PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS
DALAM PENGEMBANGAN SEKOLAH DASAR
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2007
PENGANTAR
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.
Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.
Jakarta,
Direktur Tenaga Kependidikan
Surya Dharma, MPA, Ph.D
NIP. 130 783 511
DAFTAR ISI
E. Mata Pendidikan dan Pelatihan 4
BAB II LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN STRATEGIS PENGEMBANGAN SEKOLAH 5
A. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 5
B. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan 9
BAB III MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH 13
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah 13
B. Model Perencanaan Pengembangan Sekolah 16
C. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana di Sekolah 17
D. Langkah-Langkah Perencanaan Pengembangan Sekolah 22
BAB IV VISI, MISI, DAN TUJUAN 23
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Visi, Misi, dan Tujuan 23
A. Merencanakan Telaah Diri 32
B. Langkah-Langkah Telaah Diri: Model Analisis Strategis Komprehensif 34
BAB VI PEMILIHAN PRIORITAS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN 42
BAB VII PROGRAM PENGEMBANGAN 54
A. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Program Pengembangan 54
B. Struktur Program Pengembangan 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana 15
Gambar 3.2 Proses Perencanaan Pengembangan Sekolah 22
Gambar 5.1 Model Analisis Strategis Komprehensif 35
Tabel 6.1 Tipologi Strategi Adaptif Menurut Miles dan Snow 47
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan manajemen berbasis sekolah (school based management) sebagai prinsip utama yang harus dipegang taguh dalam pengelolaan semua satuan pendidikan. Ketentuan ini kemudian dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: "Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas."
Untuk menjamin terimplementasikannya manajemen berbasis sekolah, PP nomor 19/2005 tersebut juga menetapkan bahwa proses pengambilan keputusan di tingkat satuan pendidikan juga harus sejalan dengan nafas manajemen berbasis sekolah. Pada intinya pengambilan keputusan harus dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang terwadahi dalam Komite Sekolah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Beberapa standar pengelolaan yang dikemukakan di atas mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah tersebut pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat "menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas" yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan hasil telaah diri sebagai titik awal usaha pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
Dalam pengelolaan yang demikian itu, proses perencanaan akan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Kepala sekolah adalah sosok kunci yang menentukan terwujudnya berbagai standar pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana disebutkan di atas. Kompetensi kepala sekolah di bidang perencanaan dan pengambilan berbagai keputusan strategis menjadi prasyarat keberhasilan pengembangan sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus mampu membangun kemandirian sekolah melalui penguatan kompetensinya di bidang perencanaan pengembangan sekolah. Melalui pendidikan dan pelatihan ini, para peserta, yang diproyeksikan akan mengemban tugas sebagai kepala sekolah, diharapkan akan mampu mengembangkan kompetensi yang strategis yang dibutuhkan oleh setiap kepala sekolah itu.
Kompetensi
Secara umum, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta akan memiliki kompetensi untuk melakukan perencanaan strategis pengembangan sekolah dasar.
Indikator Kompetensi
Menguasai teori perencanaan dan seluruh kebijakan pendidikan nasional sebagai landasan dalam perencanaan sekolah, baik perencanaan strategis, perencanaan operasional, perencanaan tahunan, maupun perencanaan anggaran pendapatan dan belanja sekolah;
Menyusun rencana strategis (Renstra) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan kebijakan pendidikan nasional, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan strategis yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana strategis yang baik.
Alokasi Waktu
Alokasi waktu Diklat ini adalah 3 (tiga) hari, @ 10 jam pelajaran, @ 45 menit.
Mata Pendidikan dan Pelatihan
Landasan Perencanaan Pengembangan Sekolah
Model Perencanaan Pengembangan Sekolah
Visi, Misi, dan Tujuan
Telaah Diri
Pemilihan Prioritas dan Strategi Pengembangan
Program Pengembangan
Skenario Pembelajaran
Diklat ini harus diselenggarakan dengan pendekatan andragogi, metode belajar orang dewasa (sharing experiment). Selain dijelaskan prinsip-prinsip dan kebijakan, lakukan diskusi kelompok untuk pendalaman, latihan-latihan praktek dan didorong kreativitas berinovasi kreatif. Telaahan banding dengan konsep-konsep sekolah yang berhasil perlu mendalami Renstra nasional, propinsi, kabupaten, dimana sekolah berada juga perlu juga penting untuk pengkaitan dan sinergisitas pengembangan sekolah. Presentasi masing-masing peserta dalam kelompok perlu dikembangkan.
BAB II
LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN STRATEGIS PENGEMBANGAN SEKOLAH
Sebagai pengelola satuan pendidikan, Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtida'yah (Kepala SD/MI) harus mendasarkan semua kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan di sekolah pada semua kebijakan pendidikan yang berlaku baik secara nasional, propinsi, maupun kebupaten/kota. Adalah suatu keharusan bagi setiap pemimpin satuan pendidikan untuk memahami dengan seksama setiap kebijakan yang berlaku di bidang pendidikan itu. Pemahaman ini akan sangat membantu kepala sekolah untuk memiliki wawasan dalam skala nasional maupun regional dan lokal, kemudian mewujudkannya dalam tindakan-tindakan nyata pada tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dengan demikian, setiap langkah dan kebijakan yang dilakukan di sekolah benar-benar terilhami dan didasari oleh kebijakan nasional di bidang pendidikan dan akan mengarah pada cita-cita pendidikan nasional yang dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Peraturan perundang-undangan utama yang harus dipahami antara lain: Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Para Kepala SD/MI harus terus mengikuti perkembangan kebijakan pendidikan lainnya baik dalam skala nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota. Berikut diuraikan hal-hal pokok yang diatur dalam dua peraturan perundang-undangan tersebut.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Uraian singkat berikut menyajikan hal-hal pokok yang tercantum dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang harus dipedomani oleh kepala sekolah dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah, yang meliputi visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional, sumber daya pendidikan, pengelolaan pendidikan, dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Visi Pendidikan Nasional
Visi Pendidikan Nasional adalah wujud sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi Pendidikan Nasional
Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pengelolaan Pendidikan
Berkaitan dengan sumber daya pendidikan, hal-hal yang perlu dijadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah adalah pasal-pasal dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan (pasal 39 sampai dengan pasal 44), sarana dan prasarana pendidikan (pasal 45), dan pendanaan pendidikan (pasal 46 sampai dengan pasal 49).
Pasal 51 ayat (1) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 merupakan pasal penting yang harus dijadikan pijakan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Pasal ini menentukan bahwa pengelolaan sekolah harus menerapkan manajemen berbasis sekolah, sebagaimana ditegaskan: "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah."
Peran Serta Masyarakat
Berkenaan dengan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, hal-hal penting yang harus dipahami oleh perencana pengembangan sekolah meliputi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 54, 55, dan 56. Pasal 54 mengatur bentuk dan ruang lingkup peran serta masyarakat, sebagai berikut:
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Pasal 55 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengatur prinsip-prinsip pendidikan berbasis masyarakat. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa:
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Selain hal-hal pokok yang diuraikan di atas, para perencana pengembangan sekolah juga perlu untuk mengkaji dan memahami secaha komprehensif ketentuan-kentuntuan lain yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 agar setiap keputusan yang dimbil tidak bertentangan dengan kebijakan nasional di bidang pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Sasaran minimal pengembangan sekolah yang dituangkan dalam setiap rencana pengembangan sekolah haruslah menggunakan standar penyelenggaraan pendidikan yang berlaku secara nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan ketentuan rinci mengenai standar-standar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Peraturan Pemerintah ini menetapakan arah reformasi pendidikan nasional dalam rangka mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
PP nomor 19 tahun 2005 menetapkan delapan standar yang meliputi:
- standar isi;
- standar proses;
- standar kompetensi lulusan;
- standar pendidik dan tenaga kependidikan;
- standar sarana dan prasarana;
- standar pengelolaan;
- standar pembiayaan; dan
- standar penilaian pendidikan.
Di antara standar-standar tersebut, standar pengelolaan pada tingkat satuan pendidikan merupakan standar terpenting yang harus djadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Untuk itu berikut diuraikan kententuan-ketentuan yang berkaitan dengan standar pengelolaan dan pengambilan keputusan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 49 sampai dengan pasal 58 PP nomor 19 tahun 2005
Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: "Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas." Berkaitan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005 tersebut menetapkan sejumlah standar pengelolaan yang mencakup pengambilan keputusan, pedoman pendidikan, rencana kerja, prinsip-prinsip dasar pengelolaan satuan pendidikan, pengawasan, pemantauan, supervisi, dan pelaporan. Secara ringkas standar-standar pengelolaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsip-prinsip kemandirian, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan mencakup pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Standar pengelolaan tersebut mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat "menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas" yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan hasil telaah diri sebagai titik awal usaha pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
BAB III
MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah
Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), menggerakkan atau memimpin (actuating atau leading), dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan dalam sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari keseluruhan proses manajemen tersebut. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fungsi terpenting diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam proses manajemen bermula dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: "When planning is done well, the other management functions can be done well."
Perencanaan pada intinya merupakan upaya penentuan kemana sebuah organisasi akan menuju di masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu. Dengan kata lain, perencanaan berarti pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas dan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana (plan) adalah hasil dari proses perencenaan yang berupa sebuah cetak biru (blueprint) mengenai alokasi sumber daya yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan.
Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya merupakan dua kata kunci dalam sebuah rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri dari beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada tingkat yang tertinggi disebut dengan tujuan strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di bawahnya dijabarkan menjadi tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan operasional (operational objective). Tujuan strategis merupakan tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang, sedangkan tujuan taktis dan tujuan operasional adalah tujuan jangka pendek yang berupa sasaran-sasaran yang terukur.
Dalam SD/MI, tujuan strategis merupakan tujuan tertinggi yang akan dicapai pada tingkat sekolah. Tujuan ini bersifat umum dan biasanya tidak dapat diukur secara langsung. Tujuan-tujuan taktis merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh bagian-bagian utama organisasi sekolah, misalnya bidang kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Sedangkan tujuan operasional merupakan tujuan yang harus dicapai pada bagian-bagian yang secara struktur yang lebih rendah dari bagian-bagian utama sekolah tersebut. Tujuan mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, misalnya, dapat dikategorikan sebagai tujuan operasional.
Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses perencanaan. Tujuan strategis merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat rencana strategis (strategic plan). Tujuan taktis dan tujuan operasional masing-masing merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai pada rencana taktis (tactical plan) dan rencana operasional (operational plan).
Perlu dicatat bahwa semua sekolah, apapun bentuknya, berdiri atau didirikan atas dasar asumsi, keyakinan, sistem nilai dan mandat tertentu. Dalam kaitannya dengan perencanaan pengembangan, dasar-dasar keberadaan ini disebut dengan premis lembaga atau premis sekolah. Permis-premis sekolah itu biasanya disajikan dalam bentuk rumusan visi, misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi. Visi dapat dipandang sebagai alasan atas keberadaan lembaga dan merupakan keadaan "ideal" yang hendak dicapai oleh lembaga; sedangkan misi adalah tujuan utama dan sasaran kinerja dari lembaga. Keduanya harus dirumuskan dalam kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai dasar yang dianut oleh sekolah yang bersangkutan dan digunakan sebagai konteks pengembangan dan evaluasi atas strategi yang diinginkan.
Premis-premis tersebut harus menjadi titik-tolak dalam perencanaan. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam rencana harus berada dalam kerangka premis-premis itu. Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 2.1 mengilustrasikan hubungan antara premis organisasi, hierarki tujuan, dan bentuk rencana sebagaimana diuraikan di atas.
Gambar 3.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana
Perencanaan pengembangan sekolah (school
development planning) merupakan proses pengembangan sebuah rencana untuk meningkatkan kinerja sebuah sekolah secara berkesinambungan. Perbedaan pokok rencana pengembangan dengan rencana lainnya terletak pada tujuan. Sedangkan hierarki tujuan dan rencana sebagaimana telah diuraikan di atas juga berlaku dalam rencana pengembangan. Tujuan yang akan dicapai dalam rencana pengembangan merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa yang selama ini telah di oleh sekolah. Rencana pengembangan sekolah disusun agar sekolah terus-menerus meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, selain didasarkan pada visi dan misi sekolah, perencanaan pengembangan harus didasarkan atas pemahaman yang mendalam tentang keberadaan dan kondisi sekolah pada saat rencana pengembangan itu disusun. Pemahaman semacam ini dapat dilakukan melalui kajian dan telaah mendalam terhadap kondisi internal maupun lingkungan eksternal dimana sekolah itu berada.
Model Perencanaan Pengembangan Sekolah
Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan, yaitu kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategis planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai kondisi yang terus berkembang (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
Perencanaan strategis (strategic planning) merupakan bagian dari proses managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis bermula dari dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994) sebagai "process with particular benefits in particular contexts."
Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana lembaga-lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang timbul seperti halnya menurunnya dukungan keuangan, pesatnya perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai alat untuk "meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).
Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana di Sekolah
Perencanaan pengembangan sekolah pada dasarnya merupakan proses yang berlangsung terus-menerus, bukan merupakan kegiatan "sekali jadi". Agar perencanaan pengembangan itu efektif dalam memampukan (enabling) sekolah untuk menghadapi tantangan ganda yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan pengelolaan perubahan, perencanaan pengembangan harus menjadi "modus operandi" normal bagi setiap sekolah. Bagi sekolah pada umumnya, perencanaan pengembangan yang sistematis akan memerlukan perubahan mendasar dari kondisi yang ada sekarang. Bab ini memaparkan inovasi tantangan yang harus diatasi dengan cermat untuk menjamin keberhasilan pengintegrasian perencanaan pengembangan ke dalam kehidupan sekolah, sehingga perencanaan akan menjadi budaya dalam manajemen sekolah.
Berdasarkan penelitian internasional terhadap perubahan pendidikan pada umumnya, penumbuhan budaya perencanaan pengembangan sekolah dibagi menjadi tiga tahap:
Pemulaan (Inisiation): tahapan ini meliputi penetapan keputusan untuk memulai perencanaan pengembangan sekolah, menumbuhkan komitmen terhadap proses perencanaan, dan penyiapan partisipan.
Pembiasaan (Familirialisation): tahap ini mencakup siklus awal dari perencanaan pengembangan sekolah, dimana masyarakat sekolah belajar bagaimana melaksanakan proses perencanaan pengembangan itu.
Penyatuan (Embedding): tahap ini terjadi ketika perencanaan pengembangan sekolah telah menjadi bagian pola kehidupan sekolah sehari-hari dalam melaksanakan segala sesuatu.
Tahap Pemulaan (Inisiation)
Tahap Pembiasaan (Familirialisation)
Pada tahap pembiasaan, biasanya merupakan langkah pertama dari siklus perencanaan pengembangan sekolah secara utuh, masyarakat sekolah berada dalam proses belajar dari pengalaman bagaimana melaksanakan proses perencanaan tersebut. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan tumbuh berdasarkan pengalaman dan struktur kolaborasi yang berkembang. Hasil dari tahapan ini adalah terkonsolidasikannya dan menguatnya komitmen terhadap proses perencanaan.
Penyatuan (Embedding)
Gambar 3.2 Proses Perencanaan Pengembangan Sekolah
BAB IV
VISI, MISI, DAN TUJUAN
Sosok lembaga macam apa yang diinginkan di masa depan,
Yustifikasi sosial atas keberadaan sekolah yang diwujudkan dalam isu-isu pendidikan apa yang harus ditangani oleh sekolah atau masalah-masalah pendidikan mana yang akan diatasi oleh sekolah,
Apa yang harus diakui, diantisipasi, dan dijawab oleh sekolah berkaitan dengan kebutuhan dan masalah-masalah tersebut,
Siapa stakeholder utama sekolah ini, bagaimana sekolah merespon kebutuhan para stakeholder itu, dan bagaimana sekolah mengetahui keinginan yang mereka harapkan dari sekolah, dan
Apa yang membuat sekolah tersebut unik atau berbeda dengan yang lain, dan karena itu, apa yang membuat sekolah ini memiliki keunggulan kompetitif.
Mengapa Sekolah Perlu Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan?
Maksud dirumuskannya visi dan misi sekolah adalah:
Untuk memberikan arah yang jelas bagi usaha-usaha yang dilakukan sekolah;
Untuk mengilhami masyarakat sekolah dengan sebuah tujuan yang bersifat umum;
Untuk memberikan kerangka yang bagi penentuan kebijakan dan prioritas;
Untuk membangun pusat acuan (reference point) yang digunakan sekolah dalam mengtelaah keberhasilan kegiatan-kegiatannya.
Kapan Visi, Misi, dan Tujuan Dirumuskan?
Pertanyaan mendasar yang harus dikemukakan ketika merumuskan visi sekolah adalah:
"Sosok sekolah seperti apa yang saya inginkan pada lima atau sepuluh tahun yang akan datang?"
"SDN Kesatrian I Kecamatan Pringgondani Kabupaten Amarta
menjadi sekolah yang terunggul bertaraf internasional
Bagi sekolah yang telah memiliki rumusan visi, langkah awal yang mungkin dilakukan dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah adalah melakukan telaah terhadap rumusan visi yang ada untuk menentukan relevansi dan validitas dengan kondisi terkini. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam telaah ini antara lain:
Aspek-aspek mana dari rumusan visi yang ada masih relevan?
Dalam kaitannya dengan kebutuhan akan perubahan masyarakat yang berlangsung saat ini, apa yang perlu duperbarui, ditambahkan, atau dihilangkan dari rumusan visi tersebut?
Bagaimana visi tersebut dapat dipertahankan dalam masyarakat sekolah?
Sejauh mana kebijakan dan dokumentasi sekolah menceminkan visi tersebut?
Sejauh mana kurikulum merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam visi sekolah?
Sejauh mana manajemen sekolah merefleksikan nilai-nilai dan keyakinan yang dinyatakan dalam rumusan visi?
Sejauhmana hubungan di lingkungan internal sekolah dan antara berbagai pihak di kalangan warga sekolah merefleksikan rumusan visi tersebut?
Sejauhmana rumusan visi merefleksikan kebutuhan sebuah masyarakat multi-kultural yang kompleks?
Rumusan misi sekolah harus memenuhi indikator-indikator berikut:
Tugas utama sekolah (apa yang dikerjakan oleh sekolah)
Siswa, pendidik dan tenaga kependidikan, stake holder lainnya (siapa yang dilayani oleh sekolah)
Kebutuhan khusus peserta didik yang dipenuhi oleh sekolah (menunjukkan keunikan dan mengapa hal itu dibutuhkan)
Strategi umum yang digunakan (bagaimana proses pendidikan yang diselenggerakan akan mencapai keunggulan yang diinginkan)
Filosofi dan nilai-nilai (budaya yang diinginkan, mengapa kita melakukan sesuatu dengan cara ini)
Pangsa Pasar Pendidikan: Tujuan yang mengindikasikan dimana posisi yang diinginkan sekolah di masa depan relatif terhadap sekolah lain yang sejenis terkait dengan keberterimaan lulusan oleh SMP dan juga kualitas dan kuantitas calon siswa yang berminat menjadi siswa di sekolah tersebut.
Inovasi Pendidikan: Tujuan yang mengindikasikan komitmen pihak pengelola sekolah terhadap pengembangan layanan pendidikan baru dan pendekatan, strategi, atau metode baru dalam penyelenggaraan pendidikan.
Produktivitas Pendidikan: Tujuan yang mengarah pada level efisiensi, produktivitas dan kualitas pendidikan.
Sumberdaya fisik dan keuangan: Tujuan yang berkaitan dengan penggunaan, perolehan, dan pemeliharaan sumber-sumber investasi dan keuangan.
Keuntungan: Tujuan yang memfokus pada tingkat keuntungan dan indikator-indikator yang berkaitan dengan kinerja keuangan sekolah.
Kinerja dan Pengembangan Manajemen: Tujuan yang menekankan pada tingkat produktivitas dan pertumbuhan manajemen.
Kinerja dan Sikap Pendidik dan Tenaga Kependidikan: Tujuan yang berkaitan dengan tingkat produktivitas dan prilaku positif yang diharapkan dari kalangan staf sekolah.
Tanggung Jawab Sosial: Tujuan yang mengindikasikan tanggung jawab sosial sekolah terhadap para pihak yang berkepentingan di luar sekolah dan masyarakat.
BAB V
TELAAH DIRI
Pastikan bahwa telaah difokuskan pada isu-isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi
Pastikan bahwa proses telaah diri memiliki orientasi positif
Arahkan ruang lingkup telaah diri pada kondisi sekolah secara utuh
Dalam model ini, telaah bercakupan luas dilakukan dan pandangan-pandangan stakholder digali sebelum keputusan mengenai prioritas pengembangan sekolah dibuat. Proses Telaah ini meliputi:
Model ini dapat disajikan dalam bentuk Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Model Analisis Strategis Komprehensif
Pengumpulan Data Yang Berkaitan Dengan Faktor-Faktor Kunci
Sekolah membutuhkan data-data yang berkaitan dengan faktor-faktor berikut.
Mengintegrasikan Data Kedalam Sudut Pandang Strategis Sekolah
Identifikasi Kebutuhan dan Peluang Pengembangan
BAB VI
PEMILIHAN PRIORITAS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
Tabel 6.1 Tipologi Strategi Adaptif Menurut Miles dan Snow
Tipologi Organisasi | Strategi | Lingkungan | Karakteristik Organisasi |
Prospector | Inovasi, Mencari Peluang Pasar Baru, Tumbuh Ambil Resiko | Dinamis Tumbuh | Kreatif Inovatif Fleksible Desentralisasi |
Defendor | Melindungi teritorialnya Penghematan Mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki | Stabil | Kontrol ketat Sentralisasi Efisiensi produksi Overhead rendah |
Analyser | Mempertahankan pasar yang ada disertai inovasi sekedarnya | Perubahan tingkat menengah | Kontrol dan fleksibilitas ketat Produksi yang efisien Kreativitas |
Reactor | Tidak memiliki strategi yang jelas Bereaksi terhadap kondisi-kondisi spesifik Mengambang, mengalir mengikuti arus | Kondisi apapun | Pendekatan organisasional tidak jelas Bergantung pada kebutuhan sesaat |
Format matrik SWOT dimaksud adalah sebagai berikut:
Tabel 6.2 Matrik SWOT
OPPORTUNITIES
1. …………….….……...
2. ……………………….
3. ………………..……...
4. ………………..……...
THREATS
1. …………………..…..
2. …………………..…..
3. …………………..…..
4. …………………..…..
STRENGTH
1. ………………………
2. ………………………
3. ………………………
4. ………………………
SO
Competition
ST
Mobilization
WEAKNESS
1. ………………………
2. ………………………
3. ………………………
4. ………………………
WO
Investment/Divestmen
WT
Damage control
OPPORTUNITIES 1. …………….….……... 2. ………………………. 3. ………………..……... 4. ………………..……... | THREATS 1. …………………..….. 2. …………………..….. 3. …………………..….. 4. …………………..….. | |
STRENGTH 1. ……………………… 2. ……………………… 3. ……………………… 4. ……………………… | SO Competition | ST Mobilization |
WEAKNESS 1. ……………………… 2. ……………………… 3. ……………………… 4. ……………………… | WO Investment/Divestmen | WT Damage control |
Tabel 6.3 Matrik MacMillan
Kemenarikan Program Tinggi: | Kemenarikan Program Rendah: | ||||
Cakupan Alternatif Tinggi | Cakupan Alternatif Rendah | Cakupan Alternatif Tinggi | Cakupan Alternatif Rendah | ||
Kesesuaian dengan Visi, Misi, & Tujuan Baik | Posisi Kompetitif Kuat | 1. Kompetisi Agresif (Aggressive | 2. Pertumbuhan Agresif (Aggressive | 5. Meniru pesaing yang terbaik (Build up the best competitor) | 6. "Soul of the Agency" |
Posisi Kompetitif Lemah | 3. Divestasi Agresif (aggressive divestment) | 4. Membangun Kekuatan atau berhenti (build up strength or get out) | 7. Divestasi dengan Teratur (orderly disvestment) | 8. "Bantuan dari Luar" (Foreign Aid) atau Kerja Sama | |
Kesesuaian dengan Visi, Misi, & Tjuan Rendah |
| 9. Divestasi Agresif (aggressive divestment) | 10. Divestasi Dengan Teratur (orderly disvestment) |
BAB VII
PROGRAM PENGEMBANGAN
| : | apa yang akan dicapai |
| : | jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk mencapai sasaran itu. |
| : | sumber daya manusia, finansial, organisasi, fasilitas fisik yang dibutuhkan dalam implementasi. |
| : | siapa mengerjakan |
| : | kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan; batas waktu tugas harus diselesaikan |
| : | hasil yang akan menjadi indikator bahwa rencana tersebut sedang atau telah mencapai sasaran yang diinginkan. |
|
TAHUN 20..../20.... s.d 20.../20...
Program | Sarasan | Rancangan Kegiatan (Langkah-Langkah) | Sumber Daya Yang dibutuhlam | Jadwal Pelaksanaan (Tahun) | Indikator Keberhasilan | Penanggung Jawab | ||||||
Jenis Sumber Daya | Perkiaraan Biaya (Rp) | Sumber Dana | 20../ 20.. | 20../ 20.. | 20../ 20.. | 20../ 20.. | 20../ 20.. | |||||
<Program 1> | <sasaran 1.a> <sasaran 1.b> | <Kegiatan 1.1> | <Sumb. Daya 1.1.1> | Rp. ... | Komite | |||||||
<Sumb. Daya 1.1.2> | Rp. ... | Komite & Pemkab | ||||||||||
<Sumb. Daya 1.1.3> | Rp. ... | Pemprop | ||||||||||
<Kegiatan 1.2> | <Sumb. Daya 1.2.1> | Rp. ... | ||||||||||
<Sumb. Daya 1.2.2> | Rp. ... | |||||||||||
<Kegiatan 1.3> | <Sumb. Daya 1.3.1> | Rp. ... | ||||||||||
<Program 2> | <sasaran 2.a> <sasaran 2.b> | <Kegiatan 2.1> | <Sumb. Daya 2.1.1> | Rp. ... | ||||||||
<Sumb. Daya 2.1.2> | Rp. ... | |||||||||||
<Kegiatan 2.2> | <Sumb. Daya 2.2.1> | Rp. ... | ||||||||||
<Program 3> | <Sumb. Daya 3.1.1> | Rp. ... | ||||||||||
dst. | ||||||||||||
Jumlah Perkiraan Biaya |
Nama Program | : | Sebutkan judul program yang akan dilaksanakan |
Sasaran | : | Uraikan sasaran yang ingin dicapai oleh program ini. Penjelasan tersebut harus dapat dijabarkan menjadi Indikator Kinerja yg terukur |
Rancangan Kegiatan | : | Jelaskan rincian, tahapan, dan langkah-langkah umum yang akan lakukan untuk melaksanakan program tersebut dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun sesuai dengan tahapan-tahapan yang dirancang untuk mencapai visi sekolah. Langkah-langkah ini dapat berupa kegiatan-kegiatan yang bersifat umum. Pada setiap kegiatan harus dijelaskan, maksud dan tujuannya secara ringkas dan jelas. |
Sumberdaya yang dibutuhkan | : | Disi sumberdaya beserta besar dan sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk pengadaan, pengoperasian, atau pemeliharaan sumber daya yang bersangkutan. Sumber daya yang dimaksud ini dapat meliputi: sumber daya manusia (guru staf sekolah) dengan kualifikasi atau kompetensi tertentu; sarana atau prasana yang berupa perangkat keras seperti gedung, ruang kelas, lapangan olah raga, peralatan lab, komputer, dsb; buku-buku, majalah atau bahan bacaan lainnya, atau bahan pustaka dalam bentuk digital (elektronik); nara sumber atau tenaga ahli; perangkat lunak berupa dokumen kebijakan, KTSP, RPP, panduan praktikum; dsb. |
Jadwal Pelaksanaan | : | Diisi dengan blok atau tanda silang (X) pada tahun dimana kegiatan akan dilaksanakan |
Indikator keberhasilan | : | Merupakan alat ukur pencapaian sasaran kegiatan (bukan sumber daya) |
Penanggungjawab Aktivitas | : | Orang atau pejabat yang bertanggung jawab atas program yang bersangkutan |
DAFTAR RUJUKAN
Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-Hill, Inc.
Dwyer, B. 1986. Catholic Schools at the Crossroads. Victoria: Dove Communications.
Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino Institute of Education.
Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The Intermediate Technology Group.
Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY: The Free Press.
Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman Pendidikan Nasional.
Prayogo, Joko. 2007. Rencana Strategis. Makalah disajikan pada Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.
Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in Colleges and Unviversities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.
School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI,
Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I
Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar