Minggu, April 05, 2009



 


 


 


 


 

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


 


 


 


 


 


 


 


 


 

KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN

DIREKTORAT JENDERAL

PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

TAHUN 2007

 

PENGANTAR


 

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.


 

Jakarta, November 2007

Direktur Tenaga Kependidikan


 


 


 

Surya Dharma, MPA, Ph.D

NIP. 130 783 511

DAFTAR ISI


 


 

PENGANTAR        i

DAFTAR ISI        ii

BAB I PENDAHULUAN        1

A.    Latar Belakang        1

B.    Dimensi kompetensi        2

C.    Kompetensi yang Diharapkan Dicapai        2

D.    Indikator Pencapaian Kompetensi        3

E.    Alokasi Waktu        4

F.    Skenario        4


 

BAB II    HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN BERBASIS KREATIVITAS DAN INOVASI        6

A.    Hakikat Kreativitas        6

B.    Kreativitas dan Inovasi        7

C.    Hakikat Kewirausahaan        8

D.    Fungsi Kreativitas, Inovasi dan Jiwa Kewirausahaan di Sekolah        12

E.    Jalan Menuju Wirausaha Sukses        14

F.    Etika Kewirausahaan        14


 

BAB III    KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF        16

A.    Entrepreneur Model (Joseph Schumpeter)        16

B.    Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan Kreativitas        17

C.    Membangun Tim Kreatif dan Inovatif di Sekolah        21

D.    Teknik Pemecahan Masalah Kreatif        21

E.    Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge Leader        23

BAB IV    KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF KEPALA SEKOLAH        27

A.    Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan Kreativitas        27

B.    Membangun Tim Kreatif dan Inovatif Di Sekolah        30

C.    Teknik Pemecahan Masalah Kreatif        31

D.    Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge Leader        33


 

BAB V    BEST PRACTICE KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH        37

A.    Best Practice        37

B.    Penerapan Semangat Kewirausahaan di Sekolah        40

C.    Bentuk Kewirausahaan Sekolah        40

D.    Kiat Menerapkan Inovasi dalam Wirausaha        43

E.    Kiat Menggalang Sumber Daya        44


 

DAFTAR PUSTAKA        53


 


 


 


 

 

BAB I

PENDAHULUAN


 

  1. Latar Belakang

Persaingan dan perubahan yang terjadi dalam konteks multi-dimensional mensyaratkan kemampuan kepala sekolah yang handal untuk melakukan beraneka ragam pekerjaan. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dan dikembangkan dari lembaga pendidikan dan latihan sebelumnya seringkali dianggap kurang sesuai dengan tuntutan persyaratan kerja kepala sekolah yang bereskalasi tinggi. Di lingkungan pendidikan formal, pengkajian mengenai profesionalisame kepala sekolah sepertinya sudah klise, dalam makna selalu dibicarakan. Meskipun demikian, dari waktu ke waktu persyaratan kepala sekolah ideal senantiasa berubah sehingga pertumbuhan profesionalismenya harus terus-menerus juga dirangsang.

Pada kenyataannya, sistem pengangkatan para kepala sekolah di Indonesia, telah mengacu pada pendekatan institusional dan pendekatan legalistik. Demikian pula, hingga kini telah ada pendekatan dalam pengangkatan kepala sekolah yang secara khusus menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh negara, meskipun belum menempuh langkah sistematis seperti registrasi, sertifikasi dan lisensi.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) pada intinya menyebutkan bahwa tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk bekerja mengelola satuan pendidikan dipersiapkan melalui pendidikan khusus. Meskipun di dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak disebutkan tentang pendidikan khusus kewirausahaan bagi (calon) kepala sekolah, namun di sini ada komitmen kuat dari pemerintah untuk mempersiapkan, secara khusus, pendidikan dan latihan bagi pengelola satuan pendidikan.

Kelemahan manajemen kewirausahaan lembaga pendidikan kita sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan pengelola dalam menjalankan fungsinya secara profesional. Oleh karena itu kreativitas dan inovasi dalam berbagai bidang pendidikan kewirausahaan seperti kurikulum, sarana dan prasarana, pola pendidikan kepada anak didik dan sebagainya tidak akan banyak manfaatnya tanpa kemampuan wirausaha yang memadai dari para pengelolanya. Dengan demikian kita harus bekerja dengan konsep manajemen pendidikan yang dilandasi seperangkat paradigma baru "kewirausahaan berbasis kreativitas dan inovasi" yang lebih mencerminkan kebutuhan pendidikan di masa kini dan masa depan.


 

  1. Dimensi kompetensi


Dimensi kempetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir pendidikan dan pelatihan ini adalah dimensi kewirausahaan sekolah.


 

  1. Kompetensi yang Diharapkan Dicapai

Kompetensi kewirausahaan yang diharapkan dicapai oleh calon/kepala sekolah berdasarkan hasil revisi atas masukan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomoor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah adalah:

  1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah.
  2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
  3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin satuan pendidikan.
  4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah.
  5. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar siswa.


 

  1. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi pelatihan kewirausahaan sekolah ini diharapkan peserta mampu:

  1. Mampu menjelaskan hakikat kewirausahaan sekolah yang berbasis kreativitas dan inovasi warga sekolah.
  2. Mampu mendeskripsikan wujud dari elemen model/pendekatan 4-P (produk, proses, perilaku, pers atau lingkungan) kreatif/inovatif yang dihasilkan oleh kepala sekolah bersama warga sekolah.
  3. Mampu mendeskripsikan wujud perilaku kepala sekolah yang berjiwa wirausaha yang didasarkan pada penerapan konsep organisasi pembelajar yang efektif.
  4. Mampu membandingkan karakteristik perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang kreatif inovatif dengan kepala sekolah yang kreatif adapatif.
  5. Mampu menggambarkan langkah konstruktif kepala sekolah dalam menetapkan solusi kreatif atas permasalahan faktual yang dihadapi oleh warga sekolah.
  6. Mampu menerapkan best practice kewirausahaan sekolah sebagai sumber belajar bagi siswa yang didasarkan pada kreativitas dan inovasi warga sekolah.


 

  1. Alokasi Waktu

Dalam rangka penguasaan kompetensi peserta (calon/kepala sekolah) dalam pengembangan kewirausahaan sekolah dan memenuhi persyaratan indikator di atas, ada lima mata pendidikan dan pelatihan kewirausahaan sekolah, yakni:


 

No. 

Materi Diklat 

Alokasi

Waktu 

1 

Konsep Kewirausahaan Berbasis Kreativitas dan Inovasi. 

4 

2 

Sekolah sebagai Organisasi Pembelajaran. 

4 

3 

Kepemimpinan yang Kreatif dan Inovatif Kepala Sekolah. 

6 

4 

Mengelola Organisasi Sekolah secara Kreatif dan Inovatif. 

6 

5 

Best Practice Kewirausahaan Sekolah.

10 

 

Jumlah 

30 


 


 

  1. Skenario

Secara tentatif( dapat dikembangkan lebih lanjut oleh fasilittor pendidikan dan pelatihan), skenario pendidikan dan pelatihan Kewirausahaan sekolah ini sebagai berikut.

  1. Perkenalan.
  2. Penjelasan sinkat, jelas, dan terarah tentang dimensi kempetensi, indikatot, alokasi waktu dan skenario pendidika dan pelatihan kewirausahaan sekolah.
  3. Pre-test
  4. Eksplrasi pemahaman peserta berkenaan dengan seluk beluk kewirausahaan melalui pendekatan andragogi.
  5. Presentasi materi kewirausahaan sekolah dengan menggunakan erbagai metodologi dan strategi pembelajaran yang menarik.
  6. Disksi pembeuatan rencana untuk menjalankan usaha terkait denga implemetasi kewirausahaan
  7. Bila memungkinkan praktik menjalankan kewirausahaan, mial teknik nogosiasi, promosi, dan berjualamlangsung.
  8. Diskusi kelas pembahasan hsil simulasi praktik kewirausahaan sekolah.
  9. Post-test
  10. Penutup


 


 

BAB II


 

HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN BERBASIS

KREATIVITAS DAN INOVASI


 


 

  1. Hakikat Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks dan menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Perbedaan tersebut terletak pada bagaimana kreativitas itu didefinisikan. Pada mulanya, kreativitas dipahami sebagai proses berpikir dengan menggunakan teknik-teknik berpikir kreatif (Ivanyi dan Hoffer, 1999). Kreativitas diartikan sebagai proses menggunakan imajinasi dan keahlian untuk melahirkan gagasan baru, asli, unik, berbeda atau bermanfaat (Couger, 1996; Linberg, 1998; Oldham dan Cummings, 1996). Suatu definisi yang lebih ilmiah menyatakan bahwa "kreativitas adalah suatu pertimbangan subjektif dan berkonteks mengenai kebaruan dan nilai hasil dari perilaku individual atau kolektif" (Ford, 1995).

Guilford (1950) memperkenalkan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif: (1) Kelancaran (fluency), (2) Keluwesan (flexibility), (3). Keaslian (originality), (4) Penguraian (elaboration), (5) Perumusan kembali (redefinition). Selanjutnya, Munandar (1992) menunjukkan adanya tiga tekanan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi, memecahkan atau menjawab masalah dan cerminan kemampuan operasional kreatif.

Kreativitas merupakan esensi dan orientasi pengembangan sumber daya manusia (Dharma dan Akib, 2004). Kreativitas terlihat melalui gagasan, produk, pelayanan, usaha, mode atau model baru yang dihasilkan dan perilaku yang diperankan oleh individu, kelompok dan organisasi.Dalam definisi kreativitas terkandung ciri keaslian (baru, tidak lazim, tidak terduga) dan potensi utilitas (berguna, baik, adaptif, sesuai) gagasan, produk, mode atau model dan proses yang dihasilkan serta perilaku yang diperankan.


 

  1. Kreativitas dan Inovasi

Pandangan Heerwagen (2003: 1) tentang keterkaitan kreativitas dan inovasi relevan dijadikan sebagai pengantar dalam memahami state of the science kreativitas. Heerwagen menyatakan kreativitas dan inovasi merupakan konsep kembar yang saling berhubungan, namun seringkali dikaji secara terpisah dengan menggunakan metode dan model yang berbeda.

Mengingat kreativitas dipahami sebagai kapabilitas melahirkan, mengembangkan dan mengubah gagasan, proses, produk, mode, model, pelayanan dan perilaku tertentu, maka inovasi adalah proses penerapan kreativitas secara faktual ke dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan, inovasi sekolah termasuk di dalamnya inovasi pengajaran juga mengalami terobosan yang sangat cepat, sehingga sekolah yang tidak memprioritaskan program inovasi akan ditinggalkan oleh masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas terlihat hubungan erat antara konsep kreativitas dan inovasi yang keduanya sangat diperlukan dalam mengembangkan sekolah. Kreativitas tanpa inovasi bagaikan pisau tajam yang tidak pernah dipakai, sedangkan inovasi tanpa dilandasi kreativitas tidak menghasilkan sesuatu yang baru bagi organisasi sekolah. Dengan pengertian tersebut, inovasi secara sederhana dapat dipahami sebagai proses pengenalan cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal dalam lembaga pendidikan (sekolah).

Inovasi tidak selalu berwujud perubahan radikal lembaga pendidikan namun dapat juga berupa perubahan kecil dan sederhana yang melibatkan berbagai komponen sekolah. Inovasi tidak harus didominasi perubahan dengan teknologi tinggi, tetapi sentuhan teknologi hanyalah merupakan salah satu faktor inovasi dalam mengelola sekolah. Inovasi bisa juga ditemukan dalam perubahan administratif sekolah dengan menerapkan model database baik untuk guru dan siswa maupun pendukung sekolah lainnya (tenaga administrasi). Dalam bahasa yang lebih eksplisit inovasi tidak mengisyaratkan atau mengharuskan pembaharuan absolut. Inovasi tidak harus setara dengan proses penemuan modul pembelajaran "Quantum Learning"


 

  1. Hakikat Kewirausahaan

Kewirausahaan merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada individu yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan inovatif yang dimiliki ke dalam kegiatan yang bernilai. Jiwa dan sikap kewirausahaan tidak hanya dimiliki oleh usahawan, melainkan pula setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif. Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari dan memanfaatkan peluang menuju sukses

Istilah wirausaha berasal dari kata entrepreneur (bahasa Francis) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau go-between. (Buchari, 2006: 20). Menurut Suparman Sumohamijaya istilah wirausaha sama dengan istilah wiraswasta. Wiraswasta berarti keberanian, keutamaan dan keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri (Sumohamijaya, 1980: 115).

Dengan demikian, wirausaha dalam konteks persekolahan adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem kegiatan suatu lembaga yang bebas dari keterikatan lembaga lain. Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan dinamika kegiatan di sekolah akan datang dari kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha. Wirausaha adalah orang yang mempunyai tenaga dan keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif. Wirausaha juga memiliki kemauan menerima tanggung jawab pribadi dalam mewujudkan keinginan yang dipilih.

Seorang wirausaha memiliki daya inovasi yang tinggi, dimana dalam proses inovasinya menunjukkan cara-cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kaitannya dengan tugas kepala sekolah, kebanyakan di antaranya tidak menyadari keragaman dan keluasan bidang yang menentukan tindakannya guna memajukan sekolah. Mencapai kesempurnaan dalam melakukan rencana merupakan sesuatu yang ideal dalam mengejar tujuan, tetapi bukan merupakan sasaran yang realistik bagi kebanyakan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha. Bagi kepala sekolah yang realistik hasil yang dapat diterima lebih penting daripada hasil yang sempurna. Setiap orang termasuk kepala sekolah yang kreatif dan inovatif adalah individu yang unik dan spesifik.

Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha pada umumnya mempunyai tujuan dan pengharapan tertentu yang dijabarkan dalam visi, misi, tujuan dan rencana strategis yang realistik. Realistik berarti tujuan disesuaikan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki. Semakin jelas tujuan yang ditetapkan semakin besar peluang untuk dapat meraihnya. Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam mengembangkan sekolah. Untuk mengetahui apakah tujuan tersebut dapat dicapai maka visi, misi, tujuan dan sasarannya dikembangkan ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur untuk masing-masing aspek atau dimensi. Dari indikator tersebut juga dapat dikembangkan menjadi program dan sub-program yang lebih memudahkan implementasinya dalam pengembangan sekolah.

Menjadi wirausahawan berarti memiliki kemauan dan kemampuan menemukan dan mengevaluasi peluang, mengumpulkan sumber daya yang diperlukan dan bertindak untuk memperoleh keuntungan dari peluang itu. Mereka berani mengambil risiko yang telah diperhitungkan dan menyukai tantangan dengan risiko moderat. Wirausahawan percaya dan teguh pada dirinya dan kemampuannya mengambil keputusan yang tepat. Kemampuan mengambil keputusan inilah yang merupakan ciri khas dari wirausahawan.

Pada kenyataanya, definisi kewirausahaan mengalami perubahan sesuai dengan periode zaman, artinya tidak ada definisi yang definitif tentang kewirausahaan. Ada yang menyatakan bahwa, kewirausahaan adalah mencari dan mempromosikan dari gabungan faktor-faktor produksi yang baru, dan ada pula yang mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan pengurangan dari organisasi yang tidak efisien atau merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi peluang pasar sehingga kewirausahaan merupakan bangunan organisasi baru.

Jiwa, sikap dan perilaku kewirausahaan memiliki ciri-ciri yakni: (1) penuh percaya diri, dengan indikator penuh keyakinan, optimis, disiplin, berkomitmen dan bertanggungjawab; (2) memiliki inisiatif, dengan indikator penuh energi, cekatan dalam bertindak dan aktif; (3) memiliki motif berprestasi dengan indikator berorientasi pada hasil dan berwawasan ke depan; (4) memiliki jiwa kepemimpinan dengan indikator berani tampil beda, dapat dipercaya dan tangguh dalam bertindak; dan (5) berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan.

Aksioma yang mendasari proses kewirausahaan adalah adanya tantangan untuk berpikir kreatif dan bertindak inovatif sehingga tantangan teratasi dan terpecahkan. Ide kreatif dan inovatif wirausaha tidak sedikit yang diawali dengan proses imitasi dan duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung pada proses penciptaan sesuatu yang baru, berbeda dan bermakna. Tahap penciptaan sesuatu yang baru, berbeda dan bermakna inilah yang disebut tahap kewirausahaan.

Menurut Hakim (1998: 34), ada empat unsur yang membentuk pola dasar kewirausahaan yang benar dan luhur, yaitu: (1) sikap mental, (2)
kepemimpinan, (3)
ketatalaksanaa
dan (4) keterampilan. Dengan demikian, wirausahawan harus memiliki ciri atau sifat tertentu sehingga dapat disebut wirausahawan. Secara umum, seorang wirausahawan perlu memiliki ciri percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, berani mengambil risiko, memiliki jiwa kepemimpinan, orisinalitas dan berorientasi masa depan.

Percaya diri dan keyakinan dijabarkan ke dalam karakter ketidaktergantungan, individualitas dan optimis. Ciri kebutuhan akan berprestasi meliputi karakter berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad dan kerja keras, motivasi yang besar, energik dan inisiatif. Kemampuan mengambil risiko berarti suka pada tantangan. Berlaku sebagai pemimpin berarti dapat bergaul dengan orang lain (bawahan), menanggapi saran dan kritik, inovatif, fleksibel, punya banyak sumber, serba bisa dan mengetjahu banyak. Disamping itu, wirausahawan mempunyai pandangan ke depan dan perspektif yang maju.

Karakteristik kewirausahaan menyangkut tiga dimensi, yakni inovasi, pengambilan risiko dan proaktif. Sifat inovatif mengacu pada pengembangan produk, jasa atau proses unik yang meliputi upaya sadar untuk menciptakan tujuan tertentu, memfokuskan perubahan pada potensi sosial ekonomi organisasi berdasarkan pada kreativitas dan intuisi individu. Pengambilan risiko mengacu pada kemauan aktif untuk mengejar peluang. Sedangkan dimensi proaktif mengacu pada sifat assertif dan implementasi teknik pencarian peluang "pasar" yang terus-menerus dan bereksperimen untuk mengubah lingkungannnya.


 

  1. Fungsi Kreativitas, Inovasi dan Jiwa Kewirausahaan di Sekolah

Kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan sangat penting dimiliki karena merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Makna dan posisi kreativitas dan inovasi dinyatakan oleh Treffinger (1980) bahwa tidak ada seorang pun yang tidak memiliki kreativitas. Namun masalahnya adalah bagaimana cara kreativitas dan inovasi tersebut dikembangkan dan diimplementasikan dalam kegiatan riil sesuai dengan wawasan kewirausahaan dalam lembaga pendidikan khususnya di sekolah.

Suatu karya kreatif dan inovatif sebagai hasil kreasi kepala sekolah dapat mendorong potensi kerja dan kepuasan pribadi yang tak terhingga besarnya. Dengan terobosan kreatif kepala sekolah dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki untuk merubah tantangan menjadi peluang dan untuk memajukan sekolah. Menurut Maslow (1968), dalam perwujudan diri manusia, kreativitas dan inovasi merupakan manifestasi dari individu yang memiliki fungsi penuh.

Di satu sisi, kreativitas dan inovasi penting dipahami oleh para guru dalam tugas dan tanggang jawabnya sebagai pendidik dan pengajar yang membimbing dan mengantar anak didik ke arah pertumbuhan dan perkembangan prestasinya secara optimal. Di sisi lain, kepala sekolah kadang-kadang karena kelemahan rekuritmen tidak memiliki kemampuan tersebut. Padahal, kedudukan kepala sekolah menjadi sangat sentral dan penting dalam mengoptimalkan fungsi kreativitas, inovasi dan wawasan kewirausahaan di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Selain makna kreativitas, inovatif dan wawasan kewirausahaan perlu pula dipelajari kepentingannya dalam kehidupan di masyarakat dan di tempat kerja. Dengan kata lain, kreativitas yang merupakan pangkal dari langkah inovatif mempunyai nilai penting dalam kehidupan individu. Dalam kaitannya dengan fungsi kreativitas, inovasi dan wawasan kewirausahaan perlu ada komitmen yang tinggi dari kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan proses pembelajaran di sekolah. Peran kepala sekolah sebagai salah satu pilar dari tiga pilar pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah agar memiliki kepedulian yang lebih tinggi dari sisi manajemen sekolah. Sedangkan bagi guru yang juga sebagai salah satu pilar pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS), perlu memiliki kemampuan dan kesanggupan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif agar siswa terangsang untuk lebih ingin mengetahui materi pelajaran, senang menanyakan dan berani mengajukan pendapat serta melakukan percobaan yang menuntut pengalaman baru.


 

  1. Jalan Menuju Wirausaha Sukses

Murphy & Peck (1980: 8) menggambarkan delapan anak tangga untuk mencapai puncak karir. Delapan anak tangga ini dapat pula digunakan oleh seorang kepala sekolah selaku wirausaha dalam mengembangkan profesinya. Kedelapan anak tangga yang dimaksud adalah: (1) Mau Bekerja Keras. (2) Bekerjasama dengan Orang Lain. (3) Penampilan yang Baik. (4) Percaya Diri. (5) Pandai membuat Keputusan. (6) Mau Menambah Ilmu Pengetahuan. (7) Ambisi untuk Maju (8) Pandai Berkomunikasi.


 

  1. Etika Kewirausahaan

Etika pada dasarnya adalah suatu komitmen untuk melakukan apa yang benar dan menghindari apa yang tidak benar. Etika wirausaha adalah suatu kode etik perilaku aktor berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan. Etika wirausaha sangat penting untuk mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan organisasi.

Menurut Zimmerer (1996: 22), ada tiga tingkatan norma etika, yaitu: (1) Hukum, berlaku bagi masyarakat dalam mengatur perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan. (2) Kebijakan dan prosedur organisasi, memberi arahan khusus bagi setiap orang dalam organisasi ketika mengabil keputusan. (3) Moral sikap mental individu, sangat penting bagi setiap orang untuk menghadapi suatu keputusan yang tidak diatur oleh aturan formal.

Ada sepuluh prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu: kejujuran, integritas, menepati janji, kesetiaan, kewajaran/keadilan, suka membantu orang lain, hormat kepada orang lain, bertanggungjawab, mengejar keunggulan dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan untuk mempertahankan standar etika dilakukan dengan cara: menciptakan kepercayaan, mengembangkan kode etik, menjalankan kode etik secara adil dan konsisten, melindungi hak-hak perorangan, mengadakan pelatihan etika, melakukan audit etika secara periodik, mempertahankan standar etika yang tinggi, menghidari etika tercela, menciptakan budaya komunikasi optimal dan melibatkan pihak lain dalam mempertahankan etika (Michael Josephson, 1988).

Selain etika, ada beberapa pertanggung jawaban sekolah, yaitu tanggung jawab terhadap stakeholders sekolah. Dalam rangka tanggung jawab sekolah terhadap para pemangku kepentingan tersebut. Tanggung jawab organisasi dapat dilakukan dengan cara mendengarkan orang lain dan menghormati pendapatnya, meminta input kepada anggotanya, memberikan umpan-balik yang positif dan negatif, memberikan kepercayaan, dan sebagainya.


 


 


 


 


 


 

BAB III


 

KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF

KEPALA SEKOLAH DASAR


 


 

  1. Entrepreneur Model (Joseph Schumpeter)

Salah Satu faktor kunci keberhasilan seorang kepala sekolah memimpin adalah kemampuan yang dimiliki dalam berinovasi dan menciptakan gagasan brilian agar sekolahnya dianggap sebagai sekolah unggulan. Inovasi merupakan faktor pendukung keberhasilannya selaku kepala sekolah yang handal. Seorang kepala sekolah menjadi sukses karena mampu menciptakan gagasan baru dalam membangun image sekolah. Upaya yang perlu dilakukan oleh kepala sekolah adalah menunjukkan tingkat keefektifan sekolahnya berdasarkan pendekatan atau model efektivitas yang beragam dengan standar kualitas lulusan yang tinggi.

Pertanyaannya ialah bagaimana mensiasati keunggulan yang dimiliki dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang justru dianggap sebagai sekolah efektif atau sekolah unggulan yang bertaraf nasional dan internasional. Di sini diperlukan sebuah inovasi dari kepala sekolah bersama civitas akademikanya dengan cara menerapkan berbagai jenis strategi agar sekolahnya bukan saja dapat dicitrakan (positioning) dan dibedakan (strategi diferensiasi) dengan sekolah lain yang setingkat, melainkan pula diminati oleh calon siswa baru yang berprestasi.

Untuk menjadi kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus menerapkan beberapa hal berikut: (1) Berpikir kreatif inovatif, (2) Mampu membaca arah perkembangan dunia pendidikan, (3) Dapat menunjukkan nilai lebih dari beberapa atau seluruh elemen sistem persekolahan yang dimiliki, (4) Perlu menumbuhkan kerjasama tim, sikap kepemimpinan, kebersamaan dan hubungan yang solid dengan segenap warga sekolah, (5) Mampu membangun pendekatan personal yang baik dengan lingkungan sekitar dan tidak cepat berpuas diri dengan apa yang telah diraih, (6) Selalu meng-upgrade ilmu pengetahuan yang dimiliki dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas ilmu amaliah dan amal ilmiahnya, (7) Bisa menjawab tantangan masa depan dengan bercermin pada masa lalu dan masa kini agar mampu mengamalkan konsep manajemen dan teknologi informasi.

Kemampuan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha dalam berinovasi sangat menentukan keberhasilan sekolah yang dipimpinnya karena kepala sekolah tersebut mampu menyikapi kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat akan jasa pendidikan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, jika Anda ingin sukses memimpin sekolah jadilah individu yang kreatif dan inovatif dalam mewujudkan potensi kreativitas yang dimiliki dalam bentuk inovasi yang bernilai.


 

  1. Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan Kreativitas

Kreativitas merupakan kekuatan hidup dan energi yang mengarah pada kemanfaatan dan keunggulan organisasi sekolah. Dalam setiap organisasi sekolah yang unggul, kreativitas muncul dalam setiap rumpun atau bidang pada semua jenjang dimana keunikan warga sekolah khususnya guru dan pegawai dihargai dan dirayakan. Oleh karena itu, tugas kepala sekolah adalah mengapresiasi apa yang terbaik dalam diri guru dan pegawai, termasuk dalam diri anak didiknya. Kepala sekolah perlu tahu bahwa kekayaan organisasi sekolah sama dengan kualitas gagasan inovatif yang dimiliki oleh setiap guru dan pegawai. Kepala sekolah juga perlu tahu bahwa sebagian besar warga sekolah kreatif sama dengan dorongan yang diberikan untuk menjadi kreatif.

Manfaat modal intelektual ini dapat diraih melalui proses dan lingkungan yang dirancang untuk menghargai perbedaan individu dan menerapkannya dalam memecahkan masalah secara kreatif, mengatasi tantangan secara kreatif dan membuat keputusan besar serta melaksanakan solusi yang ditetapkan. Drucker pernah menyatakan bahwa kebanyakan apa yang terlihat dalam inovasi yang berhasil bukanlah merupakan kejadian yang menyenangkan dari silaunya kekaburan pemahaman, melainkan lebih merupakan penerapan secara cermat atas sesuatu yang tidak spektakuler dengan mengikuti disiplin manajemen yang sistematis.


 

1.     Menginspirasi Kreativitas Warga Sekolah

Mengingat kreativitas di sekolah perlu dibangkitkan, pertanyaan retoris yang perlu dijawab ialah bagaimana cara membangkitkan dan mengembangkan kreativitas warga sekolah, khususnya guru dan tenaga kependidikan? Kilby (2003) dan beberapa pakar memperkenalkan empat cara menginspirasi kreativitas. Adapun empat cara yang dimaksud adalah; memelihara, berbagai pengetahuan, menanamkan keberanian, dan mempromosikan kolaborasi.


 

2.     Faktor Kunci Keberhasilan bagi Peningkatan Kreativitas

Ada empat faktor kunci keberhasilan yang dapat meningkatkan kreativitas guru dan pegawai dalam organisasi sekolah, yakni: iklim saling percaya dan komitmen bersama untuk selalu belajar dan mengembangkan diri; komunikasi secara jujur dan terbuka; proses, alat dan teknik pemecahan masalah yang kreatif; dan proses manajemen sekolah yang fleksibel (Levesque, 2003).

Implementasi program merupakan masalah utama yang dihadapi oleh sejumlah organisasi sekolah. Proses manajemen kegiatan sekolah yang fleksibel menambah peluang bagi keberhasilan pimpinan sekolah dalam menerapkan solusi kreatif dan menjadikan pimpinan sekolah berkonsentrasi melakukan kegiatan yang dipilih. Faktor-faktor yang memajukan kreativitas dan inovasi di sekolah juga akan mendorong kemanfaatan dan layanan pendidikan, pengajaran dan pelatihan. Menurut pengalaman penulis, faktor-faktor tersebut sama pentingnya dengan faktor lainnya dan dapat membantu organisasi sekolah untuk memperoleh image positif yang lebih baik.


 

3.    Meraih Kinerja Unggul Melalui Sembilan Bakat Kreatif    

Setiap kepala sekolah, guru dan pegawai diharapkan agar lebih kreatif dalam berpikir dan melakukan sesuatu dengan cara berbeda, karena cara lama tidak berfungsi secara baik dan penyelesaian masalah sekolah yang digunakan selama ini seringkali tidak memecahkan masalah. Kreativitas yang muncul dapat membantu mencapai hasil yang luar biasa di sekolah, di dalam diri individu warga sekolah. Kreativitas menjadikan guru dan pegawai lebih kompetitif, produktif dan efektif.

Untuk memperoleh hasil yang kreatif memerlukan berbagai upaya yang mencakup cara memahami lingkungan sekitar, cara mengumpulkan data dan informasi, cara merumuskan masalah dan tantangan, cara membangkitkan opsi alternatif dan cara menyeleksi dan melaksanakan suatu solusi.

Levesque (2003) merumuskan delapan bakat kreatif knowledge worker yang dapat memperoleh hasil yang berbeda dan memberikan kontribusi yang juga berbeda terhadap kreativitas dalam organisasi. Empat dari bakat tersebut digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai dunia dan tantangan yang dihadapi, yakni: petualang, navigator, penjelajah, dan visionaris. Sementara itu empat bakat kreatif lainnya digunakan dalam bertindak atas dasar data dan informasi yang diperoleh untuk membuat keputusan atau pertimbangan. Empat bakat kreatif yang dimaksud adalah: Pilot, Penemu, Penyelaras, dan Puitis.

Selain delapan bakat kreatif tersebut penulis menambahkan satu bakat kreatif yang menggejala di berbagai segmen – geografis, demografis, psikografis dan keperilakuan (Johnson dan Scholes, 2002: 127-130) – masyarakat yaitu Adaptor dalam arti orang yang memiliki kreativitas untuk meniru, menyesuaikan dan mensinergikan utilitas berbagai hal yang dikerjakan oleh orang lain menjadi "produk" yang terlihat baru dan bernilai baik bagi dirinya maupun bagi orang atau kelompok lain (Haedar Akib).

Kreativitas kepala sekolah menjadikan guru, pegawai dan organisasi sekolah lebih efektif, produktif dan kompetitif. Kreativitas kepala sekolah dapat mempercepat pengembangan sikap baru dan mematahkan sikap lama, termasuk pola pikir guru dan pegawai yang tidak berguna. Kreativitas kepala sekolah lebih mendukung perluasan dan kemajuan cara berpikir dan berperilaku warga sekolah dalam melihat ke masa depan.


 

  1. Membangun Tim Kreatif dan Inovatif di Sekolah

Dalam mengembangkan kerjasama tim yang kreatif dan inovatif kepala sekolah perlu mengkaji secara komprehensif tujuan kerjasama tim yang dibentuk agar sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan demikian, tim harus mempunyai satu visi untuk memberikan fokus dan pengarahan pada energi kreatif.

Selanjutnya, dalam membangun tim terdapat sejumlah dimensi yang harus dipahami bersama agar dapat mencapai hasil yang optimal. Dimensi tersebut adalah; (a) kejelasan visi, (b) visi bersama, (c) visi yang berevolusi, (d) partisipasi tim, (e) pengaruh atas pembuatan keputusan, (f) berbagai informasi, (g) frekuensi interaksi, dan (h) keamanan


 

  1. Teknik Pemecahan Masalah Kreatif

Teknik kreatif dalam pemecahan masalah diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan (Treffinger dalam Munandar, 1999). Pada tingkat pertama diperkenalkan teknik sumbang saran dan teknik daftar periksa atau daftar pertanyaan yang memacu gagasan. Prakondisi yang diperlukan adalah terciptanya suasana atau iklim yang kondusif bagi pemikiran dan sifat kreatif, yaitu dengan melakukan pemanasan (Warning – Up), mengajukan pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban atau mendorong partisipan mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah.

Teknik tingkat kedua adalah melatih proses pemikiran yang lebih majemuk, seperti yang dituntut pada teknik sinektik dan teknik futuristik. Pada teknik sinektik orang akan dilatih berpikir berdasarkan analogi dalam pemecahan masalah, diperkenalkan dalam penggunaan analogi fantasi, analogi langsung dan analogi pribadi. Teknik futuristik membantu orang untuk mengantisipasi dan menciptakan masa depannya, antara lain dengan menggambarkan garis besar waktu yang mencakup masa lalu, masa kini dan masa depan.

Teknik tingkat ketiga adalah menghadapkan orang pada tantangan dan masalah nyata. Pendekatan pertama ialah pemecahan masalah secara kreatif yang meliputi lima tahap, yaitu tahap: penemuan fakta, penemuan masalah, penemuan gagasan, penemuan solusi dan implementasi.

Dengan melihat tahapan pemecahan masalah menurut Treffinger, teknik pemecahan masalah persekolahan secara kreatif merupakan teknik yang sistematik dalam mengorganisasi dan mengolah keterangan dan gagasan, sehingga suatu masalah dapat dipahami dan dipecahkan secara imajinatif dalam konteks persekolahan. Sidneu Parnes, Ruth Noller, M.O. Edwards (1997), mengemukakan bahwa pemecahan masalah secara kreatif perlu dilaksanakan melalui lima tahap, yaitu; (1) Menentukan fakta, (2) Menemukan masalah, (3) Menemukan gagasan, (4) Menemukan jawaban, dan (5) Menemukan penerimaan.

Dalam fase konvergen dilakukan seleksi langkah mana yang betul-betul diperlukan, kemudian disusun secara berurutan yang tepat, berikut kapan, siapa dan dimana kegiatan tersebut dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa setiap tahap pemecahan masalah ada dua fase, yaitu fase divergen dan fase konvergen.


 

  1. Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge Leader

Mengedepankan peran kepala sekolah selaku pemimpin pengetahuan merupakan satu langkah maju dalam mengarahkan perubahan budaya organisasi sekolah. Pemimpin pengetahuan berperan sebagai penghubung antara pekerja dan pengetahuan. Keberadaan pemimpin pengetahuan merupakan percobaan dalam akselerasi transformasi budaya. Oleh karena itu, peran pemimpin pengetahuan berada dalam perkembangan. Secara khusus, keberadaan kelompok pemimpin ini baru sekitar enam tahunan. Pemimpin pengetahuan berasal dari berbagai latar belakang seperti konsultan, akademisi, bagian keuangan, pemasaran, keteknikan, teknologi informasi, penelitian dan pengembangan, pelayanan pelanggan, termasuk dari bagian SDM. Pemimpin pengetahuan memiliki pengalaman dan kepakaran dalam berbagai bidang seperti bidang pemrograman, statistik, pelibatan pegawai, pengembangan organisasi, pelatihan, pemasaran dan penelitian. Pemimpin pengetahuan juga memiliki kepekaan terhadap apa yang terjadi di pasar, dampak perubahan yang terjadi dengan cepat dan perubahan sifat hubungan pekerja dan pelanggan.

Keberadan pemimpin pengetahuan merupakan strategi baru dan peran formal dan informal orang-orang dalam bagian sumber daya manusia. Pemimpin pengetahuan merupakan fungsi dan peran senior dengan segala kewenangannya. Perbedaan pemimpin pengetahuan dengan pengarah pengetahuan lainnya dapat dipahami. Biasanya, keberadaan pemimpin pengetahuan dimaksudkan sebagai katalisator kreasi pengetahuan. Dalam banyak hal, pemimpin pengetahuan ini didelegasi oleh kepala eksekutif organisasi dan melapor ke manajemen puncak. Pemimpin pengetahuan seringkali lebih berperan sebagai penyebar ajaran agama, pendidik dan penata forum dari pada sebagai manajer proyek manajemen pengetahuan. Berbagai titel atau simbol – seperti kepala bagian pembelajaran, kepala bagian pengetahuan, arsitek pengetahuan, insinyur pengetahuan - digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan komunitas ini. Sebutan ini digunakan karena pada kenyataannya ada perbedaan dalam cakupan tugas yang diemban, alasan yang mendasari mengapa melaksanakan tugas tertentu dan seberapa besar pengaruh yang dipegang oleh anggota komunitas tersebut.

Pemimpin pengetahuan seringkali bertindak sebagai visionaris dan penghubung. Oleh karena itu, ada tiga cara efektif untuk membangun kapabilitas dan menjadikan organisasinya terintegrasi, yakni: uang yang beredar, orang-orang yang bergerak dan gagasan yang bergulir ke seluruh organisasi. Pekerjaan pemimpin pengetahuan adalah membantu mematahkan sekat antar unit-unit kegiatan, fungsi-fungsi dan lokasi geografis, serta langit-langgit di antara lapisan hirarkis. Pemimpin pengetahuan juga bekerja untuk meruntuhkan sekat yang membatasi organisasi dengan lingkungan – pemerintah, dunia usaha dan industri, pelanggan, pemasok (sekolah yang lebih rendah), pembuat aturan dan sebagainya.

Uraian di atas memberi pemahaman bahwa deskripsi para profesional manajemen pengetahuan boleh jadi lebih banyak diceritakan dari pada titel jabatan formalnya. Peran pemimpin pengetahuan itu diisi oleh orang yang mau menjembatani gagasan orang-orang pada keseluruhan "silos" dan alur bisnis dan membuat organisasinya adaptif dan bereaksi terhadap persaingan yang lebih baru dan lebih jelimet.


 

  1. Tugas Kepala Sekolah selaku Pemimpin Pengetahuan

Pada prinsipnya, tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pengetahuan adalah mempercepat pertumbuhan organisasi sekolah berbasis pengetahuan. Organisasi berbasis pengetahuan adalah nama yang diberikan kepada organisasi yang menjadikan pengetahuan sebagai sumber daya saingnya (Ruggles dan Holtshouse, 1999). Peran pemimpin pengetahuan dalam organisasi berbasis pengetahuan, khususnya yang diberi gelar Chief Knowledge Organization (CKO) sangat kompleks dan multi-segi. Dari semua tanggung jawab CKO yang ditetapkan, ada tiga di antaranya yang dianggap paling penting, yakni membangun budaya pengetahuan, menciptakan infrastruktur manajemen pengetahuan dan menjadikan semua tugas CKO terlaksana secara ekonomis (Davenprot dan Prusak).


 

  1. Kepala Sekolah Selaku Pemimpin Pengembangan

Kepala sekolah yang kreatif membuat asumsi yang dapat mengarahkan tindakan dan perilakunya. Hal ini sesuai pemikiran Maslow (1998) dalam Gilley dan Maycunich (2001) bahwa pemimpin pengembangan membuat asumsi mengenai pekerjanya.

Pemimpin pengembangan dipercaya untuk memerankan keahlian dan kemampuan yang terbaik; Berhak memperoleh informasi mengenai keputusan, misi dan strategi organisasi; Berkeinginan menjadi kontributor lebih dari sekedar selaku pengamat pasif; Berkeinginan mengatasi resiko jika organisasi mengembangkan jaring pengaman; Menikmati kerjasama tim dan harmonitas kelompok; Kemampuannya dapat ditingkatkan; Berkeinginan untuk tumbuh dan berkembang; Ingin dianggap penting, dibutuhkan, berguna, sukses, dihargai dan direspek; Ingin mengembangkan hubungan baik dengan pemimpin, manajer dan koleganya; Menginginkan pekerjaan yang bermakna; Berkeinginan memperoleh penghargaan dan pengakuan atas prestasi yang dicapai; Menginginkan tanggung jawab atas ketergantungan dan kepasifannya; Menginginkan pendekatan kepemimpinan yang diarahkan oleh dirinya sendiri terhadap pendekatan otoritas; Menginginkan organisasinya berhasil dan mencapai tujuan dan sasaran bisnisnya. Agar pendekatan kepelayanan dapat terwujud, pemimpin tersebut menerapkan kesepuluh prinsip kepemimpinan pengembangan yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: Prinsip yang berorientasi pada aspek intrinsik, Prinsip yang berorientasi pada pekerja, Prinsip yang berorientasi pada kinerja, dan Prinsip yang beroientasi pada organisasi.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB IV

KEPEMIMPINAN KREATIF DAN INOVATIF

KEPALA SEKOLAH


 

  1. Meraih Kinerja Unggul dengan Melejitkan Kreativitas

Kreativitas merupakan kekuatan hidup dan energi yang mengarah pada kemanfaatan dan keunggulan organisasi sekolah. Dalam setiap organisasi sekolah yang unggul, kreativitas muncul dalam setiap rumpun atau bidang pada semua jenjang dimana keunikan warga sekolah khususnya guru dan pegawai dihargai dan dirayakan. Oleh karena itu, tugas kepala sekolah adalah mengapresiasi apa yang terbaik dalam diri guru dan pegawai, termasuk dalam diri anak didiknya. Kepala sekolah perlu tahu bahwa kekayaan organisasi sekolah sama dengan kualitas gagasan inovatif yang dimiliki oleh setiap guru dan pegawai. Kepala sekolah juga perlu tahu bahwa sebagian besar warga sekolah kreatif sama dengan dorongan yang diberikan untuk menjadi kreatif.

Manfaat modal intelektual ini dapat diraih melalui proses dan lingkungan yang dirancang untuk menghargai perbedaan individu dan menerapkannya dalam memecahkan masalah secara kreatif, mengatasi tantangan secara kreatif dan membuat keputusan besar serta melaksanakan solusi yang ditetapkan. Drucker pernah menyatakan bahwa kebanyakan apa yang terlihat dalam inovasi yang berhasil bukanlah merupakan kejadian yang menyenangkan dari silaunya kekaburan pemahaman, melainkan lebih merupakan penerapan secara cermat atas sesuatu yang tidak spektakuler dengan mengikuti disiplin manajemen yang sistematis.


 

1.     Menginspirasi Kreativitas Warga Sekolah

Mengingat kreativitas di sekolah perlu dibangkitkan, pertanyaan retoris yang perlu dijawab ialah bagaimana cara membangkitkan dan mengembangkan kreativitas warga sekolah, khususnya guru dan tenaga kependidikan? Kilby (2003) dan beberapa pakar memperkenalkan empat cara menginspirasi kreativitas. Adapun empat cara yang dimaksud adalah; memelihara, berbagai pengetahuan, menanamkan keberanian, dan mempromosikan kolaborasi.


 

2.     Faktor Kunci Keberhasilan bagi Peningkatan Kreativitas

Ada empat faktor kunci keberhasilan yang dapat meningkatkan kreativitas guru dan pegawai dalam organisasi sekolah, yakni: iklim saling percaya dan komitmen bersama untuk selalu belajar dan mengembangkan diri; komunikasi secara jujur dan terbuka; proses, alat dan teknik pemecahan masalah yang kreatif; dan proses manajemen sekolah yang fleksibel (Levesque, 2003).

Implementasi program merupakan masalah utama yang dihadapi oleh sejumlah organisasi sekolah. Proses manajemen kegiatan sekolah yang fleksibel menambah peluang bagi keberhasilan pimpinan sekolah dalam menerapkan solusi kreatif dan menjadikan pimpinan sekolah berkonsentrasi melakukan kegiatan yang dipilih. Faktor-faktor yang memajukan kreativitas dan inovasi di sekolah juga akan mendorong kemanfaatan dan layanan pendidikan, pengajaran dan pelatihan. Menurut pengalaman penulis, faktor-faktor tersebut sama pentingnya dengan faktor lainnya dan dapat membantu organisasi sekolah untuk memperoleh image positif yang lebih baik.


 

3.    Meraih Kinerja Unggul Melalui Sembilan Bakat Kreatif

Setiap kepala sekolah, guru dan pegawai diharapkan agar lebih kreatif dalam berpikir dan melakukan sesuatu dengan cara berbeda, karena cara lama tidak berfungsi secara baik dan penyelesaian masalah sekolah yang digunakan selama ini seringkali tidak memecahkan masalah. Kreativitas yang muncul dapat membantu mencapai hasil yang luar biasa di sekolah, di dalam diri individu warga sekolah. Kreativitas menjadikan guru dan pegawai lebih kompetitif, produktif dan efektif.

Untuk memperoleh hasil yang kreatif memerlukan berbagai upaya yang mencakup cara memahami lingkungan sekitar, cara mengumpulkan data dan informasi, cara merumuskan masalah dan tantangan, cara membangkitkan opsi alternatif dan cara menyeleksi dan melaksanakan suatu solusi.

Levesque (2003) merumuskan delapan bakat kreatif knowledge worker yang dapat memperoleh hasil yang berbeda dan memberikan kontribusi yang juga berbeda terhadap kreativitas dalam organisasi. Empat dari bakat tersebut digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai dunia dan tantangan yang dihadapi, yakni: petualang, navigator, penjelajah, dan visionaris. Sementara itu empat bakat kreatif lainnya digunakan dalam bertindak atas dasar data dan informasi yang diperoleh untuk membuat keputusan atau pertimbangan. Empat bakat kreatif yang dimaksud adalah: Pilot, Penemu, Penyelaras, dan Puitis.

Selain delapan bakat kreatif tersebut penulis menambahkan satu bakat kreatif yang menggejala di berbagai segmen – geografis, demografis, psikografis dan keperilakuan (Johnson dan Scholes, 2002: 127-130) – masyarakat yaitu Adaptor dalam arti orang yang memiliki kreativitas untuk meniru, menyesuaikan dan mensinergikan utilitas berbagai hal yang dikerjakan oleh orang lain menjadi "produk" yang terlihat baru dan bernilai baik bagi dirinya maupun bagi orang atau kelompok lain (Haedar Akib).

Kreativitas kepala sekolah menjadikan guru, pegawai dan organisasi sekolah lebih efektif, produktif dan kompetitif. Kreativitas kepala sekolah dapat mempercepat pengembangan sikap baru dan mematahkan sikap lama, termasuk pola pikir guru dan pegawai yang tidak berguna. Kreativitas kepala sekolah lebih mendukung perluasan dan kemajuan cara berpikir dan berperilaku warga sekolah dalam melihat ke masa depan.


 


 

  1. Membangun Tim Kreatif dan Inovatif Di Sekolah

Dalam mengembangkan kerjasama tim yang kreatif dan inovatif kepala sekolah perlu mengkaji secara komprehensif tujuan kerjasama tim yang dibentuk agar sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan demikian, tim harus mempunyai satu visi untuk memberikan fokus dan pengarahan pada energi kreatif.

Selanjutnya, dalam membangun tim terdapat sejumlah dimensi yang harus dipahami bersama agar dapat mencapai hasil yang optimal. Dimensi tersebut adalah; (a) kejelasan visi, (b) visi bersama, (c) visi yang berevolusi, (d) partisipasi tim, (e) pengaruh atas pembuatan keputusan, (f) berbagai informasi, (g) frekuensi interaksi, dan (h) keamanan


 

  1. Teknik Pemecahan Masalah Kreatif

Teknik kreatif dalam pemecahan masalah diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan (Treffinger dalam Munandar, 1999). Pada tingkat pertama diperkenalkan teknik sumbang saran dan teknik daftar periksa atau daftar pertanyaan yang memacu gagasan. Prakondisi yang diperlukan adalah terciptanya suasana atau iklim yang kondusif bagi pemikiran dan sifat kreatif, yaitu dengan melakukan pemanasan (Warning – Up), mengajukan pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban atau mendorong partisipan mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah.

Teknik tingkat kedua adalah melatih proses pemikiran yang lebih majemuk, seperti yang dituntut pada teknik sinektik dan teknik futuristik. Pada teknik sinektik orang akan dilatih berpikir berdasarkan analogi dalam pemecahan masalah, diperkenalkan dalam penggunaan analogi fantasi, analogi langsung dan analogi pribadi. Teknik futuristik membantu orang untuk mengantisipasi dan menciptakan masa depannya, antara lain dengan menggambarkan garis besar waktu yang mencakup masa lalu, masa kini dan masa depan.

Teknik tingkat ketiga adalah menghadapkan orang pada tantangan dan masalah nyata. Pendekatan pertama ialah pemecahan masalah secara kreatif yang meliputi lima tahap, yaitu tahap: penemuan fakta, penemuan masalah, penemuan gagasan, penemuan solusi dan implementasi.

Dengan melihat tahapan pemecahan masalah menurut Treffinger, teknik pemecahan masalah persekolahan secara kreatif merupakan teknik yang sistematik dalam mengorganisasi dan mengolah keterangan dan gagasan, sehingga suatu masalah dapat dipahami dan dipecahkan secara imajinatif dalam konteks persekolahan. Sidneu Parnes, Ruth Noller, M.O. Edwards (1997), mengemukakan bahwa pemecahan masalah secara kreatif perlu dilaksanakan melalui lima tahap, yaitu; (1) Menentukan fakta, (2) Menemukan masalah, (3) Menemukan gagasan, (4) Menemukan jawaban, dan (5) Menemukan penerimaan.

Dalam fase konvergen dilakukan seleksi langkah mana yang betul-betul diperlukan, kemudian disusun secara berurutan yang tepat, berikut kapan, siapa dan dimana kegiatan tersebut dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa setiap tahap pemecahan masalah ada dua fase, yaitu fase divergen dan fase konvergen.


 


 


 


 

  1. Perspektif Kepala Sekolah Selaku Knowledge Leader

Mengedepankan peran kepala sekolah selaku pemimpin pengetahuan merupakan satu langkah maju dalam mengarahkan perubahan budaya organisasi sekolah. Pemimpin pengetahuan berperan sebagai penghubung antara pekerja dan pengetahuan. Keberadaan pemimpin pengetahuan merupakan percobaan dalam akselerasi transformasi budaya. Oleh karena itu, peran pemimpin pengetahuan berada dalam perkembangan. Secara khusus, keberadaan kelompok pemimpin ini baru sekitar enam tahunan. Pemimpin pengetahuan berasal dari berbagai latar belakang seperti konsultan, akademisi, bagian keuangan, pemasaran, keteknikan, teknologi informasi, penelitian dan pengembangan, pelayanan pelanggan, termasuk dari bagian SDM. Pemimpin pengetahuan memiliki pengalaman dan kepakaran dalam berbagai bidang seperti bidang pemrograman, statistik, pelibatan pegawai, pengembangan organisasi, pelatihan, pemasaran dan penelitian. Pemimpin pengetahuan juga memiliki kepekaan terhadap apa yang terjadi di pasar, dampak perubahan yang terjadi dengan cepat dan perubahan sifat hubungan pekerja dan pelanggan.

Keberadan pemimpin pengetahuan merupakan strategi baru dan peran formal dan informal orang-orang dalam bagian sumber daya manusia. Pemimpin pengetahuan merupakan fungsi dan peran senior dengan segala kewenangannya. Perbedaan pemimpin pengetahuan dengan pengarah pengetahuan lainnya dapat dipahami. Biasanya, keberadaan pemimpin pengetahuan dimaksudkan sebagai katalisator kreasi pengetahuan. Dalam banyak hal, pemimpin pengetahuan ini didelegasi oleh kepala eksekutif organisasi dan melapor ke manajemen puncak. Pemimpin pengetahuan seringkali lebih berperan sebagai penyebar ajaran agama, pendidik dan penata forum dari pada sebagai manajer proyek manajemen pengetahuan. Berbagai titel atau simbol – seperti kepala bagian pembelajaran, kepala bagian pengetahuan, arsitek pengetahuan, insinyur pengetahuan - digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan komunitas ini. Sebutan ini digunakan karena pada kenyataannya ada perbedaan dalam cakupan tugas yang diemban, alasan yang mendasari mengapa melaksanakan tugas tertentu dan seberapa besar pengaruh yang dipegang oleh anggota komunitas tersebut.

Pemimpin pengetahuan seringkali bertindak sebagai visionaris dan penghubung. Oleh karena itu, ada tiga cara efektif untuk membangun kapabilitas dan menjadikan organisasinya terintegrasi, yakni: uang yang beredar, orang-orang yang bergerak dan gagasan yang bergulir ke seluruh organisasi. Pekerjaan pemimpin pengetahuan adalah membantu mematahkan sekat antar unit-unit kegiatan, fungsi-fungsi dan lokasi geografis, serta langit-langgit di antara lapisan hirarkis. Pemimpin pengetahuan juga bekerja untuk meruntuhkan sekat yang membatasi organisasi dengan lingkungan – pemerintah, dunia usaha dan industri, pelanggan, pemasok (sekolah yang lebih rendah), pembuat aturan dan sebagainya.

Uraian di atas memberi pemahaman bahwa deskripsi para profesional manajemen pengetahuan boleh jadi lebih banyak diceritakan dari pada titel jabatan formalnya. Peran pemimpin pengetahuan itu diisi oleh orang yang mau menjembatani gagasan orang-orang pada keseluruhan "silos" dan alur bisnis dan membuat organisasinya adaptif dan bereaksi terhadap persaingan yang lebih baru dan lebih jelimet.


 

  1. Tugas Kepala Sekolah selaku Pemimpin Pengetahuan

Pada prinsipnya, tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pengetahuan adalah mempercepat pertumbuhan organisasi sekolah berbasis pengetahuan. Organisasi berbasis pengetahuan adalah nama yang diberikan kepada organisasi yang menjadikan pengetahuan sebagai sumber daya saingnya (Ruggles dan Holtshouse, 1999). Peran pemimpin pengetahuan dalam organisasi berbasis pengetahuan, khususnya yang diberi gelar Chief Knowledge Organization (CKO) sangat kompleks dan multi-segi. Dari semua tanggung jawab CKO yang ditetapkan, ada tiga di antaranya yang dianggap paling penting, yakni membangun budaya pengetahuan, menciptakan infrastruktur manajemen pengetahuan dan menjadikan semua tugas CKO terlaksana secara ekonomis (Davenprot dan Prusak).


 

  1. Kepala Sekolah Selaku Pemimpin Pengembangan

Kepala sekolah yang kreatif membuat asumsi yang dapat mengarahkan tindakan dan perilakunya. Hal ini sesuai pemikiran Maslow (1998) dalam Gilley dan Maycunich (2001) bahwa pemimpin pengembangan membuat asumsi mengenai pekerjanya.

Pemimpin pengembangan dipercaya untuk memerankan keahlian dan kemampuan yang terbaik; Berhak memperoleh informasi mengenai keputusan, misi dan strategi organisasi; Berkeinginan menjadi kontributor lebih dari sekedar selaku pengamat pasif; Berkeinginan mengatasi resiko jika organisasi mengembangkan jaring pengaman; Menikmati kerjasama tim dan harmonitas kelompok; Kemampuannya dapat ditingkatkan; Berkeinginan untuk tumbuh dan berkembang; Ingin dianggap penting, dibutuhkan, berguna, sukses, dihargai dan direspek; Ingin mengembangkan hubungan baik dengan pemimpin, manajer dan koleganya; Menginginkan pekerjaan yang bermakna; Berkeinginan memperoleh penghargaan dan pengakuan atas prestasi yang dicapai; Menginginkan tanggung jawab atas ketergantungan dan kepasifannya; Menginginkan pendekatan kepemimpinan yang diarahkan oleh dirinya sendiri terhadap pendekatan otoritas; Menginginkan organisasinya berhasil dan mencapai tujuan dan sasaran bisnisnya. Agar pendekatan kepelayanan dapat terwujud, pemimpin tersebut menerapkan kesepuluh prinsip kepemimpinan pengembangan yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: Prinsip yang berorientasi pada aspek intrinsik, Prinsip yang berorientasi pada pekerja, Prinsip yang berorientasi pada kinerja, dan Prinsip yang beroientasi pada organisasi.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB V

BEST PRACTICE KEWIRAUSAHAAN SEKOLAH


 

  1. Best Practice

Prinsip yang dianut dalam tulisan ini adalah selain "pengalaman merupakan guru yang terbaik" maka "belajar dari keberhasilan dianggap lebih baik daripada belajar dari kesalahan." Untuk itu keberhasilan yang telah dicapai oleh lembaga pendidikan (sekolah) dalam mengembangkan kewirausahaan di sekolahnya dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga untuk diketuktularkan kepada sekolah lain yang belum berhasil dan ada upaya untuk meraih keberhasilan apa yang diharapkan.

Sebelum mendeskripsikan bentuk keberhasilan yang dicapai oleh sekolah tertentu dalam mengembangkan kewirausahaan di sekolahnya perlu dipahami pengertian dan syarat best practice sebagai berikut:


 

  1. Berhasil dalam waktu lama. Pada konteks pendidikan khususnya di sekolah banyak karya telah dihasilkan oleh warga sekolah yang bernuansa kewirausahaan, baik dalam aspek pengajaran, manajerial, supervisi dan evaluasi maupun aspek pelayanan prima yang meningkatkan kinerja organisasi sekolah secara umum dan kinerja aspek tertentu di sekolah. Pada aspek manajerial, oleh kepala sekolah dikembangkan pendekatan dalam pembuatan keputusan yang berbasis partisipasi warga sekolah (guru, staf, komite sekolah, orang tua siswa, masyarakat dan dunia usaha, pemerintah, pers dan LSM). Hasil yang dicapai tersebut bertahan dalam waktu yang relatif lama karena senantiasa dijaga dan dipertahankan oleh aktor yang terlibat di dalamnya.
  2. Menunjukkan manfaat yang dapat dikuantifikasi. Kemanfaatan atau utilitas hasil kreasi inovatif yang dihasilkan di sekolah baik oleh kepala sekolah, guru, staf maupun siswa tentu saja dapat diketahui jumlah dan tingkatannya.
  3. Kreatif dan inovatif. Unsur kreatif dan inovatif dan produk, proses, lingkungan, mode, model dan perilaku tertentu terlihat dari kebaruan, keunikan dan kemanfaatan produk atau layanan tersebut, termasuk kualitasnya yang – minimal – diukur berdasarkan persepsi pemanfaat. Dalam tulisan ini dipahami bahwa sesuatu dianggap kreatif dan inovatif ketika terlihat baru, unik atau lebih bermanfaat ketika diterapkan di sekolah tertentu.
  4. Diakui hasilnya positif. Sebenarnya, banyak hasih karya yang dapat dianggap sebagai best practice baik yang dilakukan oleh warga sekolah maupun oleh warga masyarakat. Namun, kriteria best practice yang diakui hasilnya positif dikhususkan kepada sesuatu hasil pemikiran kreatif dan tindakan atau produk inovatif yang dinilai baik oleh para pengguna atau lembaga yang berkompeten.
  5. Dapat direplikasi. Kreativitas dan inovasi dalam berbagai aspek (metode) pengajaran atau manajerial yang hasilnya telah terbukti dapat diterapkan oleh orang (guru, kepala sekolah) yang sama atau oleh orang lain pada konteks yang sama pada waktu yang berbeda atau pada konteks yang berbeda pada waktu yang sama.
  6. Relevan diadopsi dalam organisasi. Ciri best practice ini melengkapi ciri sebelumnya (poin 5) ketika suatu bentuk kewirausahaan sekolah baik berupa metode pengarajan atau teknik manajerial dihasilkan melalui percobaan dalam ruang simulasi sudah dapat diterapkan atau dilaksanakan di sekolah.
  7. Tidak terkait dengan ciri unik organisasi. Suatu best practice meskipun pada mulanya dikreasi oleh suatu organisasi dan boleh jadi menjadi "nama samaran" organisasi tersebut, namun diharapkan ciri best practice tersebut juga teraplikasi dan mencirikan organisasi lain.


 

  1. Penerapan Semangat Kewirausahaan di Sekolah

Berdasarkan trend selama ini dapat dikatakan bahwa di masa datang banyak sekolah swasta yang maju dan kualitasnya lebih baik dibanding sekolah negeri, bahkan di kota-kota besar fenomena tersebut sudah mulai terlihat. Sekolah negeri yang selama ini terlalu mengandalkan subsidi pemerintah lambat laun akan mulai ketinggalan apabila cara berpikirnya tidak segera dirubah. Pada saat itu, jika ingin maju sekolah negeri harus dikelola secara profesional dan tidak bergantung kepada arahan kebijakan dan alokasi dana pemerintah. Dengan kata lain, sekolah negeri harus mampu "mandiri" seperti sekolah swasta. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memahami prinsip kewiraswastaan kemudian menerapkannya dalam mengelola sekolah.

Kepala sekolah yang berjiwa wirausaha adalah orang yang memiliki sikap dan perilaku kreatif dan inovatif dalam memimpin dan mengelola organisasi sekolah dengan cara mencari dan menerapkan cara kerja dan teknologi baru yang bermanfaat bagi terwujudnya prinsip-prinsip "good school governance" (pengelolaan sekolah yang baik). Adapun ciri-ciri kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha juga meliputi minimal ketujuh ciri orang yang memiliki jiwa wirausaha adalah; percaya diri, mengembangkan fikiran positif, pantang menyerah dan berorientasi pada hasil, belajar bagaimana caranya menangani resiko, memiliki jiwa kepemimpinan, mengembangkan sikap kreatif dan inovatif, berfikir ke depan


 

  1. Bentuk Kewirausahaan Sekolah

Berdasarkan karateristik best practice tersebut dan melihat jenis dan bentuk kewirausahaan sekolah berbasis kreativitas dan inovasi, selanjutnya disajikan beberapa bentuk best practice di sekolah. Best practice – atau kalau boleh penulis katakan good practice – yang disajikan ini bukanlah merupakan kapita selekta yang terbaik, melainkan masih merupakan pilihan dari apa yang ada. Disamping good practice tersebut juga disajikan kasus semacam bad practice kewirausahaan di lembaga pendidikan.

Contoh yang dapat diberikan dalam hal ini adalah kesuksesan salah seorang pelajar Sekolah Negeri di Jakarta Pusat yang bernama Mia, ia sibuk melayani teman-teman sekolahnya yang berebutan ingin mencicipi pudding buatan timnya. Rupiah demi rupiah berpindah tangan dan senyum kelompok yang dipimpin Mia terkembang. Modal yang tadinya cuma Rp 60.000 kini bertambah dua kali lipat begitu dagangannya di atas meja ludes.

Sekali hanya simulasi, namun ada keputusan bernuansa kewirausahaan bagi kelompok Mia dan dua grup lainnya. Siang itu, dalam Simulasi Business Takes Over Your Class yang diselenggarakan oleh Business School Prasetya Mulya. Tiga kelompok murid yang masing-masing terdiri dari delapan orang diberi modal Rp 60.000. Mereka diminta untuk memutar modal tersebut dengan memproduksi makanan berupa pudding. Mulai dari tahap perencanaan produk, perhitungan untung-rugi, membuat pudding, promosi hingga laporan keuangannya harus dikerjakan bersama.

Pada prinsipnya, kami hanya ingin memperkenalkan dunia bisnis dan wirausaha sedari dini. Selain itu, ingin membuktikan bahwa wirausaha dapat dilakukan siapa saja baik tua maupun muda sepanjang ada semangat, kerja keras, kreativitas dan kemampuan melihat kesempatan. Disamping itu, wirausaha dapat menjadi sebuah peluang dan celah lain bagi lulusan SMA untuk mengembangkan dirinya, sehingga tidak hanya menjadi alternatif bagi lulusan sekolah kejuruan.

Contoh lain adalah tentang pedagang rokok yang menjadikan lembaga pendidikan sebagai segmentasi yang dinilai tidak tepat dalam menjalankan usahanya. Kita semua sama memahami bahwa orang yang menjalankan usaha hanya mempunyai satu tujuan, yaitu sukses. Akan tetapi mencapai kesuksesan haruslah dengan jalan dan proses yang tepat, dalam artian sukses itu boleh-boleh saja sepanjang tidak merugikan orang lain, singkat cerita harus saling menguntungkan (win win solution).

Persoalan yang dimaksudkan di sini adalah bagaimana pemilihan segmentasi pasar yang tepat dan bukan segmentasi asal-asalan yang tidak memperhitungkan efek lain yang akan ditimbulkan. Contoh kecil dalam kasus ini adalah pengusaha rokok yang dinilai tidak tepat dalam memilih segmentasi karena menjadikan lembaga pendidikan (sekolah dan kampus) sebagai sasaran segmentasinya dan wadah dalam mempromosikan produknya. Di satu sisi ini jelas akan menguntungkan bagi pengusaha dengan asumsi bahwa di kalangan mahasiswa saja hanya sebagian kecil di antaranya yang tidak merokok, tetapi di sisi lain disadari atau tidak bentuk usaha yang seperti ini akan mengganggu sekaligus merusak generasi.

Kehadiran pengusaha rokok dalam kampus seperti yang terjadi pada kampus-kampus di Makassar pada umumnya dan Universitas Negeri Makassar (UNM) pada khususnya, disamping sering menjadikan kegiatan mahasiswa sebagai wadah untuk mempromosikan produknya juga untuk saat ini yang terjadi adalah hampir di setiap sudut gedung perkuliahan terdapat penjual rokok. Keadaan seperti ini akan semakin memberikan peluang yang besar kepada mahasiswa untuk merokok, tetapi kalau tidak, sekalipun sebagian besar mahasiswa di antaranya adalah perokok, setidaknya akan sedikit mengurangi intensitas mahasiswa merokok di dalam kampus.

Persepsi yang telah melarang rokok masuk kampus adalah bukan larangan bagi wirausahawan yang bergerak di bidang tersebut, hanya saja yang terpenting harus diperhatikan adalah pemilihan segmentasi yang tepat sehingga apa yang dilakukan betul-betul bisa berjalan dengan baik dan lancar.


 

  1. Kiat Menerapkan Inovasi dalam Wirausaha

Untuk menerapkan inovasi dalam wirausaha, ada beberapa jurus yang dapat diterapkan.

  1. Eliminasi. Mengeliminasi semua hal yang sudah tidak produktif lagi dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan.
  2. Tangani. Ketahuilah bahwa semua produk, proses dan strategi apa pun yang ada sekarang ini cepat atau lambat akan dimakan usia.
  3. Rencanakan. Buatlah perencanaan yang baik dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
  4. Lakukan. Satu hal yang lebih penting dari ketiga hal di atas adalah melakukan apa yang telah direncanakan, mulai dari persiapan menghadapi tantangan dan menyingkirkan hal-hal yang tidak produktif.

Semua hal di atas tidak akan ada artinya apabila Anda hanya berkutat pada teori tanpa pernah mau menyentuh bumi, kemudian bergerak untuk melakukan apa yang telah disiapkan. Setiap waktu tertentu sebaiknya Anda melakukan evaluasi terhadap rencana Anda, apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak.


 

  1. Kiat Menggalang Sumber Daya

Penggalangan sumber daya sekolah didasarkan atas tuntutan kebutuhan kemandirian sekolah yang tertuang dalam MPMBS.. Ada beragam cara yang dapat dilakukan untuk menggalang sumber daya yang dimiliki dalam konteks manajemen, di antaranya menggunakan pendekatan analisis SWOT yang mana dasar penggalangannya dimulai dengan mendeteksi Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weaknesses). Kedua hal ini dipersyaratkan untuk faktor internal, kemudian untuk faktor eksternal dideteksi dengan Peluang (Opportunity) dan Tantangan/Hambatan (Threath). Ada pula yang menerapkan pendekatan analisis model Balanced Score Card (BSC) yang memberikan skor yang dianggap mendukung misi dan strategi. Kiat-kiat penggalangan sumber daya sekolah dapat diskemakan sebagai berikut:


 

Sumber daya internal adalah sumber daya yang ada di dalam lingkungan sekolah baik berupa sumber daya manusia, barang dan jasa yang dapat dioptimalkan dalam membantu pembiayaan penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan sumber daya eksternal adalah sumber daya yang didapat atau diestimatikan dapat diperoleh dari luar sekolah.


 

1.    Kiat Penggalangan Sumber Daya Internal

Siswa dipandang sebagai aset sekolah, artinya siswa bukan sebagai objek pungutan biaya penyelenggaraan pendidikan semata tetapi sebagai sumber daya yang dapat bermanfaat baik secara ekonomis maupun non-ekonomis. Untuk mengawali kegiatan siswa sebagai aset diperlukan data siswa termasuk hobi serta bakat dan minatnya.

Sebagai ilustrasi apabila sekolah memiliki siswa berjumlah 500 orang, persiswa memiliki rata-rata 4 orang dalam satu keluarga (ayah, ibu, adik/kakak dan siswa itu sendiri) maka ada 2000 orang yang mempunyai hubungan dengan sekolah. Dari 2000 orang tersebut dapat dilakukan penelitian atas suatu obyek sosial yang ada di masyarakat bekerjasama dengan lembaga terkait yang membutuhkan penyebaran instrumen atau kajian dari penelitian tersebut. Sekolah dapat mengajukan proposal, dalam hal ini apabila dihubungkan dengan strategi pembelajaran maka akan memperoleh keuntungan dan manfaat bagi sekolah.

Guru dan staf sebagai aset sekolah. Paradigma lama yang memandang guru dan staf sekolah sebagai beban biaya penyelenggaraan pendidikan di sekolah sebaiknya mulai diubah, karena di antara para guru banyak yang memiliki keahlian dan bakat tertentu yang dapat "dijual" sekiranya bakat terpendam tersebut dikembangkan melalui wadah yang sesuai.

Tanah dan Gedung sebagai aset sekolah, khususnya sekolah-sekolah yang memiliki lahan luas di daerah-daerah dapat bekerjasama dengan dinas pertanian untuk memperoleh bibit atau bimbingan dan penyuluhan dalam rangka pemberdayaan tanahnya, atau bekerjasama dan mengadakan MoU dengan pihak swasta untuk memberdayakan tanah tersebut.


 

2.    Kiat Penggalangan Sumber Daya Eksternal Sekolah

Sumber daya eksternal sekolah sebenarnya tidak terbatas jumlah dan tempatnya karena dengan teknologi internet sekolah dapat menjalin hubungan dengan siapa saja di dalam dan di luar negeri. Oleh karena itu, sekolah harus berani mengubah karakternya yang tidak hanya sebagai satuan penyelenggara pendidikan semata tetapi juga memiliki jiwa wirausaha yang selaku kreatif dan inovatif, ulet, proaktif serta memiliki perangkat yang dapat diandalkan untuk go public. Dalam mengajak pihak lain bekerjasama sebaiknya memiliki kiat sebagai berikut:

Pertama, AIDA singkatan dari Attractive, Interest, Desire, Action. Atraktif berarti ada yang diunggulkan oleh sekolah untuk menarik lembaga lain atau mengadakan kerjasama dengan sekolah. Setelah lembaga lain tertarik akan keunggulan yang dimiliki sekolah maka sekolah harus mampu membangkitkan keinginan yang cenderung pada adanya kepentingan atau minat lembaga eksternal tersebut untuk bekerjasama dengan sekolah. Tahapan berikutnya, keunggulan sekolah harus mampu membangkitkan hasrat/gairah atau semangat untuk terjadinya kerjasama yang saling menguntungkan. Terakhir, sekolah harus proaktif dalam kerjasama ini.

Kedua, pada saat memikirkan atau menggagas keunggulan sekolah yang bisa ditawakan kepada pihak lain dapat mengklasifikasikan kebutuhan pihak lain dalam tiga tingkatan, yaitu NEED artinya kebutuhan pihak lain yang tidak dapat ditunda-tunda. WANT adalah keinginan yang pemenuhannya dapat ditunda sementara. Sedangkan WISHES adalah harapan yang tentunya masih memerlukan waktu lama untuk dipenuhi. Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat diterapkan strategi pemasaran untuk mengubah want dan wishes menjadi need.

Ketiga, mempelajari peluang karena sesungguhnya peluang tidak harus ditunggu kedatangannya tetapi peluang dapat diciptakan dengan mengamati beberapa hal:

  • Kalender kegiatan daerah/provinsi, kalender hari besar baik nasional maupun keagamaan yang dapat dimanfaatkan menjadi peluang yang dapat dipersiapkan sebelumnya.
  • Mengamati dan memikirkan bagian dari tubuh kita mulai ujung rambut sampai ujung kaki, peluang apa saja yang dapat muncul menjadi kegiatan bisnis.
  • Mengamati daur hidup dari mulai sebelum lahir sampai sesudah mati, peluang apa saja yang dapat dijadikan kegiatan yang bermanfaat dan menguntungkan.

Keempat, mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya melalui warga sekolah dari media cetak maupun elektronik, kemudian dikelompokkan dan dijadikan beberapa alternatif pilihan, setelah mengerucut berdasarkan ketersediaan sumber daya yang ada di sekolah dipilih yang paling mungkin dilaksanakan.

Kelima, just do it, sekecil apapun gagasan yang penting terwujud, jangan terlalu rumit memikirkannya, karena gagasan besar selama hanya menjadi gagasan saja adalah "sebatas mimpi yang indah."

Selanjutnya perlu dibentuk unit produksi di sekolah yang berkedudukan secara hukum yang kepengurusannya terdiri dari Ketua Yayasan, Bendahara dan Sekretaris Yayasan. Pada tataran operasional diangkat personalia sesuai kebutuhan seperti Manajer, Bendahara, Sekretaris dan Staf Keuangan serta Pemasar. Kegiatan unit produksi biasanya memaksimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah yang dihubungkan dengan materi pelajaran praktek yang ada di sekolah.

Nama organisasi sebaiknya memenuhi kriteria yakni mudah diingat dan mendorong semangat untuk mencapai kesuksesan. Misalnya "Mega Buana", bahasa Makassar yang berarti banyak buahnya. Nama ini meskipun domestik tapi terkesan dari manca-negara karena terucap "mega dan buana", dimana mega berarti besar, luas dan buana berani alam semesta atau global. Visi perlu dibuat sebagai arah organisasi dan seharusnya dibuat untuk diketahui oleh pelanggan dan warga sekolah. Misi perlu dinyatakan seluruh warga sekolah sampai pada tingkatan bahwa misi unit produksi adalah komitmen bersama. Value adalah kesepakatan nilai-nilai perilaku yang dianut dalam menjalankan roda unit produksi.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Lampiran :

1.Lembar Kasus

2.Lembar Kerja peserta


 

LATIHAN 1


 

Cobalah menjawab pertanyaan berikut dan apabila Anda kesulitan bacalah kembali isi buku paket ini dengan cermat.

  1. Jelaskan definisi/batasan dari kreativitas?
  2. Jelaskan lima ciri kemampuan berpikir menurut Guilford?
  3. Jelaskan perbedaan mendasar antara inovasi dan kreativitas?
  4. Ilustrasikan dalam konteks persekolahan terjadinya proses: (a) inovatif dan (b) proses kreatif?
  5. Jelaskan yang dimaksud dengan kewirausahaan?
  6. Sebutkan ciri-ciri kewirausahaan menurut McClelland?

Jelaskan fungsi (a) kreativitas, (b) inovasi dan (c) wawasan kewirausahaandalam organisasi pendidikan


 


 

LATIHAN 2


 

Cobalah menjawab pertanyaan berikut dan apabila Anda kesulitan bacalah kembali isi buku paket ini dengan cermat.

  1. Jelaskan definisi/batasan dari kreativitas?
  2. Jelaskan lima ciri kemampuan berpikir menurut Guilford?
  3. Jelaskan perbedaan mendasar antara inovasi dan kreativitas?
  4. Ilustrasikan dalam konteks persekolahan terjadinya proses: (a) inovatif dan (b) proses kreatif?
  5. Jelaskan yang dimaksud dengan kewirausahaan?
  6. Sebutkan ciri-ciri kewirausahaan menurut McClelland?
  7. Jelaskan fungsi (a) kreativitas, (b) inovasi dan (c) wawasan kewirausahaan dalam organisasi pendidikan?


 

LATIHAN 3

Cobalah Bapak/Ibu menjawab pertanyaan berikut, sebelum melanjutkan ke materi berikutnya.

  1. Jelaskan disertai contoh keempat cara menginspirasi kreativitas warga sekolah?
  2. Jelaskan keempat faktor kunci keberhasilan bagi peningkatan kreativitas?

Diskusikan dengan anggota kelompok Bapak/Ibu mengenai kemungkinan dari sembilan bakat kreatif di atas diperankan oleh Kepala Sekolah?

3 Kemukakan minimal tujuh dimensi yang perlu diperhatikan dalam membangun tim kreatif di sekolah?

4.Kemukakan langkah teknik pemecahan masalah secara kreatif.


 

Cobalah menjawab pertanyaan berikut dengan cermat, sebelum Bapak/Ibu melanjutkan ke sub-pokok bahasan berikutnya.

  1. Kemukakan minimal tujuh dimensi yang perlu diperhatikan dalam membangun tim kreatif di sekolah?
  2. kemukakan langkah teknik pemecahan masalah secara kreatif.


 

LATIHAN 4

Cobalah menjawab pertanyaan berikut dengan cermat, sebelum Bapak/Ibu melanjutkan ke sub-pokok bahasan berikutnya.

  1. Kemukakan minimal tujuh dimensi yang perlu diperhatikan dalam membangun tim kreatif di sekolah?
  2. kemukakan langkah teknik pemecahan masalah secara kreatif.


 

LATIHAN 5

TUGAS DISKUSI KELOMPOK (Buzz Group): Anggota 5-8

Waktu diskusi 90 menit dan pelaporan 30 menit).


 

Pada uraian di atas disajikan materi mengenai best practice dan bad practice kewirausahaan sekolah yang ternyata tidak terbatas dikembangkan di sekolah termasuk Sekolah Dasar. Kelompok diminta untuk (melalui diskusi):

  1. Bagaimana komentar kelompok tentang fokus pengembangan semangat kewirausahaan berbasis kreativitas dan inovasi yang juga dilakukan di tingkat Sekolah Dasar dengan fokus subyeknya selain dari elemen kelapa sekolah seperti Bapak dan Ibu.
  2. Bagaimana komentar kelompok tentang implikasi dan dampak kasus bad practice (anak didik yang dijadikan sebagai segmen pasar oleh produsen atau pedagang rokok) di atas.
  3. Berikan pendapat Bapak/Ibu mengenai kiat menerapkan inovasi dalam wirausaha?


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Akib, Haedar. 2005. Kreativitas Organisasi, Disertasi Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia, Jakarta.

______________. 2007. Kewirausahaan Sekolah Berbasis Kreativitas dan Inovasi, Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Amabile, Theresa M. 1983. The Social Psychology of Creativity, Springerverlag New York.

Arismunandar. 2006. Pengembangan Kewirausahaan Sekolah, Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Bygrave, William D. 1994. The Portable MBA in Entrepreneurship, John Willey & Sons, Inc., New York.

Choo, Chun Wei and Nick Bontis. 2002. The Strategic Management of Intellectual Capital and Organizational Knowledge, Oxford University Press, Inc., New York.

Dacey, John S and Kathleen H. Lennon. 2000. Understanding Creativity, Creative Education Foundation, Buffalo, New York.

Davenport, Thomas H and Laurence Prusak. 1998. Working Knowledge, Harvard Business School Press Boston Massachusetts.

DeBono, Edward. 1992. Serious Creativity, Harper Collins New York.

Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill Education), Dikdasmen, Jakarta.

Dharma, Surya dan Haedar Akib1. Budaya Organisasi Kreatif, Manajemen USAHAWAN Indonesia, Akreditasi Dikti No. 134/DIKTI/KEP 2001 No. 03/TH. XXXIII Maret 2004, h. 22-27.

____________________________________2. Kreativitas sebagai Esensi dan Orientasi Pengembangan SDM,
Manajemen USAHAWAN Indonesia, Akreditasi Dikti No. 134/DIKTI/KEP 2001, No. 06/TH. XXXIII Juni 2004, h. 29-36.

Ford, Cameron M. A Theory of Individual Creative Action in Multiple Social Domains,
Academy of Management Review, Vol. 21, No. 4 1996, h. 1112-1142.

Garfield, Monica J. Modifying Paradigms,
Information System Research, Informs Vol. 12, No. 3 September, 2001.

Hakim, Rusman. 1998. Dengan Berwiraswasta Menepis Krisis: Konsep Membangun Masyarakat Entrepreneur Indonesia, Alex Media Komputindo, Jakarta.

Henry, Jane (ed.). 1991. Creative Mangement, Sage Publications London.

Hisrich, Robert D and Michael P. Peters. 1995. Entrepreneurship, Irwin Chicago.

Hyrsky, Kimmo and Aki Kangasharju. Adaptors and Innovators in Non-Urban Environment,
http://www.babson.edu/entrep/fer/papers98.htm, diakses 27 Juli 2003.

Kilby, Jan. Creativity is one of the greatest assets in the workplace
http://www.bizjournals.com/css, From the July 13 2001, diakses 19 Maret 2003.

Klemm, William R. Leadership, http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/au24-401.htm, diakses 25 Agustus 2003.

Landau, Sy et al. 2001. From Conflict to Creativity, Jossey Bass A Wiley Company San Franciso.

Linberg, Kurt R. Managing the Creative Organization, Modern Approaches for Understanding and Managing Organizations, http://ourworld.compuserve.pdf, diakses.

Mostert, Nel M and Lot H. Frijling. Measuring and Getting Creativity in Organization,
http://pubs.acs.org/subscribe/journals/ci/31/i11/htm, diakses, 19 03 2003.

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Kerjasama pusat perbukuan Depdikbud dan PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Osborne, David dan Ted Gaebrel. 1992. Reinventing Government: Mewirausahakan Birokrasi, Penerbit PT. Pustaka Binaman Persindo, Jakarta.

Raimond W.Y.,
Kao. 1995. Entrepreneurship, Prentice Hall, New York.

Saragih, Ferdinand D dan Haedar Akib. Iklim Organisasi Kreatif, Manajemen USAHAWAN Indonesia, No. 09/TH XXXIII September 2004.

Semiawan, Conny. 1997. Perspektif pendidikan Anak Berbakat, PT. Gramedia widisarana Indonesia, Jakarta.

Taggar, Simor. 2000. Individual Creativity and Group Ability to Utilize Individual Creative Resources: A Multi-Level Model, In Press – Academy of Management Journal.

West, Michael A. 2000. Developing Creativity in Organizations (Mengembangkan Kreativitas Dalam Organisasi), terjemahan, Kanisius Yogyakarta.

Wijadi, Soesarsono. 1998. Pengantar Kewiraswastaan, Sinar Baru, Bandung.


 


 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar