Minggu, April 05, 2009



 


 


 


 


 

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


 


 


 


 


 


 


 


 


 

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN

YANG EFEKTIF


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN

DIREKTORAT JENDERAL

PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

TAHUN 2007

 

PENGANTAR


 


 

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.


 

Jakarta, November 2007

Direktur Tenaga Kependidikan


 


 


 

Surya Dharma, MPA, Ph.D

NIP. 130 783 511

DAFTAR ISI


 

PENGANTAR        i

DAFTAR ISI        ii

DAFTAR GAMBAR        iv

DAFTAR TABEL        v

BAB I     PENDAHULUAN        1

A. Latar Belakang        1

B. Dimensi Kompetensi        3

C. Indikator Pencapaian Kompetensil        3

D. Alokasi Waktu        4

E. Skenario Diklat        4


 

BAB II    KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN EFEKTIF DI SEKOLAH        6

A.    Pendahuluan        6

B.    Pentingnya Studi tentang Kepemimpinan Sekolah Efektif        7

C.    Konsep Dasar Kepemimpinan Efektif di Sekolah        8

D.    Praktik Kepimimpinan Kepala Sekolah Efektif        12

E.    Indikator Kinerja Kepala Sekolah Efektif        15

F.    Standar Kepemimpinan Efektif        20


 

BAB III    KOMUNIKASI         23

A.    Latar Belakang Masalah        23

B.    Konsep Dasar Komunikasi        24


 

BAB IV    PENGAMBILAN KEPUTUSAN         32

A.    Latar Belakang Masalah        32

B.    Konsep Dasar Pengambilan Keputusan        33

BAB V    MEMBANGUN KERJA TIM         41

A.    Latar Belakang        41

B.    Konsep Dasar        42


 

BAB VI    MANAJEMEN KONFLIK         46

A.    Latar Belakang Masalah        46

B.    Konsep Dasar        47


 

BAB VII    PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB         59

A. Pengertian pendelegasian        59


 

BAB VIII    ETIKA JABATAN         64

A.    Pengertian etika Jabatan        64


 

DAFTAR RUJUKAN        68


 

daftar gambar

   

hal 

Gambar

2.1.

Faktor pengaruh prestasi    

9

Gambar 

3.1. 

Proses Dasar Komunikasi     

24 

Gambar 

3.2. 

Pola Komunikasi     

26 

Gambar 

3.3. 

Hambatan Komunikasi     

27 

Gambar

4.1.

Beda Pengambilan Keputusan dengan Pemecahan Masalah     

34 

Gambar 

4.2.

Proses Model Pengambilan Keputusan Rasional     

35

Gambar 

4.3.

Proses Pengambilan Keputusan Model Klasik    

36

Gambar 

4.4.

Pohon Masalah    

38

Gambar 

4.5.

Pohon Sasaran    

39

Gambar 

4.6.

Pohon Alternatif    

40

Gambar 

5.1.

Gaya kepemimpinan dalam mengembangkan tim kerja    

44

Gambar 

5.2.

Model Kerja Tim Berenerji Tinggi    

45

Gambar 

6.1.

Strategi Mengatasi Konflik    

54

Gambar 

6.2.

Model Mengatasi Konflik    

57

daftar tabel


halTabel4.1.Perbedaan Model Rasional dengan Model Carnegie    37Tabel6.1.Persepsi Lama dan Baru terhadap Konflik    51Tabel6.2.Taktik Mengurangi Konflik    55Tabel6.3.Hubungan Hasil Konflik, strategi Konflik, dengan Perilaku    56BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap para kepala sekolah. Mereka diharapkan mampu melaksanakan fungsinya baik sebagai manajer dan leader. Untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan memperhatikan kesejahteraan melalui beberapa langkah antara lain: pemberian gaji, kewenangan, dan otonomi yang cukup untuk memperkuat peran manajerial mereka di sekolah. Dengan diterbitkannya instrumen kebijakan baru, maka para kepala sekolah akan segeran mendapat kompensasi meningkat, dukungan profesional, dan otonomi.
Persoalannya adalah untuk memperoleh sejumlah penghargaan tersebut, setiap kepala sekolah harus memenuhi standar mutu yang telah digariskan oleh pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Hal ini, dimaksudkan agar pemberian penghargaan tersebut terarah dan tepat sasaran. Bimbingan teknis bagi kepala sekolah merupakan upaya untuk mempersiapkan kepala sekolah dalam menghadapi uji kompetensi.
Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggungjawab legal untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan di sekolahnya. Di sinilah, efektifitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan mereka bekerjasama dengan guru dan staf, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan anggaran, pengembangan staf, scheduling, pengembangan kurikulum, paedagogi, dan assessmen. Membekali kepala sekolah memiliki seperangkat kemampuan ini dirasa sangat penting.
Di samping itu untuk mewujudkan pengelolaan sekolah yang baik, perlu adanya kepala sekolah yang memiliki kemampuan sesuai tuntutan tugasnya. Untuk itu di dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan, pasal 38 disebutkan kriteria menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/ SMK/ MAK meliputi:
Berstatus sebagai guru SMP/MTS/SMA/MA/SMK/MAK;
 

  1. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

  1. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK; dan
  2. Memiliki kemampuan kepimpinanan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.


 

Dalam kerangka MBS, kepala sekolah bertanggungjawab atas pelaksanaan (1) manajemen sekolah; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM); dan (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, telah diamanatkan dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 disebutkan "masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan", dan pada pasal 9 berbunyi " masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan".

Untuk menjalankan tugas manajerial di atas, dan juga merespon tuntutan yang terus berubah saat ini, kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan yang kuat agar mampu melaksanakan program-program sekolah yang mereka bina secara efektif. Hal ini, mengingat kepala sekolah tidak saja bertanggungjawab mengelola guru, murid, dan orang tua, tetapi juga harus menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat luas. Untuk mendukung pelaksanaan tanggungjawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan dan keterampilan kepemimpinan. Untuk membekali calon kepala sekolah agar nantinya dapat menjadi pemimpin pendidikan yang kuat dalam mengembangkan lembaga secara baik, maka mereka perlu dibekali dengan wawasan tentang kepemimpinan efektif.


 

B.     Dimensi Kompetensi

Dalam pelaksanaan pendidikan dan latihan ini dimensi kompetensi yang diberikan adalah kompetensi manajerial dengan topik mengembangkan keterampilan kepemimpinan efektif dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu sekolah/madrasah.


 

C.     Indikator Pencapaian Kompetensil

  1. Memahami wawasan tentang konsep dasar kepemimpinan efektif
  2. Menerapkan keteramppilan komunikasi secara tepat untuk mengarahkan program sekolah
  3. Menerapkan teknik-teknik pengambilan keputusan secara tepat
  4. Menghargai peran orang dalam mencapai tujuan lembaga secara bersama-sama
  5. Memberi apresiasi terhadap nilai dan norma budaya akademik di sekolah
  6. Memiliki keterampilan dalam mengatasi konflik di sekolah
  7. Memiliki teknik pendelegasian wewenang
  8. Memahami etika jabatan


 

D. Alokasi Waktu

Alokasi waktu pendidikan dan pelaataihan dengan materi Kepemimpinan yang efektif adalah 10 jam pelajaran ( @ 45 menit )


 

E. Skenario Diklat

Skenario diklat menggunakan alur sebagai berikut tetapi hal ini bersifat tentatif dapat dikembangkan sesuai kondisi


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Keterangan :

Pengkondisian berisi     :     perkenalan, penyampaian tujuan serta Ice braker

Input    :     informasi esensial,pemberian tugas

Diskusi     :     peserta diberikan kuis atau kasus kasus aktual seputar kepemimpinan dan didiskusikan dalam kelompok

Presentasi     :     setiap kelompok memprestasikan hasil diskusinya dan kelompok lain enanggapinya

Review     :     Fasilitator memberikan review terhadap materi secara keseluruhan

Peedback     :     input dari kegiatan/peserta sebagai bahan untuk penyajian berikutnya


 

Pendekatan yang digunakan dalam penyampaian materi Kepemimpinan Efektif di Sekolah ini beragam adalah pendekatan pembelajaran orang dewasa (andragogi ) , yang meliputi:

  1. Ceramah, tanya jawab dan diskusi.
  2. Problem solving.
  3. Latihan Bermain Peran.
  4. Presentasi
  5. Dinamika kelompok

pada saat penyajian fasilitator menggunakan media interaktif yang disajikan melalui VCD,Film atau pun Power point berupa studi kasus kepemimpinan sehingga peserta termotivasi. Disamping itu selama diklat dilakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pendidikan dan pelatihan manajemen peserta berupa :

  1. Pre-test untuk semua materi pendidikan dan pelatihan.
  2. Tes formatif dan penugasan pada masing-masing materi.
  3. Post test.
  4. Evaluasi proses pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB II

KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN EFEKTIF DI SEKOLAH


 

A.    Pendahuluan

Sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan di Indonesia, belakangan ini banyak muncul ide persekolahan modern dengan berbagai nama, seperti: Sekolah Unggul, Sekolah Terpadu, Sekolah Percontohan, dan seterusnya. Di beberapa negara maju gerakan ini dinamakan dengan ide Sekolah Efektif. Ciri utama sekolah efektif, berdasarkan berbagai riset meliputi: (a) kepemimpinan instruksional yang kuat; (b) harapan yang tinggi terhadap prestasi siswa; (c) adanya lingkungan belajar yang tertib dan nyaman; (d) menekankan kepada keterampilan dasar; (e) pemantauan secara kontinyu terhadap kemajuan siswa; dan (f) terumuskan tujuan sekolah secara jelas (Davis & Thomas, 1989: 12).

Untuk mewujudkan sekolah efektif hanya mungkin didukung oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang efektif. Fred M. Hechinger (dalam Davis & Thomas, 1989: 17) pernah menyatakan:

"Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk. Saya juga menemukan sekolah yang gagal berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya".


 

Pandangan tersebut menganjurkan kepada para kepala sekolah untuk memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan secara cermat.


 

B.    Pentingnya Studi tentang Kepemimpinan Sekolah Efektif

Telah menjadi harapan masyarakat bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan selayaknya mampu memimpin dirinya sendiri dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk meningkatkan kualitas diri, banyak upaya yang dapat ditempuh. Adair (1984) menawarkan ada lima hal yang dapat dilakukan, yaitu: (1) mengenal diri sendiri dengan Strength, Weaknesess, Opportunities, Threats (SWOT), (2) berusaha memiliki Kredibilitas, Akseptabilitas, Moralitas, dan Integritas (KAMI), (3) mempelajari prinsip-prinsip kepemimpinan, (4) menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan, dan (5) belajar dari umpan balik. Jadi, punya ilmu harus dipraktikkan seperti nasehat Confius, seorang filosof kuno yang menyatakan, "Inti pengetahuan ialah mempunyai dan menggunakannya."

Secara obyektif, kehidupan sekolah akan selalu mengalami perubahan sejalan dengan dinamika pembangunan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus berupaya mengembangkan pengeahuan dan keterampilannya dalam mengelola perubahan yang terjadi di sekolah. Melihat posisinya sebagai top leader, kepala sekolah efektif akan menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan reformasi pendidikan pada tingkat sekolah.

Dengan melakukan studi terhadap kepemimpinan sekolah efektif kita dapat menggali informasi tentang nilai-nilai efektifitas harus dipelihara di sekolah. Sergiovanni (1987) menjelaskan kriteria sekolah efektif ke dalam hal-hal berikut:

  1. Skor tes UAN meningkat
  2. Kehadiran (guru, siswa, staf) meningkat
  3. Meningkatnya jumlah PR
  4. Meningkatnya waktu untuk penyampaian mata pelajaran
  5. Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua
  6. Partisipasi siswa dalam ekstra kurikuler
  7. Penghargaan bagi siswa dan guru
  8. Kualitas dukungan layanan bagi siswa dengan kebutuhan khusus


 

Demikianlah, kriteria efektifitas sekolah tersebut akan berkembang sesuai dengan muatan nilai-nilai lokal sekolah, di samping mengikuti standar kinerja pada umumnya.


 

C.    Konsep Dasar Kepemimpinan Efektif di Sekolah

  1. Pengertian

Mengingat tugas kepemimpinan yang kompleks, pengertian kepemimpinan tidak dapat dibatasi secara pasti, termasuk pengertian kepemimpinan efektif di sekolah. Namun, sejumlah rujukan menjelaskan bahwa kepemimpinan efektif di sekolah dapat berkait dengan kepemimpinan kepala sekolah di sekolah yang efektif. Atas dasar pandangan ini, maka kepemimpinan efektif di sekolah dapat dimengerti sebagai bentuk kepemimpinan yang menekankan kepada pencapaian prestasi akademik dan non akademik sekolah. Dengan demikian, pemimpin pendidikan efektif selalu berkonsentrasi untuk menggerakkan faktor-faktor potensial bagi ketercapaian tujuan sekolah.

Sebagai pemimpin pendidikan pula, kepala sekolah efektif mampu menunjukkan kemampuannya mengembangkan potensi-potensi sekolah, guru, dan siswa untuk mencapai prestasi maksimal. Seperangkat faktor pengaruh prestasi dapat digambarkan oleh model berikut:


 

Gambar 2.1. Faktor pengaruh prestasi (sumber : model green field 1987)


 

Merujuk kepada model tersebut, dapat digambarkan bahwa seorang kepala sekolah efektif sebagai pemimpin pendidikan selayaknya harus mampu meningkatkan prestasi sekolah dengan menunjukkan kemampuannya dalam mengelola sekolah, guru, dan siswa sebagai komponen utama untuk mencapai tujuan sekolah. Pengelolan yang terkait dengan komponen sekolah dapat meliputi: (a) kurikulum praktis dan mantap; (b) tujuan yang menantang dan balikan yang efektif; (c) partisipasi orang tua dan masyarakat; (d) lingkungan yang tertib dan nyaman; dan (e) kolegialitas dan profesionalisme.

Sementara, pengelolan yang terkait dengan komponen guru dapat mencakup: (a) strategi instruksional; (b) manajemen kelas; dan (c) desain kurikulum. Adapun pengelolaan yang terakit dengan siswa mencakup: (a) lingkungan rumah; (b) kecerdasan belajar; dan (c) motivasi. Ketiga komponen tersebut bersifat interrelatif, oleh karenanya harus dikelola secara sinergis dengan mendasarkan kepada prinsip-prinsip koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi.

Dari berbagai pandangan di atas, dapat ditegaskan bahwa kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan kepala sekolah yang memfokus kepada pengembangan instruksional, organisasional, staf, layanan murid, serta hubungan dan komunikasi dengan masyarakat. Sajian materi ini akan mendeskripsikan kepemimpinan efektif kepala sekolah, ditinjau dari aktifitasnya dalam berkomunikasi, membangun teamwork, mengambil keputusan, menangani konflik, dan memelihara budaya kerja di sekolah.


 

  1. Ciri-ciri Kepala Sekolah Efektif

Kepala sekolah efektif harus mengetahui mengetahui (a) mengapa pendidikan yang baik diperlukan di sekolah, (b) apa yang diperlukan untuk meningkatkan mutu sekolah, dan (c) bagaimana mengelola sekolah untuk mencapai prestasi terbaik. Kemampuan untuk menguasai jawaban atas ketiga pertanyaan ini akan dapat dijadikan standar kelayakan apakah seseorang dapat menjadi kepala sekola efektif atau tidak.

Secara umum, ciri dan perilaku kepala sekolah efektif dapat dilihat dari tiga hal pokok, yaitu: (a) kemampuannya berpegang kepada citra atau visi lembaga dalam menjalankan tugas; (b) menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah; dan (c) memfokuskan aktifitasnya kepada pembelajaran dan kinerja guru di kelas (Greenfield, 1987; Manasse, 1985). Adapun secara lebih detil, deskripsi tentang kualitas dan perilaku kepala sekolah efektif dapat diambil dari pengalaman riset di sekolah-sekolah unggul dan sukses di negara maju.

Atas dasar hasil riset tersebut, dapat dijelaskan ciri-ciri sebagai berikut:

  • Kepala sekolah efektif memiliki visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya, dan ia mendorong semua staf untuk mewujudkan visi tersebut
  • Kepala sekolah efektif memiliki harapan tinggi terhadap prestasi siswa dan kinerja staf
  • Kepala sekolah efektif tekun mengamati para guru di kelas dan memberikan balik yang positif dan konstruktif dalam rangka memecahkan masalah dan memperbaiki pembelajaran
  • Kepala sekolah efektif mendorong pemanfaatan waktu secara efisien dan merancang langkah-langkah untuk meminimalisasi kekacauan
  • Kepala sekolah efektif mampu memanfaatkan sumber-sumber material dan personil secara kreatif
  • Kepala sekolah efektif memantau prestasi siswa secara individual dan kolektif dan memanfaatkan informasi untuk mengarahkan perencanaan instruksional.


 

Di sisi lain, kepala sekolah yang tidak efektif biasanya:

  • Membatasi perannya sebagai manajer sekolah dan anggaran
  • Menjaga dokumen, sangat disiplin
  • Berkomunikasi dengan setiap orang sehingga memboroskan waktu dan tenaga
  • Membiarkan guru mengajar di kelas
  • Memanfaatkan waktu hanya sedikit untuk urusan kurikulum dan pembelajaran (Martin & Millower, 1981; Willower & Kmetz, 1982).


 

Kenyataan menunjukkan sedikit sekali kepala sekolah dipersiapkan sebagai pemimpin instruksional (Goodlad, 1983).


 

D.    Praktik Kepimimpinan Kepala Sekolah Efektif

Dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin yang efektif di sekolah, selama periode kepemimpinannya kepala sekolah dapat melaksanakan hal-hal berikut.

  1. Tahun Pertama

Dalam tahun pertama masa bakti kepemimpinannya, kepala sekolah efektif dapat melakukan hal-hal berikut:

  1. Menerima tanggungjawab sebagai kepala sekolah. Jika masih menekankan kepada administrasi dan disiplin, membiarkan guru mengajar di kelas, maka ia perlu merubah wawasannya menuju manajemen sekolah efektif
  2. Menetapkan tujuan dan menetapkan norma-norma atas dasar kebijakan yang telah digariskan oleh dinas pendidikan, nilai masyarakat, dan tentunya visinya sendiri tentang sekolah unggul
  3. Berkonsentrasi kepada upaya-upaya pembelajaran dan mulai melakukan kunjungan kelas
  4. Mengembangkan aktifitas dan struktur sesuai dengan tujuan, norma, dan maksud pendidikan
  5. Menyusun kalender akademik untuk menghindari hambatan belajar siswa, waktu perencanaan guru, dan seterusnya
  6. Mendukung saluran-saluran untuk melakukan komunikasi terbuka, pengambilan keputusan, dan problem-solving. Berusaha untuk memantapkan atmosfir kolegial
  7. Memperhatikan pertemuan dewan guru dalam memecahkan persoalan
  8. Merencanakan pementapan dan orientasi akademik
  9. Merencanakan sistem pemberian penghargaan bagi siswa dan staf
  10. Berinisiatif membangkitkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat


     

  1. Tahun Kedua

Di tahun kedua ini, kepala sekolah efektif menindaklanjuti ide-ide pada tahun pertama dengan kegiatan nyata, termasuk:

  1. Memantapkan iklim akademik sekolah, harapan berprestasi tinggi dalam keterampilan dasar, penilaian kemajuan, dan prestasi siswa. Minat staf harus dikonsentrasikan ke hal-hal tersebut
  2. Mendorong kepekaan sekolah terhadap masyarakat
  3. Mentransformasi visi sekolah efektif kepada staf, siswa, dan orang tua
  4. Beralih dari fokus persoalan yang sempit menuju orientasi program yang lebih luas
  5. Tampil percaya diri dan lebih visibel di jalan, kelas, halaman sekolah, dan masyarakat
  6. Berinisiatif melakukan observasi kelas dan kegiatan supervisi instruksional
  7. Menjadwal peristiwa pelatihan instruksional
  8. Memberi dukungan secara kontinyu kepada staf selama sesuai dengan tujuan sekolah yang lebih luas
  9. Menjalin hubungan yang baik dengan komunitas sekolah, termasuk staf, siswa, orang tua, dan lingkungan; selalu memperlakukan staf, siswa, orang tua, dan pihak lain dengan rasa hormat.


     

  1. Tahun Ketiga

Pada tahun ketiga ini, kepala sekolah efektif pada dasarnya menyempurnakan implementasi perubahan iklim dan prosedur sekolah dan melanjutkan reformasi. Dalam hal ini, kepala sekolah dapat melakukan hal-hal berikut:

  1. Melanjutkan menyusun dan mentransformasi tujuan personal dan sekolah yang sejalan dengan pemerintah
  2. Memantau proses dan program instruksional
  3. Mengkoordinasikan program instruksional, dengan memantapkan prestasi
  4. Mengambil peran penting dalam pengembangan program dan evaluasi dan keputusan tentang seleksi materi instruksional
  5. Merencanakan dan menjadwal untuk penggunaan material dan sumber daya personil secara optimal
  6. Mengorganisasi pelatihan inservice guru dalam bidang khusus dan teknik pengelolaan kelas
  7. Tetap mempertimbangkan riset yang relafan dan gagasan untuk kepemimpinan efektif, sekolah efektif, dan pembelajaran efektif
  8. Menyempurnakan standar kinerja guru, siswa, staf, dan diri sendiri.

E.    Indikator Kinerja Kepala Sekolah Efektif

Berdasarkan langkah-langkah reformatif dan analisis obyektif, maka dapat dikemukakan indikator-indikator kinerja kepala sekolah efektif di era global sebagai berikut:

  1. Mewujudkan proses pembelajaran yang efektif, yang mencakup aktifitas-aktifitas:
    1. Menciptakan situasi kelas yang kondusif
    2. Menumbuhkan siswa (sikap) aktif, kreatif, kritis, dan memahami materi ajar
    3. Menumbuhkan rasa percaya diri dan saling menghargai sesama
    4. Memotivasi kemampuan siswa untuk menggunakan media pembelajaran
    5. Siswa memiliki sumber belajar
  2. Menerapkan system evaluasi yang efektif dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan, dengan menyiapkan dan melaksanakan:
    1. Adanya jadwal evaluasi terprogram
    2. Alat evaluasi yang standard
    3. Analisa hasil evaluasi/belajar
    4. Pelaksanaan program perbaikan, pengayaan, dan penghargaan yang berkelanjutan.
    5. Penerapan tutor sebaya/Team Teaching
    6. Penulisan kisi-kisi, soal yang profesional
  3. Melakukan refleksi diri ke arah pembentukan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat, yang ditunjukkan dengan:
    1. Dapat memberi keteladanan
    2. Komitmen terhadap tugas
    3. Kebersamaan/kekompakan dalam melaksanakan tugas
    4. Implementasi Imtaq/amaliah
  4. Melaksanakan pengembangan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, melalui:
    1. Pemberian penghargaan dan sanksi yang tepat
    2. Pemberian tugas yang adil dan merata sesuai dengan kemampuan
    3. Memberikan kepercayaan dan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas
  5. Menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, dengan:
    1. Senantiasa mengikuti perkembangan IPTEK dalam PBM (Sarana dan Metode)
    2. Membiasakan warga sekolah berkomunikasi dalam bahasa Inggris (Bahasa Asing)
    3. Membudayakan sikap selalu ingin maju
    4. Memperluas kerja sama dengan pihak luar dalam rangka otonomi sekolah
    5. Mengadopsi masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu di segala bidang
  6. Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib (Safe and Orderly), dengan:
    1. Memantapkan tata tertib yang tegas dan konsekuen
    2. Kerjasama yang baik antara sekolah, masyarakat sekitar dan aparat keamanan
    3. Menjadikan sekolah yang bebas dari rokok dan Narkoba
    4. Menciptakan rasa kekeluargaan yang tinggi di antara warga sekolah (5 S = Salam, Sapa, Sopan, Senyum, Silaturahim)
    5. Menciptakan nuansa sekolah yang aman, tenteram dan damai (Taman, Penghijauan, Musik, yang halus)
  7. Menumbuhkan budaya mutu di lingkungan sekolah, dengan cara:
    1. Memberikan reward kepada guru, siswa yang berprestasi
    2. Memberdayakan MGMP tingkat sekolah/Hari MGMP/Sabtu
    3. Mewajibkan warga sekolah untuk memberdayakan perpustakaan/sumber belajar lainnya
    4. Peningkatan kualitas kehidupan beragama
    5. Memiliki target mutu yang tinggi dan slogan /motto
    6. Menanamkan rasa memiliki pada warga sekolah
  8. Menumbuhkan harapan prestasi tinggi, dengan:
    1. Mengadakan lomba cepat dalam kegiatan class meeting
    2. Membuat jadwal rutin Olah Raga prestasi
    3. Mendorong siswa untuk mengikuti     perlombaan-perlombaan
    4. Memiliki komitmen dan motivasi yang kuat
    5. Guru hams memiliki komitmen dan harapan tinggi terhadap siswa
    6. Semua harus memiliki motivasi tinggi untuk berprestasi
  9. Menumbuhkan kemauan untuk berubah, dengan:
    1. Mengikutsertakan guru untuk menambah wawasan
    2. Pemberian motivasi kerja yang tepat
    3. Memberikan kesempatan untuk pengembangan/ peningkatan jenjang karir
    4. Melakukan pembinaan
  10. Melaksanakan Keterbukaan/Transparan Managemen Sekolah, dengan cara:
    1. Membuat Program kerja, yang melibatkan semua warga sekolah
    2. Sosialisasi Program kerja
    3. Melaksanakan Program
    4. Mengadakan Pembinaan secara kontinue
    5. Membuat Laporan hasil pelaksanaan secara periodik
    6. Mengadakan rapat Evaluasi secara periodik
  11. Menetapkan secara jelas mewujudkan Visi dan Misi, dengan:
    1. Memberdayakan seluruh komponen sekolah dalam menyusun Visi sekolah
    2. Melibatkan semua komponen sekolah dalam menjabarkan Visi ke dalam indikator yang jelas
    3. Menyusun Misi Realistis yang terdiri dari jangka pendek, menengah dan Panjang untuk mencapai Visi, dengan melibatkan semua komponen sekolah
  12. Melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif, dengan:
    1. Memberdayakan disiplin guru dan karyawan
    2. Membudayakan pelayanan prima
    3. Meningkatkan profesionalisme guru dan karyawan melalui pelatihan-pelatihan atau lainnya
    4. Meningkatkan kesejahteraan guru dan karyawan
    5. Menciptakan iklim kerja yang kondusif dan kompetitif yang sehat dengan memberikan penghargaan dan sanksi
  13. Melaksanakan pengelolaan sumber belajar secara efektif, dengan:
    1. Menginfentarisir semua sumber-sumber belajar, di dalam dan di luar sekolah
    2. Menentukan sumber belajar yang     efektif sesuai kemampuan sekolah
    3. Pengadaan sumber-sumber belajar sesuai kemampuan
    4. Sosialisasi pemanfaatan semua sumber belajar
    5. Merencanakan pemanfaatan sumber belajar
  14. Melaksanakan pengelolaan kegiatan kesiswaan/ Ekstrakurikuler secara efektif, dengan:
    1. Menginfentarisir sarana prasarana ekstrakurikuler
    2. Menginfentarisir minat dan bakat siswa
    3. Mencari peluang kerjasama dengan pihak lain
    4. Mencari peluang pengadaan dana dari donatur
    5. Menentukan jenis-jenis ekstrakurikuler
  15. Mengembangkan kepemimpinan instruksional, dengan cara:
  • Mendorong murid untuk bekerja keras mencapai standar prestasi nasional.
  • Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program instruksional untuk memastikan bahwa kurikulum dan pembelajaran efektif telah diterapkan, didukung dengan penggunaan strategi penilaian secara tepat.
  • Mengajak semua pihak terkait di sekolah melaksanakan pengambilan keputusan yang didasarkan kepada visi, misi, dan prioritas program.
  • Memantapkan dan mempertahankan harapan berprestasi yang tinggi kepada murid secara rutin dengan melakukan best practices dalam kepemimpinan, pembelajaran, dan perbaikan instruksional.
  • Bekerjasama dengan para guru dan staf dalam mengidentifikasi sumber-sumber dan materi sesuai dengan kemampuan anggaran.
  • Bekerjasama dengan guru dan staf dalam memperbaiki dan menetapkan kalender akademik.


     

F.    Standar Kepemimpinan Efektif

Walau pengertian kepemimpinan efektif sulit didefinisikan secara tegas, secara umum dapat dirumuskan standar kepemimpinan kepala sekolah secara efektif. Pada dasarnya kepemimpinan efektif dapat dilihat dari tujuh perilaku kepala sekolah untuk: (a) menerapkan kepemimpinan sekolah efektif, (b) melaksanakan kepemimpinan instruksional, (c) memelihara iklim belajar yang berpusat pada siswa, (d) mengembangkan profesionalitas dan mengelola SDM, (e) melibatkan orang tua dan menjalin kemitraan dengan masyarakat, (f) mengelola sekolah secara efektif dan melaksanakan program harian, dan (g) melaksanakan hubungan interpersonal secara efektif.

Kepemimpinan di sekolah dapat mencakup serangkaian kegiatan kepala sekolah dalam memimpin institusi sekolah dengan cara membangun teamwork yang kuat, mengelola tugas dan orang secara bertanggungjawab, dan melibatkan sejumlah pihak terkait dalam pelaksanaan visi sekolah.

Untuk membangun tim, kepala sekolah dapat melakukannya dengan:

  1. Mendorong dan merespon masukan dari anggota tim
  2. Bekerjasama dengan staf dan murid memantapkan dan membangun tim di sekolah
  3. Membantu tim menyusun tujuan
  4. Memfokuskan tim kepada pencapaian tujuan yang spesifik dan terukur

Koordinasi dapat dilakukannya dengan menjalin kerjasama dengan instansi terkait, melibatkan guru, staf, orang tua, dan masyarakat secara tepat dalam pengambilan keputusan. Adapun implementasi visi sekolah dapat dilakukan dengan cara mengembangkan visi sekolah bersama stakeholders, mengarahkan pelaksanaan program sesuai dengan visi sekolah, dan mengkomunikasikan dan menunjukkan visi dalam rangka peningkatan mutu sekolah.

Kepemimpinan instruksional ditunjukkan kepala sekolah dalam berusaha mendorong kesuksesan semua murid dengan menciptakan program instruksional yang mendorong perbaikan proses belajar dan mengajar. Tiga hal penting yang menjadi perhatiannya berupa asesmen, kurikulum, dan pembelajaran. Dalam asesmen, kepala sekolah (1) mengarahkan evaluasi belajar siswa dengan menggunakan beragam teknik dan sumber informasi; (2) menganalisis data siswa, staf, dan masyarakat untuk pengambilan keputusan; (3) memanfaatkan data sekolah dan siswa untuk membuat program layanan murid dan kurikulum; dan (4) memantau kemajuan belajar siswa, didukung dengan laporan sistematis tiap bulan.

Kepala sekolah juga menyiapkan tim untuk pengembangan kurikulum, menggunakan hasil penelitian, keahlian guru, dan rekomendasi kalangan profesional untuk membuat keputusan kurikuler, dan bekerjasama dengan staf untuk menyesuaikan pelaksanaannya dengan standar nasional. Terkait dengan pembelajaran, kepala sekolah memperbaikinya dengan memantau semua kelas dan sekolah, mendorong penggunaan metode mengajar yang inovatif dan mendorong guru mencobakan program inovatif yang melibatkan murid, serta menyiapkan program untuk memenuhi kebutuhan pendidikan khusus dan kecakapan murid yang terbatas.

BAB III

KOMUNIKASI


 

A.    Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam berorganisasi. Hasil penelitian seorang pakar komunikasi menyimpulkan bahwa sekitar 75%- 90% waktu kerja digunakan pimpinan atau manajer untuk berkomunikasi. Jika dua orang atau lebih bekerjasama, maka perlu adanya komunikasi antar mereka. Makin baik komunikasi mereka, makin baik pula kemungkinan kerjasama mereka. Komunikasi yang efektif menuntut rasa saling: menghormati, percaya, terbuka, dan tanggung jawab. Leader atau manajer menyampaikan semua fungsi manajemen dan tugas manajemen melalui saluran komunikasi. Leader atau manajer melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian semuanya melalui komunikasi kepada bawahannya. Demikian juga pemberian tugas-tugas seperti administrasi: (a) peserta didik, (b) tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, (c) keuangan, (d) sarana dan prasarana, (e) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (f) layanan-layanan khusus juga dilakukan melalui komunikasi.

Keterampilan berkomunikasi dalam rangka membina hubungan sosial. Perusahaan besar Rockefeler di Amerika Serikat memberikan bonus khusus bagi pegawainya yang mempunyai kelebihan dalam berkomunikasi. Modul ini membahas pengertian komunikasi, manfaat komunikasi, proses komunikasi, jalur komunikasi, bentuk komunikasi, prinsip-prinsip komunikasi, dan hambatan-hambatan komunikasi.

B.    Konsep Dasar Komunikasi

  1. Pengertian

Komunikasi ialah proses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu orang kepada orang lain baik langsung maupun tidak langsung, baik tertulis, lisan maupun bahasa isyarat. Seseorang yang melakukan komunikasi disebut komunikator. Orang yang diajak berkomunikasi disebut komunikan. Orang yang mampu berkomunikasi disebut komunikatif.

Bagi kepala sekolah, kegiatan komunikasi dapat dimaksudkan
agar meberikan sejumlah manfaat, antara lain agar (a) penyampaian program yang disampaikan dimengerti oleh warga sekolah, (b) mampu memahami orang lain, (c) gagasannya kita diterima oleh orang lain, dan (d) efektif dalam menggerakkan orang lain melakukan sesuatu.


 

  1. Proses Komunikasi

Proses komunikasi meliputi serangkaian kegiatan sistemasik, sebagaimana digambarkan seperti berikut.


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 3.1. Proses Dasar Komunikasi


 

Proses komunikasi yang efektif terjadi jika pesan yang disampaikan cocok dengan yang diterima oleh penerima. Seorang komunikator yang efektif akan melakukan hal-hal berikut:

  1. Mempelajari penggunaan bahasa secara positif dan ujaran yang tepat
  2. Mempelajari bagaimana menggunakan bahasa tubuh dan komunikasi nonverbal
  3. Mempelajari bagaimana memahami motivasi pihak lain
  4. Mempelajari bagaimana mempengaruhi orang lain
  5. Mempelajari bagai memberikan pengaruh pada saat rapat dan presentasi
  6. Menangani konflik dengan strategi yang tepat
  7. Mempelajari bagaimana memperkuat hubungan
  8. Membangun jaringan di dalam dan di luar tempat kerja
  9. Membangun kepercayaan dengan orang lain


     

  1. Jalur Komunikasi

Dalam berkomunikasi, seoerang kepala sekolah dapat memanfaatkan beberapa saluran yang mereka anggap tepat untuk menyampaikan pesan. Jalur komunikasi dapat bersifat formal dan nonformal, tertulis dan lisan, perorangan dan kelompok. Jalur komunikasi formal tercermin dari struktur formal organisasi, dan antara organisasi formal satu dengan lainnya.


 

  1. Pola Komunikasi

Bentuk komunikasi dapat dilakukan dalam bentuk seperti berikut.


 


 


 

A      B Komunikasi tunggal timbal balik


 

A B C      D      E     Komunikasi searah Berantai (chain)


 

A     B     C     D         A


 


 

        E     F


 


 

         G     H

Komunikasi O (lingkaran)


 

        I

Komunikasi Y


Komunikasi Roda (wheel)


 



 

Gambar 3.2. Pola Komunikasi


 


 

Selanjutnya, kemampuan dan gaya komunikasi seseorang bersifat unik, dapat menimbulkan pola komunikasi yang berbeda, yang meliputi: (a) komunikator untuk membangun, (b) komunikasi untuk mengendalikan, (c) komunikasi untuk melepaskan diri, dan (d) komunikasi untuk yang menarik diri.


 

  1. Hambatan-hambatan Komunikasi

Tidak selamanya proses komunikasi berjalan secara lancar. Seringkali kepala sekolah menghadapi masalah komunikasi yang harus diatasi. Diantara masalah tersebut adalah masalah-masalah sosio-psikologis, termasuk: kecemasan, menutup diri, masalah kesempurnaan, memahami hening, berurusan dengan lawan bicara yang menuntut, lawan bicara yang tidak dapat diandalkan, hasil yang lambat, dan hilang kendali atas diri.

Di samping itu, ada beberapa hal yang dapat menjadi penghambat atau penghalang dalam proses berkomunikasi. Penghambat tersebut dikenal dengan istilah barrier, noises, atau bottle neck communication.


 


 

(Verma, 1988).

Gambar 3.3. Hambatan Komunikasi

  1. Teknik Berkomunikasi secara Efektif

Untuk menjadi komunikator dan komunikan yang baik pada dasarnya tergantung sejauh mana dijawabnya pertanyaan-pertanyaan berikut: How do you communicate ? Is it effective ? Is it efficient ? Do you get positive feedback ?

Oleh karena itu, atasilah hambatan-hambatan komunikasi dengan berusaha menjadi: (1) pendengar yang baik, (2) pembicara yang efektif, (3) pembaca yang baik, (4) penulis yang baik. Berikut dapat dipelajari cara mudah untuk melakukan komunikasi secara baik.


 

  1. Cara
    Menjadi
    Pendengar yang baik

Jadilah ACTIVE LISTEN yaitu singkatan dari:

Attention (penuh perhatian)

Concern (tertarik)

Timing (pilih waktu yang tepat)

Involvement (merasa turut terlibat)

Vocal tones (irama suara memiliki saham 38% terhadap komunikasi)

Eyes contact (adakan kontak mata)


 

Look (lihat bahasa tubuh)

Interest (tunjukkan minat)

Summarize (singkat intisari pesan)

Territory (batasi hal-hal penting)

Empathy (penuh perasaan)

Nod (mengangguklah tanda Anda sudah memahami atau setuju).

(Verma,1988).


 

  1. Cara menjadi pembicara yang baik

Untuk menjadi pembicara yang baik, dapat dilaksanakan saran-saran berikut:

  1. Kuasai materi yang akan dibicarakan
  2. Buat sistematika pembicaraan (pembukaan, isi, dan penutup)
  3. Usahakan isi pesan bermakna dan berkesan bagi pendengar
  4. Siapkan diri agar tampil dalam keadaan segar bugar dan bersemangat.
  5. Berpakaian yang sopan dan rapi
  6. Timbulkan rasa percaya diri, anggap Andalah yang paling menguasai materi pembicaraan dibandingkan dengan pendengarnya.
  7. Lakukan kontak mata untuk meningkatkan komunikasi
  8. Konsentrasi pada materi pembicaraan.
  9. Gunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami pendengarnya (disesuaikan dengan kemampuan pendengarnya)
  10. Berbicara jangan terlalu cepat atau terlalu lambat.
  11. Memberi tekanan nada suara (intonasi) pada bagian-bagian yang penting agar tidak monoton.
  12. Gunakan variasi gerakan badan, dan mimik wajah
  13. Gunakan multi media bervariasi pada presentasi
  14. Adakan pertanyaan untuk umpan balik.
  15. Gunakan homor seperlunya yang relevan dan sopan agar suasana menjadi tidak membosankan.


 

Secara sederhana, Albert Meharabian memberikan rumus komunikasi sebagai berikut.


 


 


 

.


 

Sebagai pembicara yang baik menurut Verma (1996) harus memenuhi tiga langkah: (1) pendahuluan (katakan apa yang akan dikatakan), (2) menerangkan (jelaskan sesuatu), dan (3) ringkasan (sampaikan inti yang telah Anda katakan tadi).


 

  1. Cara menjadi penulis surat yang baik

Untuk menjadi penulis surat yang baik,

  1. Kuasai substansi yang akan ditulis
  2. Kuasai dan terapkan pedoman format surat dinas yang berlaku.
  3. Kuasai bahasa.


 

  1. Cara menjadi pembaca yang baik

Gunakan PQRST atau SQ3R. Prereview (melihat keseluruhan bahan bacaan biasanya melalui daftar isi), Quistiones (bertanya dalam hati, "Mana yang perlu dibaca atau mana yang dibutuhkan".? . Read (Baca), Self-evaluation (adakan penilaian sendiri, bacaan mana yang cocok untuk diterapkan sesuai dengan sosial budaya kita), Test (uji penerapan bacaan itu berdasarkan data lapangan). Atau dapat pula menggunakan prinsip SQ3R yaitu Survey = prereview di atas, Question, Read, Review.

Setiap leader atau manajer suka atau tidak suka selalu terlibat dalam rapat (meeting). Dalam rapat terjadi komunikasi. Agar komunikasi rapat efektif, Verma (1996) memberikan sarannya seperti singkatan GREAT berikut ini.

  • Goals, tujuan rapat harus memenuhi kriteria SMART (specific, measurable, achievement, Results-oriented, and timely).
  • Roles and Rules, Peran dan aturan main dipatuhi.
  • Expectation, harapan haarus didefinisikan dengan jelas
  • Agendas, agenda harus dibagikan
  • Timely, waktu adalah uang menjadi sensitif bagi anggota untuk mematuhi jadwal hadir. Tentukan jam berapa mulai dan berakhirnya rapat.

BAB IV

PENGAMBILAN KEPUTUSAN


 

A.    Latar Belakang Masalah

Pengambilan keputusan sering kita lakukan sehari-hari tetapi tanpa kita sadari. Tugas seorang manajer atau leader sehari-hari adalah mengambil keputusan. Seringkali banyak keputusan yang harus diambil setiap hari, tetapi kadang-kadang satu hari hanya ada satu keputusan saja yang kita buat. Hal ini tergantung keperluannya. Membuat keputusan dan pemecahan masalah merupakan salah satu peranan yang harus dimainkan setiap leader dan manajer. Semua fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, motivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan pengawasan dan pengendalian memerlukan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

Perubahan situasi dan kondisi yang sangat cepat menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam manajemen yang mendorong manajer untuk mampu membuat sejumlah keputusan dalam waktu yang tepat dan cepat. Untuk mampu mengimbangi cepatnya perubahan waktu, seorang manajer harus sanggup menghadapi minimal tiga tantangan yaitu: (1) keadaan yang sangat kompleks, (2) keadaan yang tidak menentu, dan (3) tuntutan untuk dapat bertindak luwes.

Kualitas suatu keputusan merupakan cermin dari daya pikir manajer. Oleh karena itu, berpikir dalam hubungannya dengan mengambil keputusan dan memecahkan masalah harus diusahakan agar tidak tersesat ke jalan yang tidak efektif dan efisien.

Modul ini membahas pengertian pengambilan keputusan, proses pengambilan keputusan, dan contoh-contoh cara mengambil keputusan.


 

B.    Konsep Dasar Pengambilan Keputusan

  1. Pengertian

Pengambilan keputusan ialah proses memilih sejumlah alternatif. Pengambilan keputusan penting bagi administrator pendidikan karena proses pengambilan keputusan mempunyai peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan perubahan organisasi. Setiap level administrasi sekolah mengambil keputusan secara hirarkis. Keputusan yang diambil administrator berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan terutama peserta didik. Oleh karena itu, setiap administrator pendidikan harus memiliki keterampilan mengambil keputusan secara cepat dan tepat.


 

  1. Model Pengambilan Keputusan
    1. Model Mintzberg, Drucker, dan Simon

Mintzberg, et.al. (1976) memberikan tiga tahap dalam proses pengambilan keputusan yaitu: (1) tahap identifikasi, (2) tahap pengembangan, dan (3) tahap pemilihan.

Drucker (1993) seorang ahli pemimpin organisasi memberikan enam langkah dalam proses pengambilan keputusan yaitu: (1) mendefinisikan masalah, (2) menganalisis masalah, (3) mengembangkan alternatif pemecahan masalah, (4) memutuskan satu pemecahan masalah terbaik, (5) merencanakan tindakan yang efektif, dan (6) memantau dan menilai hasilnya. Sementara Simon (1997) pemenang Nobel teori pengambilan keputusan menggambarkan proses pengambilan keputusan atas tiga tahap yaitu: (1) kegiatan intelijen, (2) kegiatan disain, dan (3) kegiatan pemilihan.

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses pengambilan keputusan meliputi tiga kegiatan yaitu: (1) identifikasi dan pemilihan masalah, (2) pengembangan alternatif pemecahan masalah, dan (3) memilih alternatif pemecahan masalah terbaik. Beda pengambilan keputusan dengan pemecahan masalah seperti gambar 4.1 berikut.

Pengambilan Keputusan


 


 


 


 


 


 


 

Pemecahan Masalah


 

Gambar 4.1. Beda Pengambilan Keputusan dengan Pemecahan Masalah


 

Setiap model memiliki basis umum pengambilan keputusan. Model pengambilan keputusan dapat dibedakan atas model pengambilan keputusan rasional, model pengambilan keputusan klasik, model pengambilan keputusan perilaku, model Vroom & Yetton (decision tree), model pengambilan keputusan Chung & Megginson, dan model pengambilan keputusan pohon masalah.


 

  1. Model Pengambilan Keputusan Rasional

Keputusan dapat dibedakan atas dua tipe yaitu terprogram (struktured) dan tidak terprogram (unstructured). Keputusan terprogram ialah keputusan yang selalu diulang kembali. Contohnya: keputusan kenaikan kelas pesera didik, keputusan pengangkatan, keputusan penetapan gaji pegawai baru, keputusan pensiun, dan sebagainya. Keputusan tidak terprogram ialah keputusan yang diambil untuk menghadapi situasi rumit dan atau baru. Gambar 4.2 berikut ini menggambarkan keterkaitan proses pengambilan terprogram dengan pengambilan keputusan tidak terprogram dalam model pengambilan keputusan rasional.


Gambar 4.2 . Proses Model Pengambilan Keputusan Rasional


 

  1. Model Pengambilan Keputusan Klasik

Model pengambilan keputusan klasik berasumsi bahwa keputusan merupakan proses rasional di mana keputusan diambil dari salah satu alternatif terbaik. Model klasik didasarkan konsep rasionalitas lengkap (complete rationality). Sesuai dengan model klasik, proses pengambilan keputusan dibagi atas enam langkah logis seperti yang ditunjukkan gambar 4.3 berikut ini.


Daur ulang

Gambar 4.3. Proses Pengambilan Keputusan Model Klasik (Lunenburg & Ornstein,2000:158)


 

  1. Model Pengambilan Keputusan Perilaku

Model ini didasarkan sejauh mana keputusan itu dapat memberikan kepuasan. Model ini juga mempertimbangkan pengambilan keputusan atas dasar rasionalitas kontekstual dan rasionalitas retspektif. Rasionalitas kontekstual artinya keputusan tidak hanya didasarkan oleh ketentuan tersurat (tekstual) tetapi juga yang tersirat (kontekstual).


 

  1. Model Pengambian Keputusan Carnegie

Model ini lebih mengakui akan kepuasan, keterbatasan rasionalitas, dan koalisi organisasi. Perbedaan antara pengambilan keputusan rasional dengan Carnegie ditunjukkan oleh tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Perbedaan Model Rasional dengan Model Carnegie

Model Rasional 

Model Carnegie 

Banyak informasi yang tersedia 

Sedikit informasi yang tersedia 

Murah  

Mahal, karena masih mencari informasi 

Bebas nilai 

Terikat nilai 

Alternatif banyak 

Alternatif sedikit 

Keputusan diambil dengan suara bulat

Keputusan dengan kompromi, persetujuan, dan akomodasi antara koalisi organisasi 

Keputusan dipilih yang terbaik bagi organisasi 

Keputusan dipilih yang memuaskan organisasi 

(Jones,1995)


 

  1. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Manfaat

Dasar pemikirannya adalah: (1) mutu keputusan, (2) kreativitas keputusan, (3) penerimaan keputusan, (4) pemahaman keputusan, (5) pertimbangan keputusan, (6) ketepatan keputusan.


 

  1. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Masalah

Ada tiga tendensi khusus yang dapat merusak proses keputusan kelompok yaitu: (1) pikiran kelompok, (2) perubahan beresiko, dan eskalasi komitmen.


 

  1. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Lapangan

Model ini paling banyak digunakan sekolah karena ingin melibatkan partisipasi warga sekolah dalam mengambil keputusan. Lima teknik penting dalam pengambilan keputusan berdasarkan lapangan adalah: (1) curah pendapat (brainstorming), (2) teknik grup nominal, (3) teknik Delphi, (3) pembela yang menantang apa yang dianggap baik (devil's advocate).


 

  1. Model Pengambilan Keputusan Pohon Masalah


Gambar 4.4. Pohon Masalah (Pernyataan Negatif)


 

Keterangan:

  1. Masalah yang dihadapi adalah buruknya manajemen pendidikan
  2. Akibatnya adalah rendahnya mutu pendidikan
  3. Penyebabnya adalah perencanaan tidak mantap, pelaksanaan tidak tepat, pengawasan tidak ketat.
  4. Dipilih lagi satu penyebab yang prioritas misalnya pelaksanaan tidak tepat.
  5. Penyebab pelaksanaan tidak tepat adalah rendahnya motivasi kerja guru, lemahnya kepemimpinan pendidikan, lambatnya memecahkan masalah, kurang baiknya komunikasi, dan kurang baiknya koordinasi. Penyebab pelaksanaan tidak tepat tidak boleh sama maknanya misalnya lemahnya kordinasi, yang lain lagi kurang baiknya koordinasi atau koordinasi belum efektif.
  6. Masalah dipilih berdasarkan kewenangan dan kepentingan organisasi yang bersangkutan. Jangan mengambil masalah di luar kewenangan kita. Karena bukan tugas pokok kita
  7. Tanda panah arah ke bawah berarti dugaan faktor penyebab dan ke atas dugaan faktor akibat.


     


     


Gambar 4.5. Pohon Sasaran (Pernyataan Positif)


 


Gambar 4.6. Pohon Alternatif


 

  1. Tipe Keputusan Manajerial

Chung & Megginson (1981) memberikan tipologi keputusan manajerial yang didasarkan atas dua dimensi yang berhubungan dengan masalah yaitu: (1) komleksitas masalah, dan (2) dampak ketidakpastian.


 

  1. Metode Keputusan

Pembuatan keputusan bersifat dinamis yang dapat melibatkan metode keputusan beragam. Diantara metode keputusan ini berupa (a) Keputusan yang Kurang Tanggapan, (b) Keputusan dengan Otoritas, (c) Keputusan Minoritas, (d) Keputusan Mayoritas, (e) Keputusan konsensus, dan (f) Keputusan Bulat.

BAB V

MEMBANGUN KERJA TIM


 

A.    Latar Belakang

Keberhasilan manajer memimpin organisasi antara lain karena adanya dukungan kerja tim yang efektif. Kerja tim adalah sinerji. Artinya, bekerjasama hasilnya lebih besar daripada bekerja sendiri-sendiri. Sinerji seperti sapu lidi. Artinya, lebih kuat bersama-sama daripada sendiri-sendiri. Sinerji merupakan hasil dari koordinasi kegiatan-kegiatan tim (Hunsaker, 2001).

Konsep "tim" berbeda dari konsep "kelompok". Tim adalah kumpulan orang yang tergabung dalam kelompok yang memiliki tujuan yang sama dan memiliki ciri-ciri tertentu. Sedang kelompok merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dalam mencapai tujuan bersama. Kelompok memiliki struktur, hubungan, tugas dan hirarkis, sedang tim hanya memiliki anggota saling tergantung, bekerja dengan saling percaya, saling memotivasi, dan permasalahan diselesaikan secara terbuka (win-win solution).

Hambatan organisasi untuk membangun tim, meliputi: (a) Visi, misi dan strategi kurang motivable, (b) Moral dan semangat rendah, (c) Konflik interes merebak, (d) Kemampuan mental rendah, (e) Seleksi kurang berhasil, (f) Kepribadian dominan introvert/ekstrovert, (g) Komposisi susunan tim tidak efektif, (h) Peran tim tidak jelas, (i) Tertutup untuk evaluasi, dan (j) Pemberdayaan kurang efektif.

Manfaat kerja secara tim, yaitu: (a) Tujuan tercapai maksimal, (b) Tercapai rasa saling menghargai, (c) Masing-masing anggota berbagi pengalaman, (d) Bebas kemukakan ide secara kreatif, (e) Pembagian tugas berasas profesionalisme, dan (f) Terhindar dari stres.

Ciri-ciri tim dinamis: Berkinerja tinggi, Memanfaatkan energi secara maksimal, Penuh percaya diri, dan Saling tergantung.


 

B.    Konsep Dasar

  1. Pengertian Kerja Tim

Tim ialah kelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi dan berkomitmen untuk mecapai tujuan bersama secara efektif dan efisien (Hunsaker,2001). Kerja tim ialah kerja berkelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.


 

  1. Manfaat Kerja Tim

Kerja tim dapat memberikan manfaat, antara lain:

  1. Pekerjaan menjadi lebih ringan karena dilakukan bersama
  2. Dapat menimbulkan semangat kebersamaan.
  3. Lebih efektif dan efisien dibandingkan dikerjakan sendiri-
  4. sendiri.
  5. Kinerja organisasi lebih meningkat.


     

  1. Tahapan Pembentukan Tim

Proses pembentukan tim dapat meliputi serangkaian langkah berikut:

  1. Forming: kesadaran akan komitmen bersama untuk membentuk tim dan penerimaan menjadi anggota tim.
  2. Stoming : Muncul badai berupa konflik tentang klarifikasi dan kepemilikan.
  3. Norming : Ada usaha untuk bekerja sama berupa keterlibatan dan dukungan membuat dan mematuhi norma-norma baru.
  4. Performing: Meningkatkan produktivitas kerja berupa target pencapaian kinerja dan rasa bangga.
  5. Andjouring: Berpisah memberikan pengakuan dan kepuasan (Hunsaker, 2001)


     

  1. Karakteristik Kerja Tim Efektif

Kerja tim efektif memiliki sejumlah ciri berikut:

  1. Misi tim jelas
  2. Suasana informal
  3. Banyak berdiskusi
  4. Banyak mendengar (Pendengan yang aktif)
  5. Kepercayaan dan keterbukaan.
  6. Menerima perbedaan pendapat (saling menghargai)
  7. Kritis terhadap isu-isu tim TAS, dan tidak bersifat pribadi
  8. Konsensus adalah salah satu norma tim TAS
  9. Kepemimpinan efektif
  10. Jelas dalam penilaian
  11. Mengabungkan nilai dan norma
  12. Komitmen (Manning & Curtis, 2003).


 

  1. Gaya Kepemimpinan dalam Mengembangkan Kerja Tim

Gaya kepemimpinan dalam mengembangkan kerja tim dapat ditunjukkan oleh gambar 5.1 berikut.



 


 


 


 

  1. Model Kerja Tim Berenerji Tinggi

Tim berenergi tinggi pada prinsipnya, merupakan tim yang memiliki seperangkat kemampuan yang unggul, sebagaimana digambarkan oleh gambar 5.2 berikut:


 



 


 


 

  1. Teknik Meningkatkan Kinerja Kerja Tim
    1. Penilaian kinerja berdasarkan standar kinerja yang telah
    2. ditetapkan.
    3. Memberikan motivasi berkinerja tinggi
    4. Memberi kesempatan mengikuti pelatihan yang relevan
    5. Merundingkan masalah kinerja dan cara mengatasinya.
    6. Menyepakati tindakan yang akan dilakukan
    7. Memantau dan menilai terus menerus kegiatan staf
    8. Memberi umpan balik jika diperlukan
    9. Memberi penghargan yang adil dan wajar sesuai kinerja.

      BAB VI

      MANAJEMEN KONFLIK


 

A.    Latar Belakang Masalah

Jika dua orang berkumpul, maka siap-siaplah akan tejadi pertentangan baik disimpan di dalam hati maupun ditampakkan dengan perilaku. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa bila mereka berdekatan, pasti terjadi gesekan perasaan karena suasana hati manusia itu secara garis besar berkisar antara rasa senang, sedih, marah, dan takut (cemas). Komunikator ang handal dapat mengetahui suasana hati manusia dari penampilan wajahnya. Konflik tidak selamanya negatif, ada pla konflik yang menyebabkan positif, misalnya berkonflik karena persaingan secara sehat.Manager dan leader dalam menjalankan tugasnya pasti berhadapan dengan konflik. Untuk itu perlu dibekali bagaimana cara-cara mengatasi konflik.

Burns (1978: 37) menyatakan bahwa potensi konflik dapat melancarkan hubungan umat manusia, sekaligus menjadi kekuatan penyehat dan pertumbuhan, sebagaimana dapat pulas perusak. Tidak ada kelompok dapat hidup harmonis secara keseluruhan; yang demikian itu akan sepi dari proses dan struktur.

Sebuah organisasi selaykanya dikembangkan sebagai system yang mendorong upaya kerjasama antar manusia. Namun, dalam "kehidupan nyata" (the real world), organisasi akan selalu diwarnai oleh adanya konflik dalam berbagai bentuk dan tingkat kekuatannya, baik secara positif dan negatif. Dalam situasi yang dinamis seperti sekarang ini, dapat dipikirkan untuk meminimalisasi kerusakan akibat konflik dan menanganinya secara produktif.

Konflik akan selalu menyelimuti pengalaman umat manusia. Pasti akan terjadi, bahkan dalam diri individu sekalipun; biasa disebut konflik intrapersonal (intrapersonal conflict). Konflik ini, sering muncul akibat pertentangan antara dua perasaan atau kepentingan, yang mendorong timbulnya stress. Di samping itu, konflik akan selalu muncul dalam pengalaman social, antar individu-individu, kelompok-kelompok, dan antara masyarakat dan kultur yang lebih luas lagi.

Konflik dapat terjadi di dalam (within) pribadi (person) dan unit social (intrapersonal, intragroup, atau intranational). Konflik juga dapat dialami antara (between) dua pihak atau lebih (interpersonal, intergroup, atau international). Konflik dalam kehidupan organisasional biasanya melibatkan konflik antarpribadi dan antar kelompok.


 

B.    Konsep Dasar

  1. Hakikat Konflik

Pada hakikatnya, konflik pasti terjadi, berkonotasi negatif, hasil akhhir tergantung manajemennya, dan perlu dikenali. Munculnya konflik biasanya diisyaratkan oleh adanya komentar emosional, serangan gagasan yang apriori, saling tuduh, dan saling serang pada pribadi. Penanganannya dapat dilakukan dengan cara konfrontasi agresif, manufer negatif, penundaan terus menerus, dan bertempur secara pasif.

Sumber konflik berawal dari sikap menghalangi sasaran perorangan, perbedaan sudut pandang, kehilangan otonomi/kekuasaan, dan kehilangan sumber yang mengakibatkan ketidak adilan, ancaman terhadap nilai/norma, dan perbedaan persepsi, tujuan,kebutuhan, kebutuhan dan nilai. Konflik dapat direspon dengan cara menghindar, mengakomodasi, menang/kalah, dan penyelesaian masalah (kolaborasi win-win).

Berdasarkan teori manajemen klasik (classical management theory), adanya konflik dipandang sebagai bukti perpecahan organisasi, yakni gagalnya pihak manajemen merencanakan dan melaksanakan pengendalian secara memadai. Sementara menurut pandangan hubungan manusiawi (human relation), konflik dipandang secara negatif sebagai bukti gagalnya pihak manajemen mengembangkan norma-norma yang sesuai dalam kelompok. Adapun teori administrasi tradisional lebih melihat organisasi yang sehat didasarkan kepada suasana yang harmonis, kesatuan, koordinasi, efisiensi, dan tertib. Hubungan manusiawi berupaya menciptakan iklim tersebut melalui suasana kerja yang menyenangkan, sedang aliran klasik menciptakannya melalui kontrol dan struktur organisasi yang ketat. Keduanya sepakat bahwa konflik cenderung merugikan, oleh karena itu harus dihindari.


 

  1. Definisi Konflik

Pada dasarnya, tidak ada kesepakatan tentang definisi konflik di kalangan ahli (Thomas, 1976). Hal ini, tercermin dalam rumusan yang dikemukakan oleh mereka. Deutsch (1973: 10) memandang bahwa konflik akan muncul jika terjadi kesenjangan aktifitas.

Konflik ialah proses kegiatan A merugikan B sehingga menimbulkan perselisihan sehingga dapat menimbulan stres (Gibson, et.al, 2003). Konflik disebut juga fight, strangle, quarrel, deference, opposition, .and disagreement. Konflik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan stres bagi yang berkonflik. Konflik dapat terjadi dengan: (1) diri sendiri, (2) seseorang, (3) kelompok, (4) organisasi, (5) kelompok dengan kelompok, (6) kelompok dengan organisasi, dan (7) organisasi dengan oganisasi.

Pandangan perilaku menyatakan konflik adalah sesuatu yang wajar (alamiah) karena perbedaan perilaku dalam berorganisasi. Pandangan intraksionis menyatakan bahwa konflik adalah proses interaktif yang mendorong keharminisan, kedamaian, dan kerjasama untuk melakukan inovasi, perubahan dan peningkatan.

Pandangan Kontemporer tentang Konflik. Konflik dalam organisasi saat ini tidak dapat dihindari, endemic, dan legitimate. Hal ini, karena individu dan kelompok di dalam system social manusia interdependen dan selalu berkait dalam proses definisi dan redefinisi terhadap sifat dan rentang interdependensi mereka. Proses tersebut, misalnya, ditandai oleh fakta bahwa lingkungan tempat tinggal mereka berubah secara konstan. Barnard (1938) pernah menyatakan melekat dalam konsepsi kebebasan berkehendak dalam lingkungan yang terus berubah pola-pola social yang ditandai dengan negosiasi, stress, dan konflik.

Efek Konflik Organisasi. Konflik yang terlalu sering dan menguat dapat berdampak pada prilaku orang dalam organisasi. Penarikan diri secara psikososial, seperti alienasi, apatis, dan tidak peduli merupakan indikasi umum yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi organisasi. Penarikan diri secara fisik, seperti ketidakhadiran, keterlambatan, dan pengunduran diri merupakan respon terhadap konflik di sekolah sebagai akibat lemahnya system administrasi.

Tentu, konflik dalam organisasi pendidikan tidak diinginkan. Manajemen konflik yang tidak efektif dapat menimbulkan iklim yang memperburuk situasi dan memperluas frustasi, penuruan iklim organisasi, dan meningkatkan perusakan lebih lanjut. Sebaliknya, manajemen konflik yang efektif dapat mendorong kinerja yang produktif dan meningkatkan kesehatan organisasi dalam waktu yang lama.

Berdasar paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa konflik tidak dapat dilihat baik atau buruk begitu saja; eksistensinya netral. Dampaknya terhadap organisasi dan prilaku orang di dalamnya sangat tergantung kepada ketepatan cara yang diperlakukan. Hal ini, mengisyaratkan bahwa penyelesaian konflik di lingkungan Departemen Agama RI perlu menggunakan berbagai pendekatan dan multiperspektif.

Kinerja
Organisasi. Untuk membicarakan konflik organisasi sebagai sesuatu yang baik atau buruk, fungsional atau disfungsional, mensyaratkan adanya criteria yang digunakan untuk membuat penilaian. Sebagai langkah awal, perlu digali dampak konflik terhadap kapabilitas organisasi sebagai sebuah system.

Pengukuran produktifitas organisasi dan pembahasan tentang relefansi system sekolah atau kondisi internal sekolah harus dikedepankan. Oleh karena itu, akibat konflik secara fungsional atau disfungsional terhadap organisasi harus dipahami dalam kaitannya dengan kesehatan organisasi, adaptabilitas dan stabilitas.

Sebagaimana kita ketahui, teori motivasi moderen menjelaskan bahwa tantangan, signifikansi, dan kebutuhan untuk memecahkan masalah menjadi cirri penting yang mampu membuat orang menjadi tertarik, senang, dan termotivasi. Demikian juga, konsep tentang kepemimpinan partisipatif mendasarkan kepada keyakinan bahwa banyak anggota organisasi memiliki gagasan bagus dan kualitas informasi yang memberi kontribusi positif untuk membuat kebijakan yang lebih baik dalam organisasi.

Thomas (1976) memandang bahwa Pertentangan pandangan-pandangan yang beragam sering menghasilkan gagasan mutu yang lebih unggul. Pandangan beragam tepat didasarkan kepada


 

  1. Mitos Konflik

Mitos terhadap konflik adalah: (1) kelemahan kepemimpnan, (2) kurang perhatian terhadap organisasi, (3) jika dibiarkan akan reda dengan sendirinya, (4) harus dipecahkan, dan (5) menyeybabkan marah dan merusak. Ada tiga pandangan terhadap konflik: (1) tradisional, (2) perilaku, dan (3) interaksionis. Pandangan tradional menyatakan konflik adalah negatif dan harus dihindari.


 

  1. Persepsi terhadap Konflik

Persepsi manusia terhadap konflik seperti yang ditunjukkan tabel berikut 6.1 ini.


 

Tabel 6.1 . Persepsi Lama dan Baru terhadap Konflik

No.

Lama (Dampak Negatif) 

Baru (Dampak Positif)

1. 

Semua konflik berakibat negatif 

Konfik dapat berakibat negatif dan positif

2. 

Harus dihindari (tradisional) 

Harus dikelola 

3. 

Berdampak negatif bagi organisasi (disfuntional)

Berdampak positif bagi orgnisasi (functional)

4. 

Mengganggu norma yang sudah mapan

Merevisi dan memperbaharui norma yang sudah mapan 

5. 

Menghambat efektivitas organisasi 

Meningkatkan efektivitas organisasi 

6. 

Mengganggu hubungan kerja sama (menghambat komunikasi) 

Menambah intim hubungan kerja sama. 

7. 

Mengarah ke disintegrasi

Menuju ke integrasi 

8. 

Menghabiskan waktu dan tenaga 

Menghemat waktu, dan tenaga. 

9. 

Stress, frustrasi, tegang, kurang konsentrasi, dan kurang puas

Mampu menyesuaikan diri, dan meningkatkan kepuasan 

10.

Tidak mampu mengambil tindakan

Mampu mengambil tindakan


 

  1. Tahapan Konflik

Munculnya konflik pada hakikatnya melalui tahapan-tahapan dinamis, dengan modus sebagai berikut:

  1. Merasa tidak tertekan (biasa-biasa saja)
  2. Agak tertekan
  3. Merasa tertekan


 

  1. Karaketeristik Konflik

Konflik selalu diwarnai oleh situasi berikut:

  1. Meningkatnya konflik meningkatkan perhatian terhadap konflik itu sendiri
  2. Keinginan menang meningkat seiring dengan keinginan pribadi untuk menyelematkan muka
  3. Orang yang kita senangi ketika berkonflik dapat membongkar rahasia kita
  4. Konflik dapat melampaui hal-hal yang lazim
  5. Orang dapat menjadi individu berbeda selama konflik.


     

  1. Penyebab Utama Konflik

Konflik dapat ditimbulkan oleh banyak faktor, namun penyebab utamanya meliputi hal-hal berikut:

  1. Masalah komunikasi (salah pengertian, ketertutupan, penyampaian yang kasar, dan sebagainya)
  2. Disain struktur (tempat basah dan tempat kering)
  3. Perbedaan personal (perbedaan latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman, usia, dan lain-lain). (Hunsaker, 2003)


     

  1. Cara Mengatasi Konflik

Adapun cara mengatasi konflik dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:

  1. Mempelajari penyebab utama konflik.
  2. Memutuskan untuk mengatasi konflik
  3. Memilih strategi mengatasi konflik (Hunsaker,2003)


 

  1. Strategi Mengatasi Konflik

Unnete (1976) memberikan lima strategi untuk mengatasi konflik dalam lima kemungkinan yaitu: (1) jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan pemaksaan (forcing) atau competing;, (2) jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghindaran (avoiding), (3) jika kerja sama dan kepuasan diri seimbang (cukup), maka gunakan kompromi (compromising), (4) jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi, maka gunakan kolaboratif (collaborating), dan (5) jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah, maka gunakan penghalusan (smoothing). Uraian tersebut digambarkan seperti berikut 6.1 ini.


 


 


Tinggi


 

Pemaksaaan 


 

Kolaboratif


Kom

Penghindaran

Promi

Penghalusan

Rendah


 

Kerjasama (Keinginan seseorang untuk memuaskan orang lain)


 

Gambar 6.1 . Strategi Mengatasi Konflik (Dunnete,1976)


 

Forcing (Pemaksaan) menyangkut penggunaan kekerasan, ancaman, dan taktik-taktik penekanan yang membuat lawan melakukan seperti yang dikehendaki. Pemaksaan hanya cocok dalam situasi-situasi tertentu untuk melaksanakan perubahan-perubahan penting dan mendesak. Pemaksaan dapat mengakibatkan bentuk-bentuk perlawanan terbuka dan tersembunyi (sabotase).

Avoding (Penghindaran) berarti menjauh dari lawan konflik. Penghindaran hanya cocok bagi individu atau kelompok yang tidak tergantung pada lawan individu atau kelompok konflik dan tidak mempunyai kebutuhan lanjut untuk berhubungan dengan laawan konflik.

Compromissing (Pengkompromian) berarti tawar menawar untuk melakukan kompromi untuk mendapatkan kesepakatan. Tujuan masing-masing pihak adalah untuk mendapatkan kesepakatan terbaik yang saling menguntungkan. Pengkompromian akan berhasil bila kedua belah pihak saling menghargai, dan saling percaya.

Collaborating berarti kedua pihak yang berkonflik kedua belah pihak masih saling mempertahankan keuntungan terbesar bagi dirinya atau kelompoknya saja.

Smoothing (Penghalusan) atau conciliation berarti tindakan mendamaikan yang berusaha untuk memperbaiki hubungan dan menghidarkan rasa permusuhan terbuka tanpa memecahkan dasar ketdaksepakatan itu. Conciliation berbentuk mengambil muka (menjilat) dan pengakuan. Conciliation cocok untuk bila kesepakatan itu sudah tidak relevan lagi dalam hubungan kerja sama.


 

  1. Taktik untuk Mengurangi Konflik

Dinsmore (1990) memberikan taktik untuk mengurangi konflik dengan cara mengikuti sarannya seperti tabel 6.2 berikut ini.

Tabel 6.2. Taktik Mengurangi Konflik

No. 

Strategi 

1 

Meminimalkan konflik dengan atasan

  • Tempatkan dirinya sebagai "sepatu bos"
  • Analisis pola pikir boss
  • Jangan menyempaikan masalah kepada bos tetapi pemecahan masalahnya.
  • Dengarkan dengan baik infomasi bos untuk rencana dan pengembangan
  • Berkonsultasi dengan bos terhadap kebijakan, prosedur, dan kriteria.
  • Jangan memaksa bos

Meminimalkan konflik dengan bawahan

  • Temukan profesional dan tujuan personal anggota tim.
  • Jelaskan harapan Anda
  • Definisikan ukuran kontrol
  • Kembangkan toleransi kegagalan untuk membangkitkan kreativitas.
  • Beri umpan balik positif.
  • Beri kesempatan dan penghargaan

2 

Meminimalkan konflik dengan teman selevel.

  • Bantu kelompok mencapai tujuannya.
  • Bangun iklim kerjasama
  • Beri catatan kemajuan untuk membantu anda dari kelompok
  • Usahakan saluran komunikasi informal
  • Coba mereka dengan percobaan yang Anda inginkan.

Meminimalkan konflik dengan pelanggan

  • Dorong pelanggan menuju yang mereka inginkan.
  • Pelihara kontak tertutup dengan pelanggan.
  • Hindari kejutan
  • Siaplah melayani setiap level
  • Kembangkan hubungan informal sebaik mungkin.
  • Laksanakan proyek pertemuan reguler.

(Dinsmore,1990)

  1. Hasil Konflik

Konflik kelompok dengan kelompok dapat menghasilkan:

(1) Kalah – kalah : Kedua kelompok mengalami kerugian. Saya tidak O.K, Anda juga tidak O.K

(2)     Kalah –menang: Kelompok yang kalah rugi dan yang menang untung. Saya tidak O.K. Anda O.K.

(3)     Menang-kalah: Kelompok yang menang untung, yang kalah rugi.Saya O.K. Anda tidak O.K.

(4)     Menang-menang: Kedua kelompok diuntungkan, biasanya setelah melalui kompromi atau kolaborasi. Saya O.K.Anda juga O.K.


 

Adapun hubungan antara empat kemungkinan hasil konflik dikaitkan dengan strategi mengatasi konflik serta kemungkinan perilaku yang tampak seperti yang ditunjukkan tabel berikut ini.


 

Tabel 6.3. Hubungan Hasil Konflik, strategi Konflik, dengan Perilaku

Posisi 

Strategi Konflik 

Kemungkinan Perilaku 

Saya tidak OK, Anda tidak OK

Saya tidak OK, Anda OK

Saya OK, Anda tidak OK

Saya OK, Anda OK 

Penghindaran

Penghalusan

Pemaksaan

Penentangan 

Tidak asertif

Tidak asertif

Agresif

Asertif 

(Newstrom & Davis, 1997)


 

  1. Model untuk Mengatasi Konflik

Newstron dan Davis (1997) menggambarkan model untuk mengatasi konflik seperti gambar 6.2berikut ini.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 6.2. Model Mengatasi Konflik (Newstron dan Davis,1997)


 

  1. Contoh Konflik

Secara umum, kepala sekolah akan menghadapi sejumlah konflik, yang secara umum meliputi: konflik dengan pelanggan (Conflict With Customers), konflik dengan tim kerja (Conflict Within Teams), konflik antar individu (Conflict Between Individuals), konflik internal (Inner Conflict), dan konflik organisasional (Conflict in organisations: between teams and between managers and their people).

Di sekolah, konflik-konflik tersebeut dapat berupa:

a.     Konflik dengan diri sendiri : tekanan batin.

b.     Konflik dengan seseorang: bertengkar dengan pasangan hidup.

c.     Konflik dengan kelompok: dikucilkan dalam tim kerja.

d.     Konflik dengan organisasi: berselisih dengan warga sekolah

e.     Konflik kelompok dengan kelompok: guru BS dengan gur BS B

f.     Konflik kelompok dengan organisasi: teknisi dengan sekolah

g.     Konflik organisasi dengan organisasi: sekolah A dengan sekolah B

BAB VII

PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB


 

Berdasarkan tugas dan fungsi Kepala sekolah yang telah dibahas pada bahwa seseorang yang menjadi kepala sekolah akan mempunyai tugas dan wewenang dan tanggung jawab yang berat dan cukup banyak. Oleh kerena itu semua tugas dan tanggung jawab yang dijalankan dapat terlaksana, maka pendelegasaian tugas dan wewenang tertentu perlu dilakukan.

Perbahasan pada ini adalah meliputi topik pengertian delegasi, wewenang dan tanggung jawab,lingkup tugas yang didelegasikan, tujuan pendelegasian, persiapan pendelegasian dan cara pendelegasian yang efektif perlu diketahui oleh kepala sekolah.


 

A. Pengertian pendelegasian


 

  1. Pendelegasian dapat diartikan :
  • Kegiatan seseorang untuk menugaskan stafnya/bawahannya untuk melaksanakan bagian dari tugas manajer yang bersangkutan dan pada waktu bersamaan memberikan kekuasaan kepeda staf/bawahan tersebut, sehingga bawahan itu dapat melaksanakan tugas tugas itu sebaik baiknya serta dapat mempertanggung jawabkan hal hal yang didelegasikan kepadanya, ( Manulang,1988)
  • Pendelegasian merupakan proses penugasan, wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan. ( Sujak, 1990)


     

Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa tugas dan wewenang bisa didelegesaikan. Pertanyaan yang timbul adalah apakah tanggung jawab bisa didelegasikan. Pertanyan ini kalau direnungkan bahwa wewenang pimpinan tingkat tas dapat meletakan tanggung jawab kepada manajer lini untuk mencapai tujuan tertentu, hanya kali dianalisis, pimpinan tingkat atas tetap bertanggung jawab atas hasil yang menyeluruh. Jadi untuk mengatakan bahwa tanggung jawab tidak dapat didelegasikan, barang kali perlu dievaluasi kembali,

Delegasai wewenang adalah proses yang paling fundamental dalam orgasisai, sebab pimpinan tak kan sanggup melakukan segala sesuatu dan membuat setiap keputusan. Jadi pimpinan harus memberikan kepada orang lain wewenang membuat keputusan dan melaksanakan beberapa fungsi.

Pimpinan yang enggan mendelegasikan acapkali disebabkan oleh dirinya sendiri yang kurang percaya terhadap orang lain. Untuk pendelegasian weweng secara efektif membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi alasananya memberi delegasi :

  1. Harus melepas wewenang bahkan melupakannya
  2. harus mengukur keputusan staf yang nantinya akan dipertanggungjawabkan juga
  3. harus diputuskan apakah menyokong atau tidak keputusan staf yang menurut dia kurang bijaksana


 

  1. Tujuan Pendelegasian

    Berdasarkan pengertian diatas maka tujuan pendelagian adalah :

  • memberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab kepada staf/bawahan secar proporsinal
  • memberi kesempatan kepada staf/bawahan untuk mengembangkan diri
    • meningkatkan mekanisme kerjaorganisasi
  • mendorong staf untuk berorientasi pada target dan sekaligus kualitas


 

  1. Lingkup tugas yang didelegasikan

Tugas seorang pemimpin dapat diringkas menjadi tega kelompok besar yaitu : Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Jika organisasi semakin luas aktivitasnya maka sebagian dari tugas perencanaan dan pelaksanaan daopat didelegasikan kepada para staf. Tugas pimpinan yang termasuk perencanaan dan pelaksanaan semakin berkurang, kan tetapi perhatinnya semakin banyak pada tugas supervisi dan pengawasan


 

  1. Problem dalam pendelegasaian,

Sering staf guru menerima pendelagiasian karena

  1. kurang percaya diri
  2. tidak siap ilmu
  3. tidak berani menanggung resiko atau bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
  4. tidak ada motivasi instriksik atau motivasi internal nya
  5. terbatasnya data dan bahan pendukung
  6. delegasi menambah beban kerja yang sudah padat


 

  1. Langkah Pendelagasian yang Efektif
    1. Tentukan staf yang tepat untuk menerima delegasi yaitu seorang yang :
  • Punya minat dan kemampuan
  • Senag menghadapi tantanga
  • Merasa terpacu ubtu naju dengan tugas yang diberikan
  • Belum mendapat kesempatan
  • Sedang dipersiapkan untuk promosi
  • Cukup punya waktu
  1. Siapkan staf yang akan menerima delegasi melalui :
  • Motivasi
  • memeberi kepercayaan yang penuh
  • Siap memberi bantuan
  1. Tentukan tugas yang akan didelegasikan :
  • Deskripsi tugas
  • Hasil dan standar yang diharapkan
  • Tugas tugas yang bersifat :
  • keputusan yang sering dibuat,
  • tugas yang tidak bisa ditangani,
  • fungsi yang tidak disenagi tetapi dapat dikaukan secara bebas,
  • tugas yang memberi pengalaman apaada staf.
  • tugas yang memberi variasi kerja rutin
  • kegiatan yang kan membuat suatu jabatan lebih lengkap
  • tugas yang akan menambah jumlah orang yang dapat mengerjakan tugas yang sulit
  • peluang untuk menggunakan dan mengukuhkan bakat ktratif
  1. Buat persetujuan :
  • Tentukan kesepakan wewenang yang akan dimiliki
  • Tentikan sumber daya termasuk anggaran yang tersedia dan dibutuhkan
  • Umumkan kepada staf yang relevan tentang siapa betanggung jawab terhadap tugas yang telah didelegasikan.


 

  1. Lakukan pengawasan agar :
  • Tugas dilakukan menurut standar
  • Penyelesaian tugas pada waktunya
  • Hasil kerja memenuhi standar
  • minta laporan tentang tugas yang diembannya serta bagaimana ia menggunakan wewenang yang diberika


 


 


 


 


 


 


 

BAB VIII

ETIKA JABATAN


 

Jabatan Kepala Sekolah merupkan jabatan strategis dalam pembinaan anak , khusunya calon calon generasi penerus bangsa, Untuk menjalankan tugasnya seorang kepala sekolah dipelukan komitmen yang dapat dijabarkan dalam bentuk etika jabatan,


 

  1. Pengertian etika Jabatan

Etika dari kata Ethos ( ( yunani Kuno) berarti kesusilaan. Dalam bahasa Indonesia kata ethos menjai etik atau etika yang berarti : norma, kaidah, atiran atau tak dinilai.

Etika jabatan kepala sekolah dimaksudkan sebagai jabatan dan perilaku standar kepala sekolah dalam menjalankan tugas.


 

  1. Tujuan etika jabatan

Tujuan etika jabatan adalah :

  • Memandu kepala sekolah dalam berperilaku
  • menghindari perilaku negatif dan destruktif
  • membentuk citra kepala sekolah
  • menghayati falsafah pendidikan.


 

  1. Tugas dan tanggung jawab


 

Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam kepemimpinan dirumuskan dalam 12 langkah kepemimpinan

  1. tahu misi dan tugas pokoknya
  2. tahu jumlah pembantunya
  3. tahun nama nama pembantunya
  4. tahu tugas masing masing pembantunya
  5. memperhatikan kehadiran pembantunya
  6. memperhatikan peralatan yang dipakai pembantunya
  7. menilai pembantunya
  8. mengambil tindakan tindakan
  9. memperhatikan karier pembatunya
  10. memperhatikan kesejahteraan
  11. menciptakan suasana kekeluargaan
  12. memberikan laporan kepada atasannya


 

  1. Sikap dan perilaku yang perlu dimiliki kepala sekolah

    Sikap dan perilaku kepala sekolah yang perlu dimiliki :

  1. Tidak melaksanakan kegiatan sekedar meyelesaikan kegaiatan, tetapi harus selalu jelas makna ( value) dan kaitanya terhadap peningkatan mutu tamatan.
  2. Tidak sekedar reaktif ( hanya melaksanakan kegiatan jika ada petunjuk) tetapi harus proaktif ( berinisiatif melakukan sesuatu yang diyakini baik) .untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
  3. tidak bersikap bossy ( pejabat yang hanya mau dihormati dan dipatuhi) tetapi harus menjadi leader yang komunikatif dan menjadi motivator bagi stafnya untuk lebih berprestasi,
  4. tidak menjadi pejbat yang tanpa misi, tetapi harus memiliki tekat kuat untuk mencapai sesuatu yang bermakna selama dipercaya menduduki suatu jabatan
  5. tidak masa bodoh terhadap suatu yang kurang pas, tetapi harus memiliki kepekaan dan merasa ikut bersalah serta berusaha untuk mengoreksinya.
  6. tidak membiarkan masalah berlarut larut tanpa penyelesaian, tetapi harus memiliki kemauan dan keberanian untuk menuntaskannya
  7. tidak bersikap permisif (mudah mengerti, maklum dan memaaflan kesalahan) tetapi harus berani mengoreksi secar tegas dan bertindak secar bijaksana.
  8. tidak menyepelekan disiplin waktu dan hanya menyalahkan orang lain yang tidak disiplin, tetpi benar benar menyadari bahwa disiplin adalah kunci keberhasilan
  9. tidak menjadi pejabat yang hanya menikmati jabatan, tetapi harus menjadi pejabat yang memiliki tanggung jawab terhadap jabatan yang dipercayakan jepadanya.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

TUGAS


 

Untuk pencapaian kompetensi selama diklat pasilitator membimbing peserta untuk melakukan diskusi dan presentasi dengan aturan sebagai berikut


 

PETUNJUK :

  1. Buatlah kelompok masing masing lima orang
  2. masing kelompok menentukan ketua dan sekretarisnya


     

Tugas :

  1. Masing masing anggota kelompok membahas studi kasus yang telah disiapkan fasilitator dengan topik
  • Konsep dasar kepemimpinan efektif
  • Teknik komunikasi Menerapkan
  • Teknik pengambil
  • Teknik mengatasi konflik di sekolah
  • Teknik pendelegasian wewenang
  • Etika jabatan
  1. lakukan diskusi dan berikan tanggapan secara brainstorming. ( 45 menit) :
  2. Lakukan presentasi masing masing kelompok dan kelompok lainnya menanggapinya.. ( 45 menit )
  3. Dengan arahan fasilitator peserta diklat melakukan kegiatan bermain peran tentang kepemimpinan


 


 


 

DAFTAR RUJUKAN


 

Adair, John. 1984. Menjadi Pemimpin Efektif. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Chung, K.H. & Megginson, L.C. 1981. Organizational Behavior Developing Managerial Skills. New York: Harper & Row, Publishers.

Davis, Gary A. & Thomas, Margaret A. 1989. Effective Schools and Effective Teachers. Massachusetts: Ally and Bacon.

Dinsmore, P. 1990. Human Factors in Project Management. New York: AMACOM.

Drucker, P.F. (1993). Management: Tasks, Responsibilities, Practice. New York: Harper Collins.

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnelly, J.H. & Konopaske, R. 2003. Organizations Behavior Structure Process. New York: McGraw-Hill/Irwin.

Goodlad, J. 1983. A place called a School: Prospects for the Future. New York: McGraw-Hill.

Greenfield, W. D. 1987. Instructional Leadership: Cocepts, Issues, and Controversies. Allyn & Bacon.

Hunsaker, P.L. 2001. Training in management skills. Upper Sadle River, New Jersey: Printice Hall.

Jones, G.R. 1995. Organization Theory Text and Cases. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company.

Kouzes, J.M. & Posner, B.Z. 1995. The Leadership Challenge. San Francisco: Jossey-Bass Publishing.

Kreps, G.L. Organizational Communication Theory. New York: Longman.

Lunenburg, F.C. & Ornstein, A.C. 2000. Educational Administration Concepts and Practices, 3rd Edition. Belmont, C.A.: Wadsworth Thomson Learning.

Manasse, A. L. 1985. Improving Conditions for Principal Effectiveness: Policy Implications of Research. Elementary School Journal, 85 (3) 439-463.

Manning, G., & Curtis, K. 2003. The art of leadership. New York: McGraw-Hill Irwin.

Martin, W. J., & Millower, D. J. 1981. The Managerial Behavior of High School Principals. Educational Administration Quarterly, 17, 69-90.

Mintzberg, H., Raisinghani, D. & Theoret, A. (1976). The Structure of Unstructureed Decision Process. Administrative Science Quarterly, 21, pp. 246-275.

Newstrom, J.W. & Davis, K. 1997. Organizational Behavior Human Behavior at Work. 10th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Sergiovanni, T. J. 1987. The Principalship: A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn & Bacon.

Simon, H.A. 1997. Administrative Behavior: A Study of Decision-Making Processes in Administrative Organizations. 4th Edition. New York: Free Press.

Verma, V.K. 1996. The Human Aspects of Project Management Human Resource Skills for the Project Manager. Volume Two. Upper Darby: Project Management Institute.

Willower, D. J., & Kmetz, J. T. 1982. The Managerial Behavior of Elementary School Principals. Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Association, New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar