut dengan tujuan strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di bawahnya dijabarkan menjadi tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan operasional (operational objective). Tujuan strategis merupakan tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang, sedangkan tujuan taktis dan tujuan operasional adalah tujuan jangka pendek yang berupa sasaran-sasaran yang terukur.
Dalam SD/MI, tujuan strategis merupakan tujuan tertinggi yang akan dicapai pada tingkat sekolah. Tujuan ini bersifat umum dan biasanya tidak dapat diukur secara langsung. Tujuan-tujuan taktis merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh bagian-bagian utama organisasi sekolah, misalnya bidang kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Sedangkan tujuan operasional merupakan tujuan yang harus dicapai pada bagian-bagian yang secara struktur yang lebih rendah dari bagian-bagian utama sekolah tersebut. Tujuan mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, misalnya, dapat dikategorikan sebagai tujuan operasional.
Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses perencanaan. Tujuan strategis merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat rencana strategis (strategic plan). Tujuan taktis dan tujuan operasional masing-masing merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai pada rencana taktis (tactical plan) dan rencana operasional (operational plan).
Perlu dicatat bahwa semua sekolah, apapun bentuknya, berdiri atau didirikan atas dasar asumsi, keyakinan, sistem nilai dan mandat tertentu. Dalam kaitannya dengan perencanaan pengembangan, dasar-dasar keberadaan ini disebut dengan premis lembaga atau premis sekolah. Permis-premis sekolah itu biasanya disajikan dalam bentuk rumusan visi, misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi. Visi dapat dipandang sebagai alasan atas keberadaan lembaga dan merupakan keadaan "ideal" yang hendak dicapai oleh lembaga; sedangkan misi adalah tujuan utama dan sasaran kinerja dari lembaga. Keduanya harus dirumuskan dalam kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai dasar yang dianut oleh sekolah yang bersangkutan dan digunakan sebagai konteks pengembangan dan evaluasi atas strategi yang diinginkan.
Premis-premis tersebut harus menjadi titik-tolak dalam perencanaan. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam rencana harus berada dalam kerangka premis-premis itu. Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 2.1 mengilustrasikan hubungan antara premis organisasi, hierarki tujuan, dan bentuk rencana sebagaimana diuraikan di atas.
Gambar 3.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana
Perencanaan pengembangan sekolah (school
development planning) merupakan proses pengembangan sebuah rencana untuk meningkatkan kinerja sebuah sekolah secara berkesinambungan. Perbedaan pokok rencana pengembangan dengan rencana lainnya terletak pada tujuan. Sedangkan hierarki tujuan dan rencana sebagaimana telah diuraikan di atas juga berlaku dalam rencana pengembangan. Tujuan yang akan dicapai dalam rencana pengembangan merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa yang selama ini telah di oleh sekolah. Rencana pengembangan sekolah disusun agar sekolah terus-menerus meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, selain didasarkan pada visi dan misi sekolah, perencanaan pengembangan harus didasarkan atas pemahaman yang mendalam tentang keberadaan dan kondisi sekolah pada saat rencana pengembangan itu disusun. Pemahaman semacam ini dapat dilakukan melalui kajian dan telaah mendalam terhadap kondisi internal maupun lingkungan eksternal dimana sekolah itu berada.
Model Perencanaan Pengembangan Sekolah
Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan, yaitu kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategis planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai kondisi yang terus berkembang (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
Perencanaan strategis (strategic planning) merupakan bagian dari proses managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis bermula dari dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994) sebagai "process with particular benefits in particular contexts."
Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana lembaga-lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang timbul seperti halnya menurunnya dukungan keuangan, pesatnya perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai alat untuk "meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).
Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana di Sekolah
Perencanaan pengembangan sekolah pada dasarnya merupakan proses yang berlangsung terus-menerus, bukan merupakan kegiatan "sekali jadi". Agar perencanaan pengembangan itu efektif dalam memampukan (enabling) sekolah untuk menghadapi tantangan ganda yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan pengelolaan perubahan, perencanaan pengembangan harus menjadi "modus operandi" normal bagi setiap sekolah. Bagi sekolah pada umumnya, perencanaan pengembangan yang sistematis akan memerlukan perubahan mendasar dari kondisi yang ada sekarang. Bab ini memaparkan inovasi tantangan yang harus diatasi dengan cermat untuk menjamin keberhasilan pengintegrasian perencanaan pengembangan ke dalam kehidupan sekolah, sehingga perencanaan akan menjadi budaya dalam manajemen sekolah.
Berdasarkan penelitian internasional terhadap perubahan pendidikan pada umumnya, penumbuhan budaya perencanaan pengembangan sekolah dibagi menjadi tiga tahap:
Pemulaan (Inisiation): tahapan ini meliputi penetapan keputusan untuk memulai perencanaan pengembangan sekolah, menumbuhkan komitmen terhadap proses perencanaan, dan penyiapan partisipan.
Pembiasaan (Familirialisation): tahap ini mencakup siklus awal dari perencanaan pengembangan sekolah, dimana masyarakat sekolah belajar bagaimana melaksanakan proses perencanaan pengembangan itu.
Penyatuan (Embedding): tahap ini terjadi ketika perencanaan pengembangan sekolah telah menjadi bagian pola kehidupan sekolah sehari-hari dalam melaksanakan segala sesuatu.
Tahap Pemulaan (Inisiation)
Secara formal semua pengelola sekolah bertanggung jawab atas inisiatif perencanaan pengembangan sekolah untuk menjamin bahwa keputusan untuk menyusun rencana pengembangan sekolah benar-benar terlaksana dan terwujud. Akan tetapi, pada praktiknya, inisiatif itu pada umumnya diambil oleh kepala sekolah atau komite sekolah.
Apabila diinginkan keberhasilan dalam inovasi sekolah, pengembangan komitmen guru terhadap inovasi itu menjadi hal yang esensial. Mereka harus benar-benar memahami hal-hal pokok berkaitan dengan apa, mengapa, dan bagaimana perencanaan pengembangan sekolah dilakukan. Guru-guru harus disadarkan tentang peran yang harus mereka ambil dalam proses perencanaan dan manfaat apa yang dapat mereka peroleh dari proses itu. Pemahaman mereka harus difokuskan pada keterkaitan antara proses dengan isu-isu yang penting bagi guru pada umumnya, sehingga relevansi proses perencanaan dan kebutuhan sekolah dapat disampaikan dengan jelas. Penjelasan serupa juga harus dilakukan kepada semua mitra kerja yang ada di lingkungan sekolah agar proses perencanaan pengembangan sekolah memperoleh dukungan dari mereka.
Kegiatan-kegiatan berikut merupakan cara-cara yang dapat membantu warga sekolah untuk mempersiapkan partisipasinya dalam proses perencanaan pengembangan sekolah.
Membaca berbagai panduan, buku-buku pegangan dan laporan-laporan hasil penelitian mengenai perencanaan pengembangan sekolah.
Mencari saran-saran, masukan dan dukungan dari lembaga-lembaga yang peduli terhadap pendidikan yang ada di sekitar sekolah.
Menghadiri seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan yang relevan dengan perencanaan pengembangan sekolah.
Menghubungi sekolah-sekolah lain yang dipandang lebih maju dibidang perencanaan pengembangan sekolah untuk menggali dan belajar dari pengalaman yang mereka miliki.
Mengundang pembicara dari luar untuk menyajikan paparan tentang perencanaan pengembangan sekolah di hadapan guru, pengelola sekolah, komite sekolah, dan orang tua, baik secara bersama-sama atau terpisah.
Mengundang tokoh-tokoh kunci di lingkungan sekolah untuk memaparkan pentingnya perencanaan pengembangan sekolah dan mendorong partisipasi semua pihak.
Memanfaatkan fasilitator dari luar untuk membantu memulai dan mengimplementasikan perencanaan pengembangan sekolah.
Telah dibuatnya keputusan untuk mengawali (mengintroduksi) perencanaan pengembangan sekolah.
Semua guru memiliki pemahaman yang benar mengenai perencanaan pengembangan sekolah dan memiliki komitmen terhadap proses itu.
Semua mitra sekolah telah diberi penjelasan pada tahap awal proses tersebut.
Terpilihnya fasilitator untuk membantu melaksanakan proses tersebut.
Tahap Pembiasaan (Familirialisation)
Pada tahap pembiasaan, biasanya merupakan langkah pertama dari siklus perencanaan pengembangan sekolah secara utuh, masyarakat sekolah berada dalam proses belajar dari pengalaman bagaimana melaksanakan proses perencanaan tersebut. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan tumbuh berdasarkan pengalaman dan struktur kolaborasi yang berkembang. Hasil dari tahapan ini adalah terkonsolidasikannya dan menguatnya komitmen terhadap proses perencanaan.
Selama berlangsungnya tahap ini, fasilitator yang terampil, koordinasi yang cermat, dan dukungan yang cukup dan berkelanjutan, termasuk di dalamnya pelatihan dalam jabatan, akan sangat membantu keberhasilan proses perencanaan. Perhatian khusus harus diberikan agar timbul penguatan yang positif di kalangan guru.
Penyatuan (Embedding)
Tahap penyatuan terjadi ketika perencanaan pengembangan telah menjadi bagian dari cara-cara yang biasa dilakukan sekolah dalam melaksanakan segala sesuatu. Tatanan manajemen sekolah telah berkembang menjadi pendukung yang baik terhadap pengembangan maupun pemeliharaan sekolah yang bersangkutan, dan menjadi bagian dari pola prilaku yang berterima (acceptable) bagi semua pihak. Terdapat begitu luas ragam penggunaan rencana tindakan oleh guru. Dalam hal ini rencana pengembangan sekolah harus berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perencanaan-perencanaan yang terkoordinasi yang dilakukan oleh guru secara individual, unit-unit yang ada sekolah, tim-tim lintas kurikulum, dan dampaknya akan tampak pada praktik-praktik pembelajaran dalam kelas. Seluruh proses tersebut pada saat itu telah menjadi "cara kita melakukan segala sesuatu di sekolah ini" atau "the way we do things around here."
Langkah-Langkah Perencanaan Pengembangan Sekolah
Terdapat berbagai model yang dapat digunakan untuk diadopsi untuk menyusun rencana Pengembangan Sekolah. Dalam bahan Bintek ini hanya diberikan satu contoh struktur rencana pengembangan sekolah. Namun demikian, bukan berarti langkah-langkah yang diberikan di sini merupakan yang paling efektif bagi semua SD/MI, masing-masing SD/MI memiliki kebebasan untuk mengembangkan sendiri struktur rencana pengembangan yang dipandang paling sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah. Proses perencanaan pengembangan sekolah yang dimaksud setidak-tidaknya harus mencakup lanngkah-langkah sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
Gambar 3.2 Proses Perencanaan Pengembangan Sekolah
BAB IV
VISI, MISI, DAN TUJUAN
Pengertian dan Ruang Lingkup Visi, Misi, dan Tujuan
Visi, misi dan tujuan merupakan titik sentral dalam siklus Perencanaan Pengembangan Sekolah. Ketiganya mensarikan apa yang menjadi dasar keberadaan sekolah dan apa yang ingin dicapai oleh sekolah. Oleh karena itu, ketiganya menjadi kerangka acuan dari semua operasi dalam siklus perencanaan dan berfungsi sebagai (1) konteks saat melakukan telaah, (2) arah dari rancangan dan implementasi, dan (3) tolok ukur dalam proses telaah.
Visi sekolah merupakan representasi masa depan yang diinginkan mengenai sebuah sekolah. Visi mensarikan prinsip-prinsip umum dan bersifat aspirasional. Rumusan visi sekolah hendaknya mencakup:
Sosok lembaga macam apa yang diinginkan di masa depan,
Yustifikasi sosial atas keberadaan sekolah yang diwujudkan dalam isu-isu pendidikan apa yang harus ditangani oleh sekolah atau masalah-masalah pendidikan mana yang akan diatasi oleh sekolah,
Apa yang harus diakui, diantisipasi, dan dijawab oleh sekolah berkaitan dengan kebutuhan dan masalah-masalah tersebut,
Siapa stakeholder utama sekolah ini, bagaimana sekolah merespon kebutuhan para stakeholder itu, dan bagaimana sekolah mengetahui keinginan yang mereka harapkan dari sekolah, dan
Apa yang membuat sekolah tersebut unik atau berbeda dengan yang lain, dan karena itu, apa yang membuat sekolah ini memiliki keunggulan kompetitif.
Misi sekolah merepresentasikan raison d'etre atau alasan mendasar mengapa sebuah sekolah didirikan. Rumusan misi mencakup pesan-pesan pokok tentang (1) tujuan asal-muasal (original
purpose) didirikannya sekolah, (2) nilai-nilai yang dianut dan melandasi pendirian dan operasionalisasi sekolah, dan (3) alasan mengapa sekolah itu harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Tujuan strategis sekolah merupakan pernyataan umum tentang tujuan pendidikan di sekolah itu. Tujuan-tujuan itu harus berkait dengan usaha mendorong perkembangan semua siswa baik secara intelektual, fisikal, sosial, personal, spiritual, moral, kinestetikal, maupun estetikal. Tujuan sekolah harus memberikan fokus yang jelas bagi sekolah. Tujuan sekolah harus dirumuskan dalam kerangka visi dan misi sekolah. Aspirasi semua stakeholder harus terwadahi dalam konteks yang lebih luas dari rumusan visi dan misi sekolah.
Selain ketentuan yang bersifat umum tersebut visi, misi, dan tujuan strategis sekolah harus juga dirumuskan dalam kerangka visi, misi, dan tujuan pendidikan baik pada skala nasional, regional (propinsi) maupun, daerah (kabupaten/kota). Untuk mengingat kembali rumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dianjurkan untuk membaca kembali Bab I materi diklat ini.
Mengapa Sekolah Perlu Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan?
Di era perubahan sekarang ini, pengembangan rumusan visi, misi dan tujuan sebuah sekolah merepresentasikan kesiapan dan kemauan sekolah untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya dan untuk mengelola perubahan dengan cara-cara yang positif dalam kaitannya dengan visinya. Rumusan misi sekolah merupakan dasar bagi kebijakan dan praktik-praktik yang berlangsung di sekolah. Tidak diragukan lagi bahwa nilai-nilai dan keyakinan yang membimbing kehidupan sekolah memiliki implikasi yang penting bagi semua pilihan dan keputusan yang harus dibuat dalam pengembangan rencana sekolah.
Maksud dirumuskannya visi dan misi sekolah adalah:
Untuk memberikan arah yang jelas bagi usaha-usaha yang dilakukan sekolah;
Untuk mengilhami masyarakat sekolah dengan sebuah tujuan yang bersifat umum;
Untuk memberikan kerangka yang bagi penentuan kebijakan dan prioritas;
Untuk membangun pusat acuan (reference point) yang digunakan sekolah dalam mengtelaah keberhasilan kegiatan-kegiatannya.
Visi dan misi sekolah tidak dapat dipindah tangankan dengan mudah dari satu pihak ke pihak yang lain. Keduanya harus dikembangkan dan diklarifikasi melalui sebuah proses refleksi bersama atas nilai-nilai, keyakinan, dan aspirasi dari warga sekolah. Visi dan misi harus mencerminkan usaha sekolah untuk memadukan nilai-nilai yang sering saling bertentangan di kalangan warga sekolah. Kesadaran atas nilai-nilai personal di kalangan warga sekolah merupakan hal yang sangat penting. Sekolah akan dapat mengakomodasi sejumlah nilai asalkan terdapat nilai-nilai yang didukukung oleh setiap individu warga sekolah. Nilai-nilai, apakah disadari atau tidak, merupakan inti dari tindakan yang kita lakukan. Waktu yang diluangkan khusu untuk mengeksplorasi nilai-nilai individual dan nilai-nilai kolektif kita sendiri merupakan waktu yang sangat berharga dan kelak akan berpengaruh terhaap segala sesuatu yang kita kerjakan di sekolah.
Kapan Visi, Misi, dan Tujuan Dirumuskan?
Proses Perencanaan Pengembangan Sekolah sering bermula dengan hal pokok tersebut, yakni perumusan visi, misi, dan tujuan. Namun demikian, ada sekolah yang merasa lebih terbantu untuk memulai perencanaan dengan mentelaah (review) dan dengan mendalami pemahaman terhadap visi, misi, dan tujuan, melakukan klarifikasi melalui partisipasi dalam proses perencanaan, dan melalui refleksi terhadap faktor-faktor kontekstual yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional yang kelak berpengaruh terhadap pembentukan masa depan sekolah.
Apabila keputusan yang diambil adalah menunda penyiapan perumusan resmi visi, misi, dan tujuan hingga dicapainya proses perencanaan pada tahap lebih lanjut, sangat dianjurkan agar sedari awal dilakukan identifikasi terhadap nilai-nilai bersama yang mendasari telaah dan mengusahakan pengembangan. Klarifikasi dan elaborasi terhadap prinsip-prinsip dasar tersebut dijadikan bagian integral dari proses perencanaan.
Visi merupakan gambaran positif kemana kita akan menuju di masa yang akan datang. Sistem pendidikan nasional, misalnya, memiliki visi "terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah." Untuk mencapai visi ini, kita harus mengerahkan semua daya dan upaya yang untuk mengatasi berbagai tantangan dan memanfaatkan berbagai peluang yang kita hadapi.
Rumusan visi harus spesifik dengan agenda yang jelas dan kuat, sesuatu yang bermakna untuk dicapai. Rumusan visi harus sederhana, mudah dipahami, lengkap dan menjadi milik semua pihak terkait, dan menjadi penentu arah yang kita tuju. Visi harus bersifat jangka panjang. Agar memudahkan kita untuk mengingatnya, kita sering merumuskan visi dalam bentuk yang pendek berupa sebuah frasa yang mudah ditangkap.
Pertanyaan mendasar yang harus dikemukakan ketika merumuskan visi sekolah adalah:
"Sosok sekolah seperti apa yang saya inginkan pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang?"
Untuk menjawab pertanyaan ini harus memanfaatkan pengatahuan tentang kondisi sekolah yang ada saat ini untuk menentukan apa yang mungkin dicapai pada kurun waktu lima atau sepuluh tahun mendatang. Langkah pertama untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dilakukan melalui curah pendapat (brainstorming) yang melibatkan guru, staf sekolah, orang tua, dan komite sekolah. Setiap orang diberi kesempatan untuk mengemukakan dua atau tiga kata kunci yang mengambarkan sosok sekolah yang diinginkan pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Catat semua kata-kata kunci yang mengemuka.
Langkah berikutnya adalah mengelompok-kelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu. Sekolah yang berhasil biasanya memiliki karakteristik yang dapat dikelompokkan menjadi lima kategori: hasil pendidikan, proses pendidikan, dan citra sekolah dimasyarakat. Contoh visi SD dapat dirumuskan sebagai berikut:
"SDN Kesatrian I Kecamatan Pringgondani Kabupaten Amarta
menjadi sekolah yang terunggul bertaraf internasional
menjelang tahun 2015"
Rumusan visi memberikan arah kemana sekolah akan dikembangkan dalam ruang lingkup yang luas. Pada contoh tersebut, makna kata terunggul
dan bertaraf internasional harus disepakati oleh semua pihak terkait.
Bagi sekolah yang telah memiliki rumusan visi, langkah awal yang mungkin dilakukan dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah adalah melakukan telaah terhadap rumusan visi yang ada untuk menentukan relevansi dan validitas dengan kondisi terkini. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam telaah ini antara lain:
Aspek-aspek mana dari rumusan visi yang ada masih relevan?
Dalam kaitannya dengan kebutuhan akan perubahan masyarakat yang berlangsung saat ini, apa yang perlu duperbarui, ditambahkan, atau dihilangkan dari rumusan visi tersebut?
Bagaimana visi tersebut dapat dipertahankan dalam masyarakat sekolah?
Sejauh mana kebijakan dan dokumentasi sekolah menceminkan visi tersebut?
Sejauh mana kurikulum merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam visi sekolah?
Sejauh mana manajemen sekolah merefleksikan nilai-nilai dan keyakinan yang dinyatakan dalam rumusan visi?
Sejauhmana hubungan di lingkungan internal sekolah dan antara berbagai pihak di kalangan warga sekolah merefleksikan rumusan visi tersebut?
Sejauhmana rumusan visi merefleksikan kebutuhan sebuah masyarakat multi-kultural yang kompleks?
Telaah tersebut dapat dilakukan melalui survei sederhana dangan meminta warga sekolah untuk memberikan tanggapan atas rumusan visi sekolah yang telah ada. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan terdahulu dapat menjadi titik tolak untuk mengeksplorasi persepsi warga sekolah terhadap rumusan visi yang ada dan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang memerlukan perubahan dan pengembangan.
Merumuskan Misi Sekolah
Misi merupakan pernyataan tentang bagaimana kita memberikan layanan kepada peserta didik dan mencapai visi yang telah dirumuskan. Misi bukan merupakan jabaran dari visi, akan tetapi misi merupakan "cara" untuk mencapai visi. Merumuskan misi sekolah berarti merumuskan pernyataan tentang bagaimana kita akan melaksanakan pendidikan dan bagaimana kita akan mencapai visi. Kita dapat melakukan hal ini hanya jika kita mampu memenuhi kebutuhan siswa. Selain itu, kita juga harus menerapkan berbagai pendekatan dan strategi yang tepat. Selanjutnya kita juga harus secara intensif memastikan bahwa filosofi dan nilai-nilai yang kita anut menjadi pijakan dan acuan dalam tindakan atau budaya yang ingin kita terapkan dalam menjalankan roda sekolah.
Rumusan misi sekolah harus memenuhi indikator-indikator berikut:
Tugas utama sekolah (apa yang dikerjakan oleh sekolah)
Siswa, pendidik dan tenaga kependidikan, stake holder lainnya (siapa yang dilayani oleh sekolah)
Kebutuhan khusus peserta didik yang dipenuhi oleh sekolah (menunjukkan keunikan dan mengapa hal itu dibutuhkan)
Strategi umum yang digunakan (bagaimana proses pendidikan yang diselenggerakan akan mencapai keunggulan yang diinginkan)
Filosofi dan nilai-nilai (budaya yang diinginkan, mengapa kita melakukan sesuatu dengan cara ini)
Contoh rumusan misi:
"SDN Kesatrian I Kecamatan Pringgondani Kabupaten Amarta menyelenggarakan pendidikan dasar yang bertaraf internasional yang
menjamin semua siswa mencapai prestasi terbaik dalam bidang akademik dan non-akademik melalui pendidikan yang membelajarkan dan
pengelolaan yang strategis"
Pada Bab I Bahan Bintek ini telah dikemukakan hierarki tujuan yang meliputi tujuan strategis, tujuan taktis, dan tujuan operasional. Tujuan yang maksud pada bagian ini adalah tujuan pada tingkat strategis, yakni tujuan yang dirumuskan untuk dicapai oleh sekolah secara keseluruhan. Sesuai dengan sifatnya, tujuan strategis merupakan pernyataan umum tentang arah kemana kelak organisasi akan menuju di masa depan.
Tujuan strategis dapat dibedakan menjadi delapan tipe. Sekolah dapat menggabungkan dua atau lebih dari tipe-tipe tujuan itu sesuai dengan rumusan visi dan misinya serta nilai-nilai dasar yang dianut.
Pangsa Pasar Pendidikan: Tujuan yang mengindikasikan dimana posisi yang diinginkan sekolah di masa depan relatif terhadap sekolah lain yang sejenis terkait dengan keberterimaan lulusan oleh SMP dan juga kualitas dan kuantitas calon siswa yang berminat menjadi siswa di sekolah tersebut.
Inovasi Pendidikan: Tujuan yang mengindikasikan komitmen pihak pengelola sekolah terhadap pengembangan layanan pendidikan baru dan pendekatan, strategi, atau metode baru dalam penyelenggaraan pendidikan.
Produktivitas Pendidikan: Tujuan yang mengarah pada level efisiensi, produktivitas dan kualitas pendidikan.
Sumberdaya fisik dan keuangan: Tujuan yang berkaitan dengan penggunaan, perolehan, dan pemeliharaan sumber-sumber investasi dan keuangan.
Keuntungan: Tujuan yang memfokus pada tingkat keuntungan dan indikator-indikator yang berkaitan dengan kinerja keuangan sekolah.
Kinerja dan Pengembangan Manajemen: Tujuan yang menekankan pada tingkat produktivitas dan pertumbuhan manajemen.
Kinerja dan Sikap Pendidik dan Tenaga Kependidikan: Tujuan yang berkaitan dengan tingkat produktivitas dan prilaku positif yang diharapkan dari kalangan staf sekolah.
Tanggung Jawab Sosial: Tujuan yang mengindikasikan tanggung jawab sosial sekolah terhadap para pihak yang berkepentingan di luar sekolah dan masyarakat.
Agar tujuan benar-benar efektif dan cukup punya peluang untuk dicapai, maka rumusan tujuan harus memenuhi sejumlah kriteria keefektifan. Kriteria keefektifan tujuan dapat dilihat dari karakteristik tujuan itu sendiri dan prilaku dalam proses tujuan itu dirumuskan. Dari segi karakteristiknya, sebuah tujuan yang efektif harus memenuhi lima kriteria: spesifik dan terukur, mencakup dimensi-dimensi kunci, realistis namun menantang, terbatasi oleh kurun waktu tertentu, dan terkait dengan imbalan atau ganjaran. Dari segi prilaku dalam proses perumusannya, sebuah tujuan akan efektif apabila mampu membangun kerjasama diantara bagian-bagian yang ada dalam organisasi sekolah dan adanya partisipasi dari semua warga sekolah untuk mengadopsi dan mengimplementasi tersebut. Uraian berikut memaparkan secara rinci kriteria keefektifan tujuan tersebut. Untuk memudahkan kita mengingat, tujuh kriteria tujuan yang efektif tersebut dapat diringkas menjadi lima kriteria yang disingkat SMART. Kelima kriteria itu meliputi: spesifik (specific), dapat dikelola pencapaiannya (manageable), disepakati (agreed upon) oleh semua warga sekolah, didukung sumber daya yang memadai (resources supported), dan terdapat batasan waktu (time-bound).
BAB V
TELAAH DIRI
Tujuan telaah diri adalah untuk memampukan (enabling) warga sekolah: (1) mendefinisikan kondisi dari sekolah saat ini; (2) menganalisis kondisi saat ini dalam kaitannya dengan bagaimana dan seperti apa sekolah kelak diinginkan di masa depan; dan (3) mengidentifikasi perubahan-perubahan yang harus dilakukan. Telaah diri dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Uraian berikut ini menyajikan garis-garis besar sejumlah pendekatan yang dapat diadaptasi sesuai dengan kondisi yang beragam.
Merencanakan Telaah Diri
Pastikan bahwa telaah difokuskan pada isu-isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi
Anggota staf yang tidak terbiasa dengan proses telaah diri yang sistematis dapat merasa tidak nyaman. Pengakuan terhadap adanya sensitifitas semacam itu dan pengarahan berbagai bentuk ekspresi atas dasar kesadaran membuka diri merupakan hal yang penting. Dengan demikian, perlu ditekankan sejak awal bahwa fokus telaah adalah pada isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi, dan pembahasan mengenai keterbatasan yang ada di sekolah saat ini hendaknya dilakukan secara santun dan dalam niatan untuk membangun.
Pastikan bahwa proses telaah diri memiliki orientasi positif
Dalam rangka memperkuat moral, manfaatkan peluang yang ada untuk membangkitkan kesadaran mengenai kekuatan sekolah dan untuk mengakui prestasi yang dicapai sekolah. Jika fokusnya terletak pada bagaimana membuat sekolah yang baik menjadi lebih baik, telaah tersebut dapat berupa pemberian energi pengalaman.
Arahkan ruang lingkup telaah diri pada kondisi sekolah secara utuh
Perlu diingat bahwa telaah diri bukan merupakan akhir dari segalanya akan tetapi merupakan alat untuk memperjelas jalan ke masa depan, jalan menuju masa depan yang lebih baik. Keefektifan telaah diri diukur dari apa yang terjadi berikutnya. Dengan demikian, ruang lingkup Telaah diri harus memadai dalam memampukan warga sekolah untuk membentuk asesmen yang realistis terhadap kebutuhan dan peluang sekolah sebagai dasar perencanaan yang akan dilakukan. Namun demikian, telaah diri hendaknya tidak terlalu luas sehingga menguras energi warga sekolah secara berlebihan, yang dapat berakibat pada tidak adanya daya untuk bertindak yang mengarah pada pencapaian dampaknya.
Akan sangat membantu apabila kita berfikir bahwa sekolah merupakan sebuah mekanisme yang terdiri dari ratusan bagian yang sama-sama bergerak. Mekanisme itu memerlukan pemeliharaan secara teratur untuk menjamin kesinambungan kinerja yang optimal. Mekanisme itu memerlukan bongkar-pasang secara periodik yang dapat mencakup pemasangan bagian-bagian baru dalam rangka membuatnya mampu memenuhi standar-standar baru. Akan tetapi apabila Anda memisah-misahkannya untuk mengetahui apa yang membuatnya muncul, telaah diri dengan sendirinya akan terhenti. Dan semakin lengkap telaah tersebut dipisah-pisahkan, semakin sulit untuk memulainya lagi.
Atau, sekolah dapat diibaratkan sebagai organisme hidup yang rumit. Untuk menjamin kesehatannya agar selalu optimal, sekolah memerlukan asupan gizi dan pemeliharaan secara terus-menerus. Apabila dikehendaki agar kegiatan dan dinamikanya terus jaga, sekolah memerlukan perlakukan periodik untuk mencegah terjadinya luka dan sakit. Jika Anda memecah-belah sekolah untuk memahami struktur dan prosesnya, berarti Anda membunuhnya.
Dalam model ini, telaah bercakupan luas dilakukan dan pandangan-pandangan stakholder digali sebelum keputusan mengenai prioritas pengembangan sekolah dibuat. Proses Telaah ini meliputi:
- Pengumpulan data tentang semua faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap pengembangan sekolah.
- Pengintegrasian data kedalam pandangan strategis sekolah
- Identifikasi kebutuhan dan peluang pengembangan.
- Prioritisasi dan pemilihan opsi-opsi pengembangan
Model ini dapat disajikan dalam bentuk Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Model Analisis Strategis Komprehensif
Pengumpulan Data Yang Berkaitan Dengan Faktor-Faktor Kunci
- Jenis Data
Sekolah membutuhkan data-data yang berkaitan dengan faktor-faktor berikut.
- Tujuan, provisi, dan kinerja sekolah saat sekarang
- Situasi Sekolah: Fakta dan yang diinginkan
- Pandangan stakeholder terhadap situasi tersebut: persepsi dan opini
- Faktor konteks yang mendorong perubahan dan pengembangan
- Keinginan dan harapan dari siswa dan orang tua (kondisi sekarang dan potensi);
- Keinginan dan harapan staf;
- Kebijakan dan peraturan yang dibuat pemerintah pusat dan daerah;
- Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi populasi jumlah siswa, seperti: Pertumbuhan penduduk, Transportasi, Keberadaan sekolah lain, dan Reputasi sekolah di masyarakat;
- Tren perkembangan pendidikan, ekonomi, dan sosial.
- Data mengenai tujuan, provisi, dan kinerja sekolah saat ini.
- Data tentang Situasi Sekolah terkini dapat dikumpulkan melalui:
- Menghimpun dan mengorganisasikan informasi faktual yang telah tersedia, seperti rekaman kehadiran, tingkat putus sekolah, rekaman kedisiplinan, hasil-hasil ujian, skor ujian, kurikulum, pola-pola mata pelajaran, tujuan, kebijakan dan praktik, profil staf, profil siswa, hasil-hasil telaah dan pengawasan dari pihak eksternal yang sedang berlaku.
- Mengadakan survei pada aspek-aspek praktis mengenai informasi-informasi yang kurang tersedia dengan memadai, seperti gaya mengajar guru, metode pemberian pekerjaan rumah, penggunaan TIK atau perlengkapan audio-visual. Instrument survei yang dapat digunakan dapat meliputi: Kuesioner, Rekaman observasi, Log, atau Wawancara.
- Data-data tentang pandangan stakeholders terhadap provisi dan kinerja sekolah saat sekarang. Data ini dapat dikumpulkan melalui survey untuk menentukan pandangan stakeholder (guru, orang tua, masyarakat) terhadap bidang-bidang pokok dalam kehidupan sekolah. Instrument yang dapat digunakan antara lain:
- Kuesioner (pertanyaan jawaban terbuka)
- Kuesioner (pertanyaan jawaban tertutup)
- Wawancara terstruktur.
Untuk memastikan keefektifan pengumpulan data tentang pandangan stakholder sebaiknya digunakan daftar centang atau kuesioner dengan pertanyaan jawaban terbuka untuk mengidentifikasi bidang-bidang umum yang menjadi perhatian mereka. Dari hasil ini kemudian dikembangkan kuesioner rinci yang memfokus secara langsung pada masing-masing bidang itu.
- Data mengenai faktor-faktor kontektual yang dapat mendorong perubahan dan pengembangan
- Data tentang keinginan dan harapan siswa, orang tua, dan staf dapat dikumpulkan dengan cara:
- Pengumpulan dan pengorganisasian balikan dari rapat orang tua dan guru, pendekatan individual terhadap orang tua atau siswa, himpunan orang tua, organisasi siswa, rapat staf, pendekatan individual terhadap guru atau kelompok mata pelajaran atau bidang keahlian.
- Survei untuk menggali keinginan, preferensi, dan harapan. Survei ini dapat dilakukan bersamaan dengan survei mengenai situasi sekolah terkini. Instrumen survei dapat berupa kuesioner atau wawancara.
- Data tentang kebijakan dan peraturan pemerintah dapat dikumpulkan melalui:
- Pelacakan sistematis (systematic scanning) terhadap dokumen-dokumen pemerintah pusat dan daerah yang beredar, berita-berita pada media masa, dan internet (website).
- Perekaman sistematis (systematic recording) tentang hal-hal yang berimplikasi pada sekolah dengan mengunakan format-format yang memudahkan pencarian kembali maupun untuk keperluan analisis.
Akan sangat membantu apabila tugas-tugas ini dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diberi tanggung jawab khusus untuk itu secara berkesinambungan.
- Data faktor-faktor lokal dapat dikumpulkan dengan cara:
- Mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi-informasi faktual yang telah tersedia, seperti statistik perkembangan penduduk di wilayah sekitar sekolah, jumlah sekolah setingkat di bawahnya, atau informasi mengenai rancana pembangunan daerah, transportasi, dan berbagai layanan yang diberikan oleh sekolah lain. Media masa lokal akan sangat membantu.
- Mengadakan penelitian mengenai penyebaran lulusan sekolah setingkat di bawahnya untuk melanjutnya ke sekolah-sekolah yang ada di wilayah yang bersangktuan, preferensi orang tua yang memilih sekolah lain, atau reputasi sekolah pada semua lapisan masyarakat. Instrumen-instrumen survei yang dapat digunakan untuk pengumpulan informasi itu dapat berupa Kuesioner atau Pedoman Wawancara
- Pelacakan sistematis sambil jalan terhadap sumber-sumber informasi lokal.
Akan sangat membantu apabila tugas-tugas ini dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diberi tanggung jawab khusus untuk itu secara berkesinambungan.
- Data tentang perkembangan nasional maupun global berkaitan dengan pendidikan, ekonomi, dan sosial dapat dikumpulkan melalui:
- Pelacakan sistematis (systematic scanning) terhadap kecenderungan perkembangan itu.
- Perekaman sistematis (systematic recording) tentang hal-hal yang berimplikasi pada sekolah dengan menggunakan format-format yang dirancang khusus agar memudahkan pencarian kembali maupun untuk dianalisis.
- Akan sangat membantu apabila tugas-tugas ini dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diberi tanggung jawab khusus untuk itu secara berkesinambungan.
Mengintegrasikan Data Kedalam Sudut Pandang Strategis Sekolah
Akumulasi data dapat menjadi landasan perencanaan yang efektif hanya apabila data-data itu dihimpun menjadi satu dalam bentuk yang koheren terkait dengan situasi sekolah. Oleh karena itu sekolah perlu melakukan pentelaahan berkaitan dengan:
- Kekuatan internal yang menjadi soko guru pengembangan sekolah;
- Kelemahan-kelemahan internal yang harus diatasi;
- Peluang pengembangan yang terdapat pada faktor-faktor latar/lingkungan
- Ancaman atau hambatan yang terdapat pada faktor-faktor latar/lingkungan
Telaah tersebut biasa disebut dengan analisis kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat), yang disingkat SWOT Analysis. sekolah tersebut (Lembar Kerja Telaah Sekolah A.1 Ver. 7 pada Lampiran) merupakan instrumen yang bermanfaat untuk menata data dalam bentuk yang bermakna dan untuk mengintegrasikannya kedalam pandangan strategis sekolah.
Identifikasi Kebutuhan dan Peluang Pengembangan
Hasil analisis SWOT yang tuntas akan memampukan sekolah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan peluang pengembangan dalam cakupan yang luas. Hasil-hasil yang tercantum dalam analisis SWOT harus dikaji untuk memastikan bahwa hasil-hasil analisis itu mencakup perubahan atau pengembangan yang harus diakomodasi oleh sekolah selama proses perencanaan.
BAB VI
PEMILIHAN PRIORITAS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
Pemilihan Prioritisasi
Ruang lingkup kebutuhan dan peluang pengembangan ada kalanya melebihi kapasitas sekolah. Untuk itu, diperlukan adanya penentuan prioritas.
- Perubahan dan pengembangan yang dipilih pertama-tama harus dicatat, oleh karena sekolah tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakannya, pengimplementasian perubahan itu akan mengurangi sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk pengembangan yang lain.
- Kebutuhan dan peluang pengembangan yang lain harus disusun prioritasnya berdasarkan:
- Kepentingannya:
- Relevansinya terhadap misi, visi, dan tujuan strategis sekolah.
- Pentingnya pengembangan sekolah dalam kaitannya dengan semua faktor konteks.
- Keterlaksanaan (Fisibilitas):
- Kemampuan sekolah yang ada sekarang untuk memberikan dukungan sumber daya manusia, keahlian, energi, waktu dan dana untuk mewujudkannya.
- Akseptabilitas:
- Komitmen sekolah saat sekarang untuk mewujudkannya.
Teknik Penentuan Prioritas
Sebagai awal dari proses penentuan prioritas, semua pihak yang terlibat harus melakukan refleksi terhadap visi, misi,dan tujuan serta hasil analisis SWOT. Selanjutnya, para pihak itu harus mengikuti prosedur seleksi. Saran-saran berikut ini barangkali dapat membantu dalam proses penentuan pendekatan penetapan prioritas tersebut.
- Refleksi Individual, Diskusi Kelompok, Diskusi Pleno
- Dotmokrasi
- Jaringan/Grafik
- Nyata/Ideal
Dalam penentuan prioritas dan seleksi program, sekolah perlu mempertimbangkan hal-hal umum sebagai berikut.
- Jangan melakukan hal yang terlalu banyak sekaligus.
- Buatlah keseimbangan yang tepat antara pemeliharaan dan pengembangan (maintenance and development)
- Buatlah keseimbangan yang tepat antara proyek pengembangan berskala besar dan berskala kecil.
- Buatlah keseimbangan yang tepat antara hal-hal yang wajib dan yang bersifat pilihan (the unavoidable and the discretionary)
- Perhatikan aspek-aspek yang merupakan akar maupun cabang-cabangnya
- Perhatikan hubungan antar prioritas
- Jangan hindari hal-hal yang tidak diharapkan
- Sebelum melalukan finalisasi pilihan, pertimbangkan keterpaduan pilihan-pilihan itu dalam gambaran yang lebih besar
Merancang Strategi
- Pengertian Strategi
Hasil dari tahapan telaah diri adalah serangkaian keputusan tentang prioritas pengembangan sekolah selama kurun waktu siklus perencanaan yang disusun. Prioritas-prioritas itu dapat dinyatakan sebagai tujuan strategis. Keputusan tidak akan berdampak apapun jika tidak diwujudkan dalam tindakan yang bersifat strategis.
Strategi adalah "suatu pertimbangan dan pemikiran yang logis, analitis serta konseptualisasi hal-hal penting atau prioritas (baik dalam jangka panjang, pendek maupun mendesak), yang dijadikan acuan untuk menetapkan langkah-langkah, tindakan, dan cara-cara (taktik) ataupun kiat (jurus-jurus) yang harus dilakukan secara terpadu demi terlaksananya kegiatan operasional dan penunjang dalam menghadapi tantangan yang harus ditangani dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan ataupun sasaran-sasaran dan hasil (output) yang harus dicapai serta kebijaksanaan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Strategi paling baik didefinisikan sebagai "melakukan hal yang benar" sementara taktik adalah "melakukan segalanya dengan benar". Strategi yang baik datang dari cara berfikir yang benar. Dalam mengembangkan strategi, dua pertanyaan mendasar harus dijawab, yaitu:
- Apa yang harus dilakukan?
- Bagaimana melakukannya?
Daft (1988) mendefinisikan strategi sebagai rencana tindakan yang berupa penentuan alokasi sumber daya dan kegiatan untuk bergelut dengan lingkungan dan membantu organisasi mencapai tujuannya. Pada level tertinggi dalam sebuah struktur organisasi, tingkat sekolah misalnya, strategi yang digunakan disebut dengan grand strategy. Strategi ini diartikan sebagai rencana umum mengenai tindakan utama malalui mana sebuah organisasi berniat untuk mencapai tujuan jangka panjangnya.
- Macam-Macam Strategi
Terdapat berbagai opsi strategi yang dapat dipilih oleh sekolah dalam rangka mencapai tujuan strategisnya. Beberapa tipologi strategi tersebut diuraikan secara singkat sebagai berikut.
- Kategorisasi Grant Strategy
Grant strategy dibedakan menjadi tiga kategori: pertumbuhan, stabilitas, dan penghematan atau retrenchment.
Pertumbuhan. Pertumbuhan atau growth dapat didorong dari dalam dengan cara meningkatkan investasi dalam bentuk peningkatan kesempatan akses masyarakat atau meningkatkan diversifikasi layanan pendidikan atau meningkatkan standar kualitas layanan di atas standar yang berlaku umum, standar nasional misalnya.
Stabilitas. Stabilitas, kadang-kadang disebut strategi berhenti sesaat (pause strategy), berarti bahwa sekolah ingin tetap berada pada kondisinya sekarang atau tumbuh perlahan-lahan dan tetap terkendali. Ketika sebuah SD atau MI telah mengalami pertumbuhan yang pesat dan berhasil mencapai puncak visi yang diinginkan, sekolah itu biasanya memfokuskan diri pada strategi stabilitas untuk mengintegrasikan semua unit yang ada agar tetap berada pada kondisi puncak itu dengan terus meningkatkan efisiensi.
Penghematan. Penghematan berarti bahwa sekolah melakukan pengurangan layanan pendidikan dengan mempersempit jenis program pendidikan yang diberikan. Cara ini dapat dilakukan dengan menghentikan sejumlah program kurikuler yang bersifat pengayaan atau menghentikan sejumlah kegiatan ekstra kurikuler tidak diminati siswa atau mengurangi jumlah siswa yang diterima. Hal ini tentu akan berdampak pada pengurangan sumber daya yang diinvestasikan, baik SDM maupun sumberdaya lainnya.
- Tipologi Strategi Adaptif dari Miles dan Snow
Terdapat empat tipologi organisasi yang digunakan dasar dalam mengelompokkan strategi pengembangan oleh Miles dan Snow, yaitu prospector, defendor, analyzer, dan reactor. Hubungan antara masing-masing tipologi ini dengan strategi, kondisi lingkungan eksternal, dan karakteristik organisasi dirangkum pada Tabel 5.1.
Tabel 6.1 Tipologi Strategi Adaptif Menurut Miles dan Snow
Tipologi Organisasi | Strategi | Lingkungan | Karakteristik Organisasi |
Prospector | Inovasi, Mencari Peluang Pasar Baru, Tumbuh Ambil Resiko | Dinamis Tumbuh | Kreatif Inovatif Fleksible Desentralisasi |
Defendor | Melindungi teritorialnya Penghematan Mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki | Stabil | Kontrol ketat Sentralisasi Efisiensi produksi Overhead rendah |
Analyser | Mempertahankan pasar yang ada disertai inovasi sekedarnya | Perubahan tingkat menengah | Kontrol dan fleksibilitas ketat Produksi yang efisien Kreativitas |
Reactor | Tidak memiliki strategi yang jelas Bereaksi terhadap kondisi-kondisi spesifik Mengambang, mengalir mengikuti arus | Kondisi apapun | Pendekatan organisasional tidak jelas Bergantung pada kebutuhan sesaat |
- Strategi Kompetitif dari Porter
Michael E. Porter meneliti sejumlah strategi pada organisasi bisnis dan menganjurkan tiga strategi yang efektif pada tingkat manajemen menengah: diferensiasi (differebtiation), kepemimpinan berbiaya (cost leadreship), dan fokus.
Diferensiasi. Strategi ini mencakup usaha-usaha untuk membuat semua proses dan hasil pendidikan berbeda dengan SD atau MI yang lain. Sekolah dapat memanfaatkan promosi, program-program pendidikan yang unik, standar kualitas yang lebih unggul, piranti teknologi yang khusus sehingga dihasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang bersifat khas, unik dan memiliki keunggulan kompetitif. Tentu saja keunikan dan kekhasan itu harus tetap pada kerangka visi, misi, tujuan, dan kebijakan-kebijakan pendidikan yang berlaku secara nasional, regional, lokal, maupun SD/MI itu sendiri.
Kepemimpinan Pembiayaan (Cost Leadership). Dengan strategi ini berarti sekolah sacara agresif menggunakan sumber daya yang efisien, berusaha mengurangi anggaran, dan memperketat pengendalian anggaran agar pelaksanaan pendidikan lebih efisien dibandingkan lembaga lain yang sejenis.
Fokus. Dalam strategi ini, sekolah berkonsentrasi pada kebutuhan masyarakat tertentu atau pada program-program khusus yang dijadikan unggulan. Sebuah sekolah yang melayani khusus siswa-siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri, misalnya, dapat menggunakan strategi ini dengan memberikan layanan pendidikan khusus kepada mereka yang berkemampuan dan berkemauan memperoleh pendidikan di luar negeri. Kurikulum, pendekatan pendidikan, dan sumber daya pendukung yang digunakan disesuaikan dengan usaha pembiasaan siswa untuk belajar di luar negeri. Konsentrasi pada satu program keahlian khusus untuk memenuhi standar kompetensi industri tertentu di sebuah SMK merupakan contoh lain dari penggunakan strategi terfokus ini.
- Strategi Berbasis Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan sebuah metode untuk menguji strategi-strategi yang potensial yang dikembangkan atas dasar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Melalui pengombinasian masing-masing unsur dan data yang luas yang telah trekumpul sebagai hasil analisis dapat berfungsi sebagai pemicu diskusi dan perbaikan strategi yang selama ini telah digunakan atau mengembangkan strategi-strategi baru. Matrik SWOT dapat membantu pengembangan strategi dengan menggunakan alat SWOT Analysis ini.
Matrik SWOT pada dasarnya merupakan daftar dari kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman, serta kombinasi dari Strengths (S) dan Opportunities (O), Strengths (S) dan Threats (T), Weaknesses (W) dan Opportunities (O), Weaknesses (W) dan Threats (T). Terdapat empat pilihan strategi dalam matrik SWOT: competition, mobilization, investment/divestemen, dan damage control.
- Strategi competition diterapkan apabila sekolah berada dalam posisi yang kuat dan banyak peluang yang teridentifikasi (S-O). Strategi ini merupakan pemanfaatan peluang berdasarkan kekuatan yang dimiliki.
- Strategi mobilization dipilih apabila organisasi memiliki kekuatan yang cukup, tetapi diluar sana banyak ancaman yang harus dihadapi (S-T). Dengan kata lain, organisasi harus menanggulangi ancaman dengan memanfaatkan kekuatan yang ada.
- Strategi investment/divestment diambil apabila organisasi dalam kondisi yang lemah akan tetapi banyak peluang yang tersedia (W-O). Dengan strategi ini organisasi memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kekuatannya.
- Strategi damage control dipakai apabila organsasi berada pada kondisi lemah dan harus banyak menghadapi ancaman (W-T). Dengan strategi ini organisasi harus menekan kelemahan dan ancaman secara bersama-sama.
Format matrik SWOT dimaksud adalah sebagai berikut:
Tabel 6.2 Matrik SWOT
OPPORTUNITIES
1. …………….….……...
2. ……………………….
3. ………………..……...
4. ………………..……...
THREATS
1. …………………..…..
2. …………………..…..
3. …………………..…..
4. …………………..…..
STRENGTH
1. ………………………
2. ………………………
3. ………………………
4. ………………………
SO
Competition
ST
Mobilization
WEAKNESS
1. ………………………
2. ………………………
3. ………………………
4. ………………………
WO
Investment/Divestmen
WT
Damage control
OPPORTUNITIES 1. …………….….……... 2. ………………………. 3. ………………..……... 4. ………………..……... | THREATS 1. …………………..….. 2. …………………..….. 3. …………………..….. 4. …………………..….. | |
STRENGTH 1. ……………………… 2. ……………………… 3. ……………………… 4. ……………………… | SO Competition | ST Mobilization |
WEAKNESS 1. ……………………… 2. ……………………… 3. ……………………… 4. ……………………… | WO Investment/Divestmen | WT Damage control |
- Matriks MacMillan
Kisi-kisi strategi ini, yang dikembangkan oleh Dr. Ian Macmillan, dirancang khusus untuk membantu organisasi nir-laba, seperti sekolah, untuk merumuskan strategi organisasi. Terdapat tiga asumsi yang menjadi dasar pendekatan ini: (1) kebutuhan sumber daya pada dasarnya bersifat kompetitif dan semua organisasi yang ingin bertahan hidup harus menyadari dinamika itu; (2) oleh karena sumber daya yang tersedia itu sangat terbatas, maka tidak ada ruang untuk duplikasi layanan jasa kepada satu konstituen karena hal ini dipandang sebagai pemborosan dan tidak efisien; (3) layanan jasa yang berkualitas rendah atau biasa-biasa saja dan diberikan kepada kahlayak luas kurang disukai dibandingkan dengan jasa berkualitas tinggi dan diberikan kepada khalayak khusus.
Asumsi-asumsi ini memberi implikasi yang sulit dan menyakitkan bagi kebanyakan sekolah. Hal ini dapat ditindak lanjuti dengan penghentian program-program tertentu untuk meningkatkan jasa dan kompetensi utama, memberikan program-program dan khalayak sasaran yang lebih efisien dan efektif, atau berkompetisi secara agresif melalui program-program yang tingkat efesiensi dan efektifitasnya rendah. Matrik MacMillan menguji empat dimensi program yang dapat membantu penempatan dalam kisi-kisi strategi tersebut dan mengindikasikan strategi yang dapat dipilih.
- Kesesuaian dengan visi, misi, dan tujuan
Program-program sekolah yang tidak sejalan dengan visi, misi, dan tujuan, tidak dapat sekolah mampu didukung oleh pengetahuan dan keterampilan organisasi, tidak memampukan sekolah untuk melakukan penggunaan sumber daya bersama, dan/atau tidak memampukan sekolah untuk melakukan koordinasi kegiatan lintas program sebaiknya dikurangi.
- Posisi Kompetitif
Posisi kompetitif mengacu pada sejauh mana sekolah memiliki kekuatan dan potensi yang lebih kuat untuk mendanai program dan memberikan layanan berbasis klien dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain di sekitarnya.
- Kemenarikan Program
Kemenarikan program dilihat dari kompleksitasnya terkait dengan pengelolaan porgram itu sendiri. Program-program dengan penolakan yang rendah dari klien, mengalami pertumbuhan layanan berbasis klien, mudah keluar dari hambatan yang dihadapi, dan didukung sumber daya keuangan yang stabil merupakan program yang sederhana dan "mudah dikelola." Level kemenarikan program juga mencakup perespektif ekonomi atau telaah terhadap peluang investasi sekarang dan masa yang akan datang.
- Cakupan Alternatif
Cakupan alternatif adalah banyaknya organisasi lain yang berusaha untuk memberikan atau ingin berhasil melaksanakan program yang sama di wilayah yang sama dan kepada konstituen yang sama pula.
Matrik MacMillan (Tabel 5.1) terdiri dari sepuluh sel untuk menempatkan program-program yang telah ditelaah atas dasar empat dimensi tersebut. Masing-masing sel digunakan untuk menetapkan strategi yang mengarahkan langkah ke depan dari program-program yang tercantum dalam sel itu.
Tabel 6.3 Matrik MacMillan
Kemenarikan Program Tinggi: | Kemenarikan Program Rendah: | ||||
Cakupan Alternatif Tinggi | Cakupan Alternatif Rendah | Cakupan Alternatif Tinggi | Cakupan Alternatif Rendah | ||
Kesesuaian dengan Visi, Misi, & Tujuan Baik | Posisi Kompetitif Kuat | 1. Kompetisi Agresif (Aggressive | 2. Pertumbuhan Agresif (Aggressive | 5. Meniru pesaing yang terbaik (Build up the best competitor) | 6. "Soul of the Agency" |
Posisi Kompetitif Lemah | 3. Divestasi Agresif (aggressive divestment) | 4. Membangun Kekuatan atau berhenti (build up strength or get out) | 7. Divestasi dengan Teratur (orderly disvestment) | 8. "Bantuan dari Luar" (Foreign Aid) atau Kerja Sama | |
Kesesuaian dengan Visi, Misi, & Tjuan Rendah |
| 9. Divestasi Agresif (aggressive divestment) | 10. Divestasi Dengan Teratur (orderly disvestment) |
BAB VII
PROGRAM PENGEMBANGAN
Pengertian dan Prinsip-Prinsip Program Pengembangan
Program pengembangan merupakan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mencapai visi, misi, dan tujuan sekolah. Program pengembangan bersifat jangka panjang (5-10 tahun). Program pengembangan merupakan bagian dari proses perencanaan strategis. Pada saat penyusunan program pengembangan, perencana harus telah menuntaskan tugas-tugas: perumusan atau telaah ulang visi, misi, dan tujuan serta analisis strategis yang meliputi telaah diri, analisis SWOT, penetapan prioritas dan strategi. Program pengembangan secara khusus mencakup pembuatan keputusan tentang siapa yang akan mengerjakan apa dan kapan dan dengan langkah-langkah bagaimana untuk mencapai tujuan-tujuan strategis. Rancangan dan implementasi program pengembangan bergantung pada sifat dan kebutuhan masing-masing sekolah.
Masalah utama yang sering muncul saat proses perencanaan sampai pada tahap penyusunan program pengembangan ini antara lain pihak perencana telah mengalami kelelahan setelah menyelesaikan tahap-tahap perencanaan sebelumnya. Penyusunan program pengembangan terasa lebih rumit dan membosankan dibandingkan tahap-tahap perencanaan strategis sebelumnya yang terkesan lebih besifat kreatif. Oleh karena itu, penyusunan program pengembangan sering terabaikan, dan membiarkan hasil-hasil yang diperoleh pada tahap-tahap sebelumnya lebih sebagai "khayalan", pernyataan-pernyataan filosofis yang tidak bermanfaat dan tidak membumi pada realitas kegiatan sekolah sehari-hari. Langkah-langkah penting yang telah dilakukan dalam perencanaan strategis itu menjadi sama sekali tidak berguna.
Program pengembangan merupakan rencana yang harus disusun oleh setiap unit atau individu yang ada dalam struktur organisasi sekolah. Masalah yang sering ditemukan dalam penyusunan program pengembangan adalah kesulitan dalam memadukan rencana yang dibuat oleh masing-masing unit tersebut baik dari sisi substansial maupun format dan tata-tulis. Oleh karena itu sejak awal, harus terdapat kesepahaman di kalangan unit-unit itu bahwa:
- Sasaran dan kegiatan masing-masing program pengembangan harus mengacu pada pengembangan menyeluruh pada tingkat sekolah yang menggambarkan bagaimana masing-masing tujuan strategis akan dicapai.
- Masing-masing unit harus memiliki kegiatan yang memberi kontribusi terhadap program pengembangan sekolah.
- Masing-masing program pengembangan, secara bersama-sama, harus menunjukkan bagaimana kesemuanya akan mengarah pada implementasi program pengembangan sekolah secara keseluruhan.
- Masing-masing program pengembangan dari unit-unit harus menunjukkan hubungannya dengan program pengembangan sekolah secara keseluruhan baik dengan program pengembangan yang lain maupun dengan program pengembangan di tingkat manajemen puncak sekolah
Tujuan dari tahapan merancang program pengembangan ini adalah untuk memampukan masyarakat sekolah menyusun rencana bagaimana menterjemahkan keputusan-keputusan strategis kedalam tindakan. Tahapan penyusunan program pengembangan meliputi:
- Perencanaan Program: membangun program pengembanganan yang rinci yang menentukan apa yang sesungguhnya akan dilaksanakan untuk mencapai masing-masing tujuan.
- Menuliskan Program: merancang struktur program pengembangan yang bersifat menyeluruh serta menyusun draft dan mengkompilasikan semua bagian-bagiannya.
Struktur Program Pengembangan
Penyusunan program pengembangan merupakan proses yang memampukan sekolah untuk: (1) mengidentifikasi secara tepat apa yang diinginkan atau apa yang dibutuhkan untuk mencapai hal-hal yang terkait dengan masing-masing prioritas, (2) merencanakan dan mendokumentasikan sejumlah tindakan untuk mencapainya, dan (3) melakukan monitoring dan evaluasi agar praktik-praktik tersebut dapat diperbaiki seiring dengan berkembangnya pengalaman.
Sebuah program pengembangan harus difokuskan pada prioritas tertentu. Dalam kaitannya dengan prioritas ini, program pengembangan mencakup:
| : | apa yang akan dicapai |
| : | jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai sasaran itu. |
| : | sumber daya manusia, finansial, organisasi, fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam implementasi. |
| : | siapa mengerjakan |
| : | kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan; batas waktu tugas harus diselesaikan |
| : | hasil yang akan menjadi indikator bahwa rencana tersebut sedang atau telah mencapai sasaran yang diinginkan. |
|
Selain terkait dengan pemahaman terhadap persoalan substansial, para penyusun program pengembangan juga harus menyepakati hal-hal yang terkait dengan format dan struktur penulisan. Hal ini sangat penting karena pertimbangan utama dalam merancang dan menulis program pengembangan sekolah adalah bahwa rencana itu harus menjadi dokumen resmi sekolah. Dengan demikian program pengembangan sekolah harus mudah dibaca, mudah diikuti, dan ditata sedemikian rupa sehingga butir-butir isinya mudah dilacak dan ditemukan. Untuk menjamin konsistensi gaya dan tata letak, atau kesesuaian antara bagian-bagian yang berbeda, akan sangat bermanfaat apabila sedini mungkin disepakati tipe dokumentasi yang akan digunakan. Format berikut ini dapat digunanakan untuk membantu menyusun program pengembangan.
PROGRAM PENGEMBANGAN SEKOLAH
TAHUN 20..../20.... s.d 20.../20...
Program | Sarasan | Rancangan Kegiatan (Langkah-Langkah) | Sumber Daya Yang dibutuhlam | Jadwal Pelaksanaan (Tahun) | Indikator Keberhasilan | Penanggung Jawab | ||||||
Jenis Sumber Daya | Perkiaraan Biaya (Rp) | Sumber Dana | 20../ 20.. | 20../ 20.. | 20../ 20.. | 20../ 20.. | 20../ 20.. | |||||
<Program 1> | <sasaran 1.a> <sasaran 1.b> | <Kegiatan 1.1> | <Sumb. Daya 1.1.1> | Rp. ... | Komite | |||||||
<Sumb. Daya 1.1.2> | Rp. ... | Komite & Pemkab | ||||||||||
<Sumb. Daya 1.1.3> | Rp. ... | Pemprop | ||||||||||
<Kegiatan 1.2> | <Sumb. Daya 1.2.1> | Rp. ... | ||||||||||
<Sumb. Daya 1.2.2> | Rp. ... | |||||||||||
<Kegiatan 1.3> | <Sumb. Daya 1.3.1> | Rp. ... | ||||||||||
<Program 2> | <sasaran 2.a> <sasaran 2.b> | <Kegiatan 2.1> | <Sumb. Daya 2.1.1> | Rp. ... | ||||||||
<Sumb. Daya 2.1.2> | Rp. ... | |||||||||||
<Kegiatan 2.2> | <Sumb. Daya 2.2.1> | Rp. ... | ||||||||||
<Program 3> | <Sumb. Daya 3.1.1> | Rp. ... | ||||||||||
dst. | ||||||||||||
Jumlah Perkiraan Biaya |
Keterangan
Nama Program | : | Sebutkan judul program yang akan dilaksanakan |
Sasaran | : | Uraikan sasaran yang ingin dicapai oleh program ini. Penjelasan tersebut harus dapat dijabarkan menjadi Indikator Kinerja yg terukur |
Rancangan Kegiatan | : | Jelaskan rincian, tahapan, dan langkah-langkah umum yang akan lakukan untuk melaksanakan program tersebut dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun sesuai dengan tahapan-tahapan yang dirancang untuk mencapai visi sekolah. Langkah-langkah ini dapat berupa kegiatan-kegiatan yang bersifat umum. Pada setiap kegiatan harus dijelaskan, maksud dan tujuannya secara ringkas dan jelas. |
Sumberdaya yang dibutuhkan | : | Disi sumberdaya beserta besar dan sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk pengadaan, pengoperasian, atau pemeliharaan sumber daya yang bersangkutan. Sumber daya yang dimaksud ini dapat meliputi: sumber daya manusia (guru staf sekolah) dengan kualifikasi atau kompetensi tertentu; sarana atau prasana yang berupa perangkat keras seperti gedung, ruang kelas, lapangan olah raga, peralatan lab, komputer, dsb; buku-buku, majalah atau bahan bacaan lainnya, atau bahan pustaka dalam bentuk digital (elektronik); nara sumber atau tenaga ahli; perangkat lunak berupa dokumen kebijakan, KTSP, RPP, panduan praktikum; dsb. |
Jadwal Pelaksanaan | : | Diisi dengan blok atau tanda silang (X) pada tahun dimana kegiatan akan dilaksanakan |
Indikator keberhasilan | : | Merupakan alat ukur pencapaian sasaran kegiatan (bukan sumber daya) |
Penanggungjawab Aktivitas | : | Orang atau pejabat yang bertanggung jawab atas program yang bersangkutan |
DAFTAR RUJUKAN
Arismunandar. 2007. Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.
Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010. Directorat General of Higher Education, Ministry of National Education Republic of Indonesia.
Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the Potential. A resource pack to enable schools to access articulate and apply ethos values. Dublin: Marino Institute of Education.
Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach. Dublin: Marino Institute of Education.
Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic Education Office. Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press.
Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III: Guidelines for Sub-Project Proposal Submission.
Jakarta: Directorat General of Higher Education, Ministery of National Education.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikas.
Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-Hill, Inc.
Dwyer, B. 1986. Catholic Schools at the Crossroads. Victoria: Dove Communications.
Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of Education.
Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers.
Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An Introduction for Second Level Schools. Dublin: Department of Education & Science.
Hargreaves, A. & Hopkins, D. The Empowered School: the Management and Practice of Developmental Planning. London: Cassell, 1991.
Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective School, London: Paul Chapman Publishing.
Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The Intermediate Technology Group.
Kavanagh, A. (1993). Secondary Education in Ireland: Aspects of Changing Paradigm. Tullow: Patrician Brothers Generalate.
Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge. California: College of Business Administration and Economics, California State University.
Lyddon, J. W. (1999).
Strategic Planning In Smaller Nonprofit Organizations: A Practical Guide for the Process.
Michigan: W.K. Kellogg Foundation Youth Initiative Partnerships (in Website: http://www.wmich.edu/ nonprofit/Resource/index.html)
Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY: The Free Press.
Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management: Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass Publisher
Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures Research And The Strategic Planning Process: Implications for Higher Education. ASHE-ERIC Higher Education Research Reports
Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman Pendidikan Nasional.
Prayogo, Joko. 2007. Rencana Strategis. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.
Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in Colleges and Unviversities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.
School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI,
Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I
Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar